Female Modesty: Sisi yang Terlupakan Para Feminis (Part II)

Ilustrasi feminisme
Ilustrasi feminisme
Ilustrasi feminisme

Baca Female Modesty: Sisi yang Terlupakan Para Feminis (Part I)

Gerakan feminisme sudah lama menjadi dasar dalam kehidupan wanita kekinian. Tidak mudah mengarahkan pemikiran mereka yang sudah mengakar. Namun, kita sebagai wanita kekinian harusnya juga tahu. Remindering tersebut bukan untuk kembali pada sejarah. Tapi, lebih atas pemahaman keseluruhan tentang ke-wanita-an.

Seperti yang sudah disinggung di atas, kebanyakan wanita kekinian terlena di zona nyaman akibat perolehan kemerdekaan yang instan. Dampaknya membuat mereka terkadang lupa bahwa dulunya wanita itu diperlakukan seperti apa. Dampak tersebut justru ditindaklanjuti dengan ketidakpuasan yang kemudian merambah pada batas-batas yang telah ditetapkan oleh norma. Hal tersebutlah yang mendasari keharusan wanita dalam memahami dirinya sendiri. Ketidaktahuan yang dibiarkan akan menciderai makna kemerdekaan dan kesetaraan yang dengan susah payah telah diperjuangkan.

Dibalik sisi feminisme, wanita kekinian tetap mempunyai female modesty- suatu sisi keperempuanan. Female modesty ini mencakup perasaan yang ingin dilindungi, perasaan lemah lembut dan perasaan yang berkenaan dengan perempuan pada umumnya. Female modesty sendiri tidak dapat hilang meskipun ia sebagai wanita karier, wanita modern, atau wanita kekinian.

Dibalik peran wanita yang (sekarang) setara dengan para pria, ada hal yang harus diingat dan dijadikan pertimbangan sebelum melakukan tindakan. Yaitu perasaan ingin dilindungi yang merupakan bagian dari female modesty. Sekuat, setegar, dan sepintar apapun, wanita tetap mempunyai perasaan ingin dilindungi. Inilah yang kemudian menjadi dasar bagi para istri yang harus tetap berada di bawah perlindungan suaminya.

Kasus istri yang berkarier menjadi perhatian khusus di mata para feminisme. Fenomena wanita karier bukan lagi menjadi hal yang baru. Namun, kemudian ketidakpahaman tentang female modesty membuat para feminis melangkah jauh hingga mendobrak batas-batas norma.

Danielle Crittenden dalam bukunya Wanita salah langkah berkata, “Bagi generasi yang dibesarkan untuk mempercayai sepenuhnya bahwa pria dan wanita itu setara, maka pengorbanan dan kesediaan kaum wanita untuk mengalah dalam perkawinan tampaknya tak adil. Dalam perkawinan yang suami dan istrinya sama-sama bekerja, mengapa wanita dituntut lebih banyak menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga?”

Terlepas dari sisi agama yang mengatakan bahwa urusan perumahtanggan adalah kewajiban suami, mari kita tengok kembali tentang dunia female modesty. Female modesty-kodrat wanita sebagai seorang istri tentu mempunyai perasaan ingin dilindungi. Hal tersebut juga yang terjadi dengan istri yang mempunyai perasaan ingin mengabdi. Sehingga pertanyaan mengapa wanita dituntut lebih banyak menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga itu terjawab sudah. Selain ingin dilindingi, sorang istri ingin juga mengabdi. Jika dengan pertanyaan-pertanyaan perumahtanggaan yang dapat dijawab dengan alasan female modesty, kenapa feminisme secara umum tidak?

(D1418/Red_)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *