Sumber foto : Front Anti-Fasis (FAF), Sekitar 1999-2000 (Arsip Kolektifa), dalam buku Perang Yang Tidak Kita Menangkan : Anarkisme dan Sindikalisme Dalam Pergerakan Kolonial Hingga Revolusi Indonesia (1908-1948)
Oleh: Fatah Akrom
Anarkisme atau anarko sering menjadi kambing hitam di setiap demonstrasi di Indonesia, Media massa menggambarkan paham anarkisme seperti segerombolan anak puber yang mencari jati diri berbalut kebrutalan, vandalisme dan kerusakan adalah arti dari anarkisme tersebut. ketika May Day 2019 beberapa waktu lalu, pihak kepolisian menyebut kemunculan anarko sindikialis adalah fenomena baru yang berkembang di Indonesia (detikcom, 2/5). Tapi apakah semua opini ini benar? Lalu bagaimana anarkisme muncul di permukaan demokrasi dunia?
Jejak Langkah Anarkisme
Sulit sebenarnya untuk mencari jejak sejarah anarkisme, karena para ahli pun kesulitan mendefinisikan Anarkisme itu sendiri. Istilah anarkisme secara etimologi di ambil dari bahasa Yunani, anarchos/anarchein, yang berarti “tanpa penguasa” atau “tanpa pemerintahan”. Secara gerakan anarkisme mengambil bagian penting gerakan kaum pekerja pada sekitar abad ke-19, gerakan atas respon terhadap modernisme, industrialisasi, dan kapitalisme mendorong anarkisme berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Bahkan jika mengidentifikasi sifatnya, anarkisme lahir bersama ketika manusia pertama kali membangun peradabannya.
Pierre Joseph Proudhon, filsuf Prancis abad ke-19, adalah orang pertama yang mengakui bahwa dia seorang anarkis. Ucapannya pada 1849 sangat terkenal, “siapa pun yang menggunakan kekerasan untuk memerintah saya adalah seorang perebut kekuasaan dan seorang tiran, dan saya menganggapnya sebagai musuh saya”. Menurut Brian Crabtree dalam ‘The History of Anarchism‘, Proudhon mengobarkankan tentang pentinnya hak pekerja untuk mengendalikan alat produksi sebagai bagian penting dari kebebasan. Proudhon adalah orang pertama yang menggagas serikat pekerja. Bersama rekan-rekannya, pada 1864 dia membentuk First International Workingmen’s Association, sebuah serikat buruh berskala internasional pertama di dunia. Satu lagi tokoh yang punya andil besar tentang pemikiran anarkisme di Eropa Mikhail Bakunin. Dia seorang intelektual Rusia, Bakunin dalam kisah pelarian dan pengasingannya ia berkeliling dunia hingga 1864 ketika akhirnya tiba di Italia. Di sini dia mengembangkan pemikiran Proudhon menjadi “anarkisme kolektif”, di mana pekerja bergabung secara setara untuk mengendalikan sepenuhnya hasil produksi mereka. Di Eropa, anarkisme mencapai puncaknya menjelang akhir abad ke-19. Pada 18 Maret hingga 28 Mei 1871, kota Paris diambil alih oleh pemerintahan komunis-anarkis Paris Commune yang kemudian mengobarkan semangat kaum anarkis seantero Eropa. Pamflet dan koran-koran, yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah bermunculan. Pemogokan buruh di belahan dunia terpencil sekalipun menjadi perhatian dunia internasional.
Anarkisme Indonesia, Demokrasi dan Kemustahilan?
Anarkisme di Indonesia bermula pada era penjajahan Hindia Belanda. Mungkin banyak orang tidak menduga bahwa sejarah paham anarkisme di Indonesia bermula dari tokoh Belanda yang bernama Edward Douwes Dekker atau dikenal sebagai Multatuli lewat sebuah bukunya Max Havelaar yang memberikan pengaruh kuat kepada para anarko di Belanda.
Dalam buku berjudul ‘Perang Yang Tidak Kita Menangkan: Anarkisme dan Sindikalisme Dalam Pergerakan Kolonial Hingga Revolusi Indonesia (1908-1948)’ karya Bima Satria Putra menjelaskan gerakan anarkisme di Indonesia terpengaruh oleh kondisi historis. Perasaan marah terhadap pemerintah kolonial menjadikan sebuah gerakan perlawanan. Pada masa ini, gerakan anarkis sejalan dengan masuknya wawasan kebangsaan. Sehingga tak dapat dibedakan lagi antara nasionalisme, radikal, dan anarkis menjadi bias dan tak bisa terpisahkan lagi karena tujuan-tujuan politik anti kolonial. Pemantik gerakan anarkis ini juga di pengaruhi Douwes Dekker. Meskipun sebenarnya Douwes Dekker ini bukan merupakan seorang anarkis, tapi karyanya yang berjudul Max Havelaar sejalan dengan semangat yang diusung oleh gerakan anarkisme. Selain itu juga gerakan anarkisme dipengaruhi oleh gerakan-gerakan anarkis yang terjadi di Belanda pada pertengahan abad-19.
Pemahaman tentang anarkisme bukan makanan baru bagi tokoh nasionalis kita, contoh saja pada tahun 1927, dibentuklah kongres di Brussels yang membahas tentang kontak pelajar Indonesia di Belanda dengan organisasi kiri dan gerakan anti kolonialisme. Pada kongres ini Mohammad Hatta datang sebagai perwakilan dari Perhimpunan Indonesia (PI) yang merupakan kelompok studi pelajar Indonesia di Belanda. Gerakan sindikalis pertama di Indonesia, dapat kita temui pada gerakan sindikalis Winanta dan Hindromartono. Winanta merupakan karyawan jawatan kereta api Bandung dan merupakan cikal bakal ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1924. Sedangkan Hindromartono merupakan ketua Persatuan Spoor dan Tram (PPST) dan pendiri Barisan Kaum Buruh. Lalu setelah gerakan sindikalis Winanta dan Hindromartono berlalu, kemudian muncul gerakan sindikalis periode kedua yaitu, gerakan sindikalis Djokosuadono. Ia sangat aktif dalam gerakan bawah tanah PKI semasa pendudukan Jepang dan sempat menjadi ketua PKI pada tahun 1948. Mereka melakukan aksi pemogokan kerja, demonstransi dan lain sebagainya untuk melakukan protes mereka terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka rasa hanya menguntungkan segelintir pihak.
Menelaah gambaran demonstrasi akhir-akhir ini, khususnya gerakan mahasiswa era sekarang menjadikan bahan olok-olokan kaum anarko. Bagaimana tidak gerakan mahasiswa pada dekade ini membosankan dan tidak substansial bahkan demonstrasi dijadikan alat untuk melegitimasi kepentingan individu atau kelompoknya untuk dekat dengan penguasa dan hal itu sudah diendus sejak masa Soe Hok Gie. Keluar dari semua itu gerakan anarkisme akan terus eksis dalam demonstrasi di Indonesia, suka tidak suka, mau tidak mau mereka selalu hadir dan muncul mewarnai panggung demokrasi di Indonesia. Walapun gerakan beragam mulai dari kancah musik bawah tanah bahkan show off secara terang-terangan pada dekade lalu dan anarkisme akan selalu memberikan warna tersendiri dalam mengawal permasalahan demokrasi di indonesia.
Belajar dari metode gerakan anarkis yang dimanifestokan dalam kekerasan yang menjadikan metode ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya. Seperti slogan para anarkis Spanyol pengikutnya Durruti yang berbunyi “terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan”.
Jelas kata-kata itu mewakili metode propaganda by the deed, yaitu metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti juga melegalkan perusakan, kekerasan maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara. Namun satu hal yang mungkin harus diketahui pengunaan kekerasaan oleh kaum anarkis pun menjadi bahan perdebatan tidak sedikit juga dari para anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai satu-satunya jalan yang harus ditempuh. Seperti dalam bukunya ‘What is Communist Anarchist’, pemikir anarkis Alexander Berkman. Dari hal tersebut kekerasan tetaplah bukan merupakan suatu ide eksklusif milik anarkisme, sehingga anarkisme tidak bisa dikonotasikan sebagai kekerasan, seperti makna tentang anarkisme yang banyak dikutip oleh berbagai media di Indonesia yang berarti sebagai sebuah aksi kekerasan. Bagaimanapun, kekerasan merupakan suatu pola tingkah laku alamiah manusia yang bisa dilakukan oleh siapa saja dari kalangan apa pun.