sumber foto: IG: @alodiayap
Oleh: Fatah Akrom
Street Art
Ketika kamu berjalan-jalan di kota mungkin sering melihat coretan mural atau grafiti yang tergambar di tembok-tembok pinggir jalan atau di sudut taman. Bagi sebagian masyarkat awam grafiti dianggap hal negatif, namun sebenarnya grafiti, mural dan vandalisme tentu memili makna yang berbeda. Street art termasuk seni jalanan yang banyak digandrungi oleh anak muda, Seni dengan karakter liar ini menghiasi space tembok-tembok, gedung, kolong jembatan. Bagi mereka keberadaan gambar tersebut menunjukkan bahwa seniman jalanan masih menunjukkan eksistensinya.
Street art sebenarnya memiliki beragam jenis tetapi di Indonesia yang paling populer adalah grafiti dan mural namun ada jenis lain seperti wheatpaste dan stencil, dari keempat jenisnya yang membedakan adalah teknik pembuatannya. Yang pertama grafiti, teknik ini menggunakan pylox sebagai alat melukisnya lalu mengambar dengan rata-rata pola tulisan-tulisan walaupun pada perkembangannya dipadukan dengan gambar. Selajutnya Wheatpaste memakai kertas fotocopy yang telah dicetak sebelumnya. Ciri khas dalam penempelannya ialah memakai adonan tepung kanji sebagai lem yang dioleskan di dasar dinding agar gambar bisa menempel. Sedangkan Stencil cenderung memanfaatkan kertas duplex sebagai cetakan. Kreativitas pada seni stencil terletak pada teknik cetakannya.
Keluar dari permasalahan itu, bahkan seni jalanan memberi peranan penting dalam pergolakan sosial politik di indonesia, pada saat perang revolusi sekitar tahun 1945-1949. Setelah itu mulai tahun 1990-an sreet art mulai berkembang walaupun dengan dominasi visual huruf dan tagging sederhana dan memasuki tahun 2000-an visualisasi sudah mulai beragam merambah ke beberapa jenis cat seprot.
Alodia Yap, Visual Artist Mudanya Salatiga
Perlu diketahui, gambar-gambar itu bukan sekadar coret-coretan tanpa makna. Untuk menggambar sebidang tembok sebelumnya juga perlu sebuat riset yang nantinya gambar tersebut berisi pesan sosial, kritik, promosi dan lain sebagainya tergantung seniman atau visual artist menginginkan hal apa yang diangkat pada gambar tersebut. Nah, salah satu visual artist yang cukup berbakat menyuarakan kekuatan perempuan lewat karya-karyanya adalah Benedicta Alodia S. Atau sering dipanggil Alodia Yap.
Wanita muda kelahiran 1995 ini memang mempunyai bakat seni dari kecil. Tak heran menggambar menjadi hobi sejak taman kanak-kanak ketika ia masih tinggal di bali, setelah ia merantau ke Salatiga bakat seninya mulai terasah ketika ia duduk di bangku SMA di sekolah menengah atas Laboratorium Kristen Satya Wacana. perjalanan seni sesungguhnya dimulai ketika ia bertemu mentor sekaligus guru seninya bernama pak Sentot. Dia tidak langsung terjun ke dunia lukisan jalanan, ia memulai mempelajari beberapa jenis media mulai dari seni patung, pencul realism, cat air, digital art, dan cat minyak.
Perlombaan demi perlombaan mulai dia ikuti ketika ia masih mengeluti di bidang seni patung ia kerap kalah namun itu tidak membuat Alodia pupus harapan, ia mulai mencoba-coba media lain sampai nantinya menemukan jati diri seninya. Namun kadang hidup tidak sesuai dengan ekspetasi begitu juga Alodia ketika ia lulus SMA permasalahan mulai bermunculan. Seusai kelulusan ia sangat bertekad berkuliah namun kekurangan biaya kuliahnya, bukan Alodia Yap jika dia tidak wanita gigih dengan tekad yang kuat akhirnya ia bisa berkuliah di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) jurusan Desain Komunikasi Visual dengan konsentrasi Multimedia.
