Klikdinamika.com, SALATIGA – Meski di tengah pandemi, Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga tidak sepi dari Peringatan Hari Besar Islam (PHBI). Salah satunya adalah Hari Santri Nasional yang jatuh ada tanggal 22 Oktober.
Tahun ini, Ma’had Al-Jami’ah mengadakan kegiatan Santri-versary Competition dan Pengajian Akbar yang disiarkan secara virtual melalui Zoom dan Youtube, Jumat (23/10/20).
Santri-versary Competition adalah ajang bagi seluruh santri di Indonesai untuk berkompetisi dalam 4 cabang lomba, yaitu LKTI, MTQ, Da’I dan cover sholawat. “Sebaganyak 149 santri ikut serta dalam Santri-versari competition dari seluruh Indonesia,” ungkap ketua panitia, Muhammad Taufiqi Abdillah dalam sambutannya.
Pelaksanaan seremonial acara ini dilaksanakan di Aula kampus 1 IAIN Salatiga dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Direktur Ma’had Al-Jami’ah, dan para kiai se-Kota Salatiga turut hadir dalam acara tersebut. KH Anang Rikza Masyhadi memberikan ceramah secara virtual, adapun KH Yusuf Chudlori hadir langsung di lokasi.
“Kita adalah orang yang mendengar cerita-cerita tentang perjuangan santri dan ulama hingga dicetuskannya Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober. Di balik iu, ada orang-orang yang mengilhami lahirnya Hari Santri Nasional. Bahkan, ada juga yang lebih penting dari itu, yakni pelaku sejarah itu sendiri yang menjadi tokoh yang turun langsung dalam aksi perjuangan. Oleh karena ituah dalam pengajian ini kita mengundang Gus Yusuf Chudlori supaya kita dapat merasakan bagaimana perjuangan santri seutuhnya,” ungkap Bapak Muh Hafidz, selaku Direktur Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga dalam sambutannya.
Bapak Sidqon Maesur selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama turut hadir dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional 2020.
“Mahad Al-Jami’ah menjadi aspek yang penting untuk mendongkrak aspek akademik dan mengembangkan nilai-nilai kepesantrenan. Akhlaqul karimah menjadi spirit utama kesantrian yang menjadi ruh semagat Hari Santri Nasional,” tuturnya dalam sambutan.
Walikota Salatiga, Bapak Yulianto memberi sambutan secara virtual. “Selamat menyelenggarakan Hari Santri Nasional 2020, semoga spirit keteladanan Santri dan Ulama terdahulu menjadi refleksi santri di masa kini.”
Tanggal 22 Oktober menjadi momen penting dan bersejarah bagi santri dan ulama. Tanggal itulah yang dalam sejarahnya merupakan peristiwa heroistik seorang ulama dan santri dalam perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia.
Sebagai tokoh sentral dan pengendali arah masyarakat dalam bertindak, ulama berperan penting dalam mengarahkan massa. Demikianlah kiranya KH Hasyim Asy’ari, seorang ulama karismatik sekaligus pemimpin masyarakat yang memfatwakan Resolusi Jihad yang salah satu isinya adalah mewajibkan untuk turun berjuang melawan penjajah bagi masyarakat, khususnya kalangan santri radius 100 km dari Surabaya.
Gus Yusuf Chudlori, pengasuh Pondok Pesantren API Magelang memberikan mau’idhoh hasanah dalam peringatan Hari Santri Nasional dengan merunut sejarah sebagai titik awal untuk mengangkat spirit dan nilai teladan Hari Santri Nasional.
“Resolusi Jihad adalah embrio yang melahirkan Hari Santri Nasional, suatu momen luar biasa yang merupakan deretan dari perjuangan kiai dan alim ulama yang tidak mungkin tercatat semua oleh sejarah,” tegas beliau.
Beliau mengisahkan sejarah Indonesia pasca Kemerdekaan yang faktanya belum meraih kedaulatan seutuhnya. Pada fase itulah, Belanda datang dengan membonceng pasukan NICA.
Saat itu, ketika terjadi kebuntuan situasi politik secara nasional, Bung Karno matur dan sambat kepada hadratus Syaikh Simbah KH Hasyim Asy’ari.
“Kiai dan santri harus tampil menjadi solusi, menjadi penyelamat. Fatwa ini menjadi amunisi luar biasa yang membangkitkan semangat perjuangan secara nasional,” sambung beliau dengan tegas.
Gus Yusuf mengkontekstualisasikan perjuangan Santri dan Ulama masa pasca kemerdekaan dengan masa kontemporer. Beliau berkata bahwa ada tiga hal utama dalam jiwa santri, yaitu santri harus tahu situasi zaman (‘aliman lizamanihi), mampu mencari solusi sesuai zamanya (muqbilan lisya’nihi), dan mengenal sekaligus memahami Tuhannya (‘arifan lirobbihi).
“Saat ini, masa pandemi covid-19, maka jangan dilihat virusnya, tapi lihatlah siapa yang menurunkan corona itu (Allah subhanahu wata’ala). Ibaratnya bagaikan manusia dengan kera. Kera itu ketika dibanting dengan batu, maka dia akan mencari batunya. Kita sebagai manusia, tentu akan mencari orang yang melempari batu itu. Maka dalam kasusnya dengan covid-19 ini, lihatlah siapa yang Maha Memberi Musibah, sekaligus dekatilah Yang Maha Pemberi Kesembuhan itu,” tegas beliau. (Misbah/Red)