Bocah 10 Tahun Pahlawan Pembebas 3000 Budak Anak di Pakistan

Cover buku Aku Bocah 10 Tahun Pembebas Budak Anak

Judul buku: Aku Bocah Sepuluh Tahun Pembebas Budak Anak.

No ISBN: 978 602 8290 95 1

Penulis:  Andrew  croft

Penerjemah: Utti Setiawati

Penerbit: Puspa Populer

Tahun terbit:  2013

Jumlah halman : 265

Bahasa: Indonesia

Cover buku Aku Bocah 10 Tahun Pembebas Budak Anak
Cover buku Aku Bocah 10 Tahun Pembebas Budak Anak

Apakah yang kalian lakukan  ketika kalian masih  berumur 4 tahun. Pasti banyak dari kita yang meghabiskan waktu di usia tersebut untuk bermain, belajar megenal huruf , angka, nama-nama buah, bunga dan belajar bayak hal dari lingkungan sekitar.  Bisakah kalian bayangkan jika di umur 4 tahun sudah harus bekerja untuk membayarkan hutang kelurga? Mungkin orang tua kita akan berfikir ratusan kali untuk mengijinkan kita bekerja di umur sebelia itu. Namun hal tersebut nyata dialami oleh bocah asal desa Muridke, Pakistan, yang bernama Iqbal Masih (1982-16  April 1995).

Sejak umur 4 tahun dia sudah harus bekerja untuk melunasi  hutang kakaknya yang bernama Aslam.  Menyuruh anak untuk bekerja sudah menjadi tradisi orang Pakitan saat itu, karna mereka tak punya cukup uang untuk membesarkan anak-anaknya dengan layak.  Bukan hanya Iqbal Masih yang harus bekerja di pabrik karpet namun, bahkan ini sudah menjadi tanggungan ribuan anak di Pakistan. Hanya saja Iqbal tampak berbeda dari yang lain, walaupun umurnya paling kecil namun  lebih semangat dari anak lain, lebih tulus dan lebih banyak tersenyum, walaupun pekerjaanya harus membuat jarinaya berdarah dan punggungnya sakit. Beberapa hari setelah ia bekerja, ia mulai menampakkan sikap usilnya, ia berulangkali meninggalkan tempat kerja seenaknya, berualang kali si majikan menasehatinya tetapi ia masih saja tidak mematuhi. Dengan terpaksa si majikan berniat untuk mengembalikan anak itu dan menarik kembali uangnya kepada Aslam. Mendengar hal itu Aslam keberatan, lalu ia memintanya untuk menjual kepda majikan lain.Si majikan tersebut menyetujui dan kini ia dijual kepada temanya.

Malangnya, majikan barunya tak sebaik majikan yang lama. Ia lebih sering membentak dan memukul anak-anak ketika mereka salah. Dalam beberapa hari saja jari Iqbal sudah mulai melepuh karena sedikit sekali waktu istirahat dan harus menyelesaikan target yang sudah di tentukan, bahkan terkadang ia harus lembur sampai malam. Terkadang  petugas akan mengantar pulang ke rumah, mereka  akan melaporkan kepada ibunya bahwa Iqbal membuat ulah saat bekerja dan ibunya akan memarahinya. Semakin hari Iqbal semakin mengurungkan niatnya untuk kabur dari pabrik.

Suatu malam tibalah kesempatan yang tepat bagi Iqbal untuk melarikan diri. Di saat penjaga pabrik lengah ia berlari menuju kantor polisi. Ia berharap polisi akan menangkap majikan yang kejam tersebut dan ia bisa membebaskan  teman-teman yang lain. Yang terjadi malah sebaliknya, polisi mengembalikanya ke pabrik dan meminta ganti uang kepada si majikan karpet. Kemarahan majikan tak terbendung, ia menggantung kaki Iqbal di langit-langit seharian dan memukulinya.

Iqbal kemudian  terpaksa kembali bekerja seperti biasanya. Sang majikan mengawasinya lebih ketat. Iqbal menampakkan  wajah rasa beralahnya agar majikan lalai dan tak memperdulikannya lagi. meski telah gagal, hasrat untuk kabur masih tetap tersimpan di benaknya. Suatu hari datang lagi waktu yang tepat untuk melarikan diri. Disaat pabrik itu lembur, sehingga membuat anak-anak harus tidur di pabrik.  Penjaga pabrik pun tidur terlalu lelap dan ia berhasil kabur melalui jendela pabrik.

Melarikan diri dari pabrik membuatya menjadi seorang gelandangan, ia tak mungkin kembali ke rumah karena ibunya  pasti akan memarahinya. Tak mungkin akan lapor ke polisi, itu sama saja akan mengembalikanya ke majikan dan ia akan di hukum atau bahkan dibunuh. Selama menggelandang ia memungut makanan dari sampah.

Hingga suatu saat ia bertemu dengan Ekhsan Khan, seorang aktivis kemanusiaan.  Ia seorang   founder organisasi  Bonded labour Liberation Front  (BLLF) front pembebabasan buruh Pakistan. Kemudian Iqbal belajar di sekolah miliknya. Iqbal banyak belajar melalui gerakan ini, sehingga ia bisa membebaskan teman-temanniya yang lain.

Ekhsan  datang ke Amerika untuk mengadakan konferensi tentang kemanusiaan. Ia berbicara tentang  kisah Iqbal  di hadapan  peserta konferensi lain dari berbagai negara. Hingga akhirnya reebook  human right fondution  menetapkan Iqbal sebagai penerima  Human Right Youth In Action di taun 1994.  Selain itu, ia juga mendapa beasiswa di salah satu universitas di Amerika Serikat setelah ia berumur 18 tahun.

Namun ajal menjemputnya lebih cepat, di saat ia berumur 11 tahun ia di tembak di tanah pertanian milik warga. Berita kematiannya cepat menyebar sampai ke dunia internasionl. Sayang, misteri kematiaanya tak kunjung di ketahui. Bahkan berita negatif dibuat-buat tentang kematiannya. Seorang Perdana Menteri Pakistan saat ditanya  tentang pembuhan itu di televisi, mengatakan bahwa Iqbal di tembak oleh petani yang marah karena menangkap basah anak  itu sedang berhubungan seks dengan keledainya.

Seiring berjalannya waktu elit politik dan media di Pakistan tak punya kredibilitasnya lagi dalam masalah ini dan tak ada seorangpun yang percaya  dalam masalah ini.

Buku tentang kisah Iqbal yang dikemas dengan bahasa novel ini membuka mata kita akan pentingnya peduli akan sesama. Ia telah membuktika bahwa tak perlu menunggu cukup umur untuk bisa berkorban untuk orang lain. Ia juga mengajarkan pada kita untuk menolong siapa saja tanpa memandang agama, ras, atau yang lain.

Selain itu sosok ekhsan juga  sangat patut untuk kita tiru, apalagi seorang mahasiswa. Keperdulian sosial Ekhsan hingga ia menampung ribuan budak yang ia bebaskan bersama Iