Salah Langkah Menanggulangi Permasalahan ‘Komunitas’

Sumber Foto: Alif/DinamikA

Oleh: Ahmad Ramzy

April lalu, setelah dilakukannya mediasi tertutup oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan Senat Mahasiswa (SEMA) IAIN Salatiga, antara perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan DEMA Fakultas Dakwah sebagai yang mewakili Komunitas Fakultas Dakwah, akhirnya selesai sudah mediasi mengenai komunitas (14/04/2022).

Mediasi yang tertutup ini dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 13-14 April 2022. Penyelesaian konflik yang dilakukan dengan mediasi ditandai dengan pernyataan melalui press release yang menyatakan bahwa keputusan komunitas akan diambil alih oleh DEMA IAIN Salatiga, yang sekarang sendiri IAIN telah resmi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 88 Tahun 2022 tentang Universitas Islam Negeri Salatiga.

Perlu kita ketahui, bahwasanya permasalahan Komunitas Fakultas Dakwah sebelumnya dipicu oleh tidak adanya legalitas dari berdirinya komunitas tersebut, terutama belum ada Undang-Undang (UU) yang mengatur secara resmi adanya komunitas.

Bahkan, pada peresmian komunitas yang dilakukan oleh DEMA Fakultas Dakwah tidak dihadiri oleh Dr. Sidqon Maesur, Lc, M. A. selaku Wakil Rektor 3 IAIN Salatiga Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, ketidakhadiran beliau menandakan kurang sakralnya peresmian Komunitas Fakultas Dakwah, seperti yang dapat dilihat pada acara peresmian Komunitas Fakultas Dakwah, pada Selasa (22/03/2022), dan beliau adalah kunci penting dari peresmian tersebut, terutama kebijakan yang dilakukan oleh DEMA Fakultas Dakwah ini berkaitan erat dengan kemahasiswaan.

Meskipun pada pasal 6 dan pasal 25 UU Ormawa 2019 dikatakan bahwa DEMA Institut maupun Fakultas memiliki kewenangan membuat wadah baru organisasi kemahasiswaan yang bersifat ad hoc. Namun, pengertian dari ad hoc sendiri adalah organisasi yang dibentuk untuk jangka waktu tertentu.

Lalu, jika kita melihat adanya komunitas ini, maka kenyataannya adalah komunitas tersebut ada tanpa mengenal jangka waktu yang harusnya ditetapkan, dan dari pihak DEMA, terkhusus DEMA Fakultas Dakwah tidak membatasi jangka waktu tersebut, hingga akhirnya komunitas ini berjalan di setiap periodenya sejak tahun 2020. Perlu kita tafsirkan pula bahwa organisasi yang bersifat ad hoc sendiri harus dibentuk ketika dalam keadaan yang sangat penting. Lalu sepenting apakah komunitas ini didirikan?

Pada mediasi saat itu ditunjukkan pula surat keputusan sekaligus pengesahan dari adanya komunitas ini, tetapi pada surat tersebut hanya berisikan tanda tangan dari pihak DEMA Fakultas Dakwah tanpa menyangkut pautkan Wakil Rektor 3 dan Dekan Fakultas Dakwah, minimal keduanya mengetahui adanya surat tersebut dan menandatanganinya pula.
Sedangkan di dalam surat yang disahkan hanya terlihat tanda tangan Presiden Mahasiswa DEMA Fakultas Dakwah sebagai pemilik program kerja mengenai komunitas tersebut. Lalu, apakah mereka tidak memahami garis instruktif yang ada pada Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) No. 4961 Tahun 2016. Dimana posisi Dema F dibawahi langsung oleh Wakil Dekan 3, tetapi juga Wakil Dekan 3 juga dihubungkan dengan garis instruktif dengan Wakil Rektor 3. Serta pada bagian Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) poin b disebutkan bahwa “sebagai subsistem kelembagaan non-struktural tingkat fakultas, DEMA-F bertanggungjawab pada Dekan”.

Berbicara mengenai press release, maka di sini saya akan menuliskan hasil press release pada akhir mediasi tersebut yang tertuang tiga kesepakatan sesuai dengan yang dikeluarkan oleh DEMA I, diantaranya:

  1. Mengenai keputusan kasus komunitas di Fakultas Dakwah akan diambil alih oleh DEMA IAIN Salatiga.
  2. DEMA IAIN Salatiga akan berkoordinasi dengan Lembaga untuk segala bentuk keputusan yang akan diambil.
  3. Keputusan dari DEMA IAIN Salatiga tidak dapat diganggu gugat.

Surat keputusan tersebut tertanda pada tanggal 22 April 2022 oleh Presiden Mahasiswa DEMA IAIN Salatiga. Pada surat tersebut terdapat beberapa kejanggalan yang tidak disengaja atau entah disengaja. Pertama, bahwa kasus tersebut diambil alih oleh DEMA IAIN Salatiga, hal tersebut sama sekali tidak memiliki landasan dan tidak sesuai dengan dasar atau aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban Lembaga Eksekutif Mahasiswa (Red: DEMA Institut dan Fakultas).

Menilisik lebih jauh aturan-aturan yang ada, terutama di dalam Keputusan Dirjen Pendis Nomor 4961 Tahun 2016 dan UU Organisasi Mahasiswa IAIN Salatiga (Red: UU Ormawa 2019), tidak ada satupun bab, pasal atau ayat yang menetapkan bahwa DEMA memiliki hak dan kewajiban untuk mengambil alih permasalahan tersebut. Adapun mengenai hal tersebut, saya rasa DEMA Institut perlu membaca dan mengkaji ulang bersama SEMA Institut mengenai aturan yang telah ditetapkan oleh SEMA Institut pada UU Ormawa tahun 2019.

Kedua, Presma DEMA Institut menyampaikan bahwa mereka akan melakukan audiensi kepada Rektorat dan Dekanat untuk menindaklanjuti permasalahan komunitas dengan UKM (point kedua press release). Akan tetapi, dari pihak DEMA Institut belum juga menginformasikan kepada seluruh mahasiswa, terutama UKM terkait kelanjutan dari audiensi tersebut. Apakah audiensi yang dilakukan mengalami kebuntuan? Mengapa tidak ada pembicaraan lagi mengenai audiensi tersebut kepada pihak yang sedang bersitegang?

Seharusnya permasalahan ini bisa ditindak dengan tegas oleh SEMA Institut dan SEMA Fakultas Dakwah mengenai ketidaksesuaian tindakan yang ditetapkan oleh DEMA Institut dan Fakultas. Karena memang hal ini sudah menjadi tanggung jawab dan kewenangan Lembaga Legislatif Mahasiswa (Red: SEMA Institut dan SEMA Fakultas Dakwah) untuk menegur kelengahan kinerja Lembaga Eksekutif Mahasiswa.

Terakhir, saya rasa perselisihan antara UKM dengan Komunitas Fakultas Dakwah harus segera diselesaikan dengan memberitahukan pula kepada UKM seperti apa proses dan progress yang telah DEMA Institut lakukan. Di lain hal, alangkah lebih baik jika komunitas tersebut dinonaktifkan saja, dan DEMA Institut sudah semestinya mengarahkan mahasiswa yang ada pada komunitas untuk ikut bergabung dengan UKM serta membicarakannya langsung bersama UKM terkait.

1 Komentar

  1. Max Balas

    Terlihat sekali bagaimana sikap hipokrit dari para elitis kampus, mereka berkampanye membawa embel-embel sebagai tempat penerima segala bentuk aspirasi, namun aspirasi dari kawan-kawan UKM sepertinya hanya dianggap sebagai angin lalu saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *