Paslon Presiden Mahasiswa Universitas Sampaikan Visi Misi saat Debat

Sumber Foto: Ramzy/DinamikA

Klikdinamika.com– Debat pasangan calon (paslon) Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga telah dilaksanakan dengan pemaparan visi dan misi dari masing-masing paslon, Senin (28/11/2022).

Visi, misi serta program kerja dari masing-masing paslon sudah dipaparkan selama berjalannya debat yang awalnya dilaksanakan di depan Wall Climbing Kampus 3 hingga berpindah ke ruang Auditorium Hasyim Asy’ari Kampus 3 UIN Salatiga karena terkendala hujan.

Rifqi Thoha Faisal, sebagai calon presiden mahasiswa universitas nomor urut 1 menjelaskan visi dan misi yang akan mereka jalani ketika terpilih nanti.

“Visi kami secara inklusif menjadikan Dema UIN Salatiga sebagai mitra dan melayani mahasiswa secara egaliter. Misi kami pada intinya tentang integritas untuk menjawab tantangan transformasi IAIN menuju UIN,” jelasnya dengan yakin.

Calon wakil presiden mahasiswa nomor urut 1, Zaini Mustofa melanjutkan penjelasan dari rencana dan strategi mereka apabila terpilih sebagai paslon Dema Universitas.

“Karena setiap insan memiliki perbedaan dari segi berpikir, maka kami akan membawa suatu kultur untuk menyatukan multikultural yang ada di Salatiga secara umum dan secara khusus mahasiswa UIN Salatiga,” imbuhnya.

Kemudian, paslon kedua, dimulai dari calon presiden mahasiswa nomor urut 2, Syafichrul Umam memaparkan sedikit terkait dengan visi dan misi paslon mereka.

“Membangun nilai moderat, mengembangkan nilai intelektual dan perubahan atau reformis,” ujarnya.

Terkait dengan strategi dari paslon nomor urut 2, M. Azril sebagai calon wakil presiden mahasiswa menjelaskan apa yang menjadi strategi mereka ketika terpilih nanti.

“Pastinya menjalankan demokrasi dan hal-hal yang belum muncul di periode sebelumnya akan kami jalankan bersama stakeholder juga,” paparnya.

Sesuai dengan tema debat paslon yang dilaksanakan, terkait transformasi IAIN menuju UIN. Para paslon menjawab tantangan yang akan mereka hadapi nanti.

Syafichrul Umam menyatakan kesiapan mereka terhadap resiko yang akan dihadapi mereka apabila terpilih.

“Kita harus menjalankan demokrasi secara baik, advokasi terkait isu tersebut, mengkaji ulang, lalu akan kita sampaikan kepada birokrasi kampus. Tetapi apabila tidak mendapatkan hasil, maka kami siap menjadi oposisi birokrasi,” ungkapnya dengan tegas.

Kemudian, perihal jas almamater, ia menekankan bahwasannya permasalahan tersebut akan terus dikawal hingga menemukan titik terang.

“Kalau untuk memberi tenggat waktu kami belum berani. Tetapi, kami akan tetap mengawal isu jas almamater ini hingga menemukan titik terang. Nantinya, kami akan membentuk Departemen Hukum dan HAM yang menampung aspirasi serta keluhan. Kemudian, akan dilakukan komunikasi antar Dema dengan civitas akademika untuk selanjutnya dapat diadvokasi,” ungkapnya.

Di sisi lain, Rifqi Thoha Faisal juga menanggapi tantangan yang akan dihadapi oleh paslon nomor urut 1, khususnya dalam perihal advokasi.

“Kami akan advokasi terkait isu yang ada, misalnya isu yang sangat pelik mahasiswa rasakan yaitu jas almamater. Perlu pengawalan yang intens, kami tidak bisa serta merta memaksa birokrasi dengan tenggang waktu, dan dengan hal ini maka diperlukannya agitasi dan propaganda dalam menanggapi masalah tersebut,” ungkapnya. (Ramzy/Merinda/red)

1 Komentar

  1. Max Govemaar Balas

    Oposisi dari birokrasi?? Seperti bermimpi, tidak banyak orang yang yakin dengan jawaban itu, jika memang latar belakang dari paslon tersebut berwarna sama dengan birokrasi, khususnya Warek 3 kampus tercinta, maka oposisi tidak akan tercapai apabila warna dari paslon tetap dibawa sampai dirinya menjabat. Contoh saja di masalah-masalah periode sebelumnya, ada satu momen di mana DEMA Universitas “ingin” berupaya menyampaikan aspirasi yang menjadi keresahan bersama dari mahasiswa, lalu apa hasilnya? Tidak ada dan hanya bualan semata. Mengenai pelayanan untuk mahasiswa secara egaliter? Sama rata? Sangat ndakik sekali keinginan Anda, Tuan. Padahal, partisipasi masyarakat UIN Salatiga sendiri saja kurang sekali karena panggung politik kampus kita sendiri sangat tidak berkualitas dan tidak mampu membuat mereka tertarik dengan pelaksanaan pemira itu sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *