Risiko Aktivis Kampus
Doc. Google
Judul Novel: Bintaro Spring Tide
Penulis: Aila Nadari & Dan Sigit
Penerbit: Tiga Serangkai
Kota: Solo
Cetakan Pertama: November, 2018
Jumlah Halaman: 142 Halaman
Menjadi aktivis kampus merupakan pengalaman berharga untuk para mahasiswa. Pengalaman tersebut, tentunya tidak didapatkan ketika menjalani rutinitas dalam kelas. Namun, selalu ada risiko dalam setiap pilihan.
Novel karangan Aila Nadari & Dan Sigit ini mengisahkan tentang Raditya Deydan, seorang yang merasa begitu beruntung dapat menginjakkan kakinya sekaligus menjalani proses sebagai mahasiswa di Kampus STAN. Kampus yang menjunjung tinggi integritas, kedisiplinan, serta kejujuran namun juga terkenal dengan ancaman D.O nya.
Sebagai putra sulung dari keluarga sederhana, diterimanya Radit di kampus STAN memberikan harapan besar bagi keluarganya. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Meskipun kampus STAN gratis biaya perkuliahan, namun tidak untuk biaya hidup sehari-hari. Uang yang dikirim orangtua Radit tidak mampu mencukupi kebutuhannya.
Saat masih menjadi mahasiswa baru, Radit seringkali meminjam uang pada teman sesama mahasiswa. Gali lubang tutup lubang istilahnya. Hingga seorang kakak tingkat mengajaknya pergi ke Tanah Abang untuk membeli jersey, jilbab dan kemeja lalu menjualnya kembali. Dengan begitu, ia dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sekaligus belajar untuk mandiri.
“Berawal dari berbelanja, berjualan, dan akhirnya mempunyai komunitas, lama kelamaan Radit mempunyai kebutuhan lain: berinteraksi” (hal 43)
Sangat menyenangkan bagi Radit bertemu dan berinteraksi dengan banyak teman, hingga ia memilih merentangkan sayapnya di berbagai elkam (elemen kampus).
Puncak kesibukan Raditya Deydan serta teman mahasiswa STAN lainnya adalah semester 4. Semester ini merupakan semester riskan, buas, dan paling mendebarkan. IPK minimal 2,75 menjadi syarat agar mahasiswa di semester ini tidak terancam Drop Out. Namun, disemester ini pula bertepatan dengan menumpuknya tugas serta banyaknya kegiatan/acara kampus.
Radit bahkan menjadi koordinator pelaksana dalam acara seminar yang akan diadakan dirinya bersama kawan-kawan. Hal itu menyebabkan hari-harinya bertambah sibuk.
Berbagai masalah yang menghambat, seperti waktu yang makin mepet, dana yang belum terkumpul, proposal yang berkali-kali ditolak perusahaan, dan deadline menyebabkan waktunya terkuras banyak untuk kegiatan tersebut.
Radit kelimpungan mengatur waktunya. Ia bahkan sering begadang untuk mengerjakan tugas kuliah. Namun bagaimanapun banyaknya tugas kuliah, ia tetap memprioritaskan deadline seminarnya. Bahkan disela-sela mengerjakan tugas, ia masih memikirkan bagaimana agar seminarnya berjalan dengan sempurna, sekaligus anti mainstream. Ya, ia tak ingin seminarnya berjalan dengan biasa-biasa saja. Ia ingin memberikan sesuatu yang berbeda.
Namun ia tak sadar, dengan keputusannya itu, ia telah menyetel bom waktu yang suatu saat akan meletus dan memupuskan harapan terbesarnya.
Atas perjuangan keras Radit dan kawan-kawan, seminar pun akhirnya berjalan dengan lancar. Namun, perjuangan Radit tak hanya sampai di situ, karena ujian akhir semester kian dekat.
Kembali, Radit menghabiskan waktu malamnya dengan begadang. Sistem SKS (sistem kebut semalam) pun ia jalani. Berkutat dengan materi-materi yang akan menjejali kepalanya selama beberapa hari. Tidak ada istilah menyontek saat ujian berlangsung, sekali saja ketahuan, siap-siap mendapat hadiah D.O.
Namun, begitulah risiko yang harus dia hadapi atas keputusannya. Bagaimanapun juga, perjuangan Raditya Deydan tidak akan sia-sia. Meskipun mendapat kabar tak mengenakkan untuk dirinya dan keluarga, hingga membuat harapan besarnya pupus, namun ia mampu bangkit.
Novel ini dikemas dengan diksi yang apik ditambah sudut pandang seekor kucing. Meskipun sebenarnya sudut pandang kucing tidak terlalu diperlukan dan cenderung membosankan.
Novel ini mengajarkan pembaca tentang perjuangan, persahabatan, keluarga dan pilihan atas hidup. Sangat tepat untuk dijadikan referensi bacaan para mahasiswa.(Tasya/red)