Perjalanan studinya sangat berpengaruh buat dirinya dalam mengembangkan dan meruncingkan kreativitasnya dengan bertemu dengan banyak teman hingga seniman-seniman di Indonesia mulai dari beberapa festival di Nusantara. Meskipun pada akhirnya ketika dia lulus, dia pernah memutuskan berhenti sementara untuk menggambar, dan mulai menekuni beberapa pekerjaannya seperti kreator di bidang fotografi, digital painting, Ilustrasi.
Terjun di dunia seni jalanan bagi Alodia muda sebenarnya adalah sebuah tantangan karena rata-rata seniman jalanan adalah pria, namun bagi Alodia esensi sebuah seni bukan dari gender, atau dari mana dia berasal, namun seni tentang keindahan seni itu sendiri. “Mau dia pria atau wanita kalo melihat seni ya dari gambarnya bukan dari siapanya” ketus dia. Hal ini menjadi warna tersendiri di dunia seni jalanan, menjadi contoh kecil untuk menembus pagar bahwa tidak selama penempatan pria sebagai pemegang dominasi peran dalam tananan sosial seperti halnya dalam seni. Perempuan juga punya hak dan suara yang sama dalam mengekspresikan karya-karyanya.
Ketika ditanya tentang stigma buruk street art itu sendiri Alodia malah menanyakan street art yang bagaimana? Karena dalam perjalanan menggambarnya dia jarang sekali mendapatkan respon negatif, bagi dia selama menggambar tidak dilakukan di tempat terlarang seperti situs budaya atau tempat ibadah atau tempat-tempat yang dijaga masyarakat walaupun terkadang ilegal baginya sah-sah saja.
Dia teringat ketika ia terjun ke dunia street art itu kala dia sudah lumayan dewasa, dia menyesal padahal sebenarnya umur-umur anak SMA adalah umur paling pontesial dalam mengembangkan bakat. Tidak hanya street art saja tapi juga bakat-bakat lain yang digandrungi anak muda lainnya. Bagi dia mengikuti arus perkembanggan budaya anak muda dalam mencari jati diri adalah sesuatu yang harus dilakukan untuk mengetahui potensi diri.
Perkembangan seni jalanan ini bahkan bisa membentuk budaya anak muda yang berani. Bagi dia tanpa pembinaan dari pemerintah seni jalanan dengan alaminya akan berkembang membentuk youth culture dengan segala hal yang yang saat ini mudah didapatkan, dipelajari dan ditiru adalah hal yang kedepannya akan berjamuran di kota-kota di Indonesia. Street art yang sebenarnya adalah terobosan seni alternatif yang cenderung kurang mendapat simpati, baik dari pemerintah maupun masyarakat umum karena dianggap merusak fasilitas umum. Seniman jalanan yang sering bermain petak umpet dengan aparat setempat pun menjadi kendala klasik untuk perkembangan street art sampai-sampai mereka harus berkarya secara gerilya saat larut malam menjelang pagi.
Erotisme dalam kanvas
“Saya banyak menampilkan sosok perempuan sebagai simbol kekuatan, dan cenderung disertai dengan bait-bait puisi”
Alodia berharap anak muda sekarang lebih adaptif terhadang perkembangan sosial media karena dengan sosial media karya kita dapat diakui dan dihargai oleh orang lain namun kita juga harus membangun idealisme diri, selain itu dia mengatakan “mumpung masih muda, bangun relasi bangun reputasi” karena relasi akan membuat anak muda lebih mudah mengembangkan dirinya untuk membangun reputasi dirinya. Memperbanyak diskusi dengan orang lain walaupun bukan di bidangnya namun suatu saat hal itu akan berguna di masa datang. Bagi dia jadi muda yang suka menanam apapun sampai pada akhirnya kita akan menuainya.
Dia perpesan untuk generasi z nantinya ketika menghadapi bonus demografi adalah bagaimana caranya harus totalitas berselancar di media untuk mengembangkan bisnis maupun karya-karyanya karena peluang perubahan akan makin besar dan cepat. Dia yakin perkembagan dunia digital sangat membantu kehidupan anak muda ditambah kita harus up to date dan consude terhadap action kita. Dan yang terakhir dia mengatakan yang harus dijaga adalah nama baik yang terjaga dari attitude dan attitude terbangun dari mindset.