Tanah Untuk Rakyat atau Untuk Korporasi?

Syukron Salam selaku akademisi dalam acara diskusi Publik dengan tema”Mengupas Reforma Agraria Abal – Abal di Jawa tengah” (Sumber Foto: Disya/DinamikA).

Klikdinamika.com– Organisasi Tani Jawa Tengah (Ortaja) adakan diskusi publik dengan tema “Mengupas Reforma Agraria Abal-Abal di Jawa Tengah” yang diselenggarakan melalui Zoom Meeting, Jumat (14/6/2024).

Ortaja merupakan wadah perjuangan yang menampung Organisasi Tani Lokal dari berbagai Kabupaten dan/atau Kota di Provinsi Jawa Tengah. Ortaja tetap konsisten memperjuangkan hak tanah, yang dirampas oleh aktor-aktor yang kontra pada kepentingan rakyat. Tujuan diadakan diskusi ini, karena baru-baru ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN RI), akan mengadakan pertemuan yang melibatkan para pejabat negara lainnya–termasuk Presiden RI. Adapun pertemuan tersebut bertajuk Reforma Agraria (RA) Summit pada tanggal 14 hingga 15 Juni 2024 di Bali. Pertemuan tersebut–secara garis besar–akan membahas soal Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria yang tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 62 Tahun 2023. Selain itu, para elit juga akan membahas soal capain Reforma Agraria selama kepemimpinan rezim Presiden Jokowi.

Pada diskusi ini, menghadirkan beberapa pemateri seperti:  Udin dan Abe dari Karang Sari, Pati; Joko Susanto dari Persatuan Petani Rawa Pening (Perpanera); Itharul Fata dari Kembang Tani, Batang.

Abe, selaku pemateri–perwakilan tani dari Karang Sari, Ciluak, Kabupaten Pati–menyampaikan bahwa pada tahun 1099, perjalanan perjuangan para petani di Karang Sari dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dimulai dan berhenti di 2023 karena terjerat kasus.

“Perjuangan kami dengan LBH dimulai pada tahun 1099 dan berhenti di 2023, karena kami terkena kasus diskriminalisasikan.

Dirinya juga menegaskan bahwa adanya tekanan dari aparat cukup  menjadikan perlawanan mereka sedikit melemah pada waktu itu.

“Rakyat Karang Sari mulai lemah, melihat pressure dari aparat. Lalu, dari pihak pemerintah sendiri, tidak ada berkepihakkan untuk kami. Pada tahun 2023 sampai sekarang ini, perjalanan pengupayaan kembalinya hak tanah tersebut memang sangat lemah. Oleh sebab itu, tahun ini kami mulai bergerak kembali. Terakhir, kami mulai dengan paksa menduduki lahan yang menjadi tujuan utama, yang penting kami bisa menguasai lahan itu untuk Karang Sari. Beberapa kendala pun ada, bersifat dari luar dan dalam, ” tuturnya.

Udin selaku pemateri kedua sekaligus perwakilan tani menjelaskan mengenai tanggapan BPN terkait permasalahan ini.

“Perjuangan kami sampai dilakukan aksi mlaku (red: berjalan) dari Sajen sampai Pati. Tapi, pada kenyataannya tanggapan mereka masih berputar, karena kelihatan tidak bisa menegakkan Reforma Agraria dan hal yang mendasari keputusan, pertama, kan, dari apa keadaannya tanah ini. Permasalahannya, BPN daerah masih belum memberi penjelasan, karena menunggu keputusan dari pusat, belum berani memutuskan sendiri. Padahal, pemerintah BPN yang menegakan Reforma Agraria, seharusnya BPN daerah harus bisa mengklaim permaslahan ini dan disampaikan ke pusat. Padahal, para petani dari tahun 2000 sampai 2024 memperjuangkan sampai meluruskan permasalah tanah,” terangnya.

Syukron Salam, selaku akademisi dalam diskusi ini, mengatakan bahwa negara tidak mempunyai hak atas tanah, negara tidak bisa mengklaim tanah tersebut.

“Negara tidak mempunyai hak atas tanah. Negara tidak bisa mengklaim tanah itu. Sebab, di dalam hukum adat, orang yang mempunyai tanah adalah orang yang membudidayakan tanah itu secara terus menerus,” ungkapnya.

Andika, selaku perwakilan dari LBH Semarang, pada diskusi ini menambahkan inti permasalahannya pada diskusi kali ini.

“Reforma Agrarian ternyata belum sampai pada kenyataannya, bahkan berbalik. Negara mengklaim bahwa, Reforma Agraria sebagai salah satu program pemerintahan Jokowi yang berhasil, tapi kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak konflik agraria yang terjadi. Perjuangan warga tani masih berlanjut sampai sekarang, bahkan tidak ada kejelasan sampai kapan mereka bisa berjuang dan menampakkan hak-haknya,” ujarnya.

Itharul Fata, selaku pemateri terakhir sekaligus perwakilan dari Kembang Tani Batang, sebagai menyampaikan adanya solusi agar permasalah ini segera diatasi.

“Pada pergelaran Reforma Agraria di Bali hari ini dan esok, ahli akan memaparkan pemetaan data-data. Dari  pemetaan itu, kasus kasus yang seperti kita itu, akan menjadi prioritas. Menyongsong agar kita diprioritaskan, ada baiknya kalau organisasi kita eratkan. Nah, itu menjadi titik awal untuk bisa didengar oleh Kanwil dan diperhitungkan, sehingga nantinya satu per satu masalah akan terselesaikan,’ terangnya via Zoom Meeting. (Disya/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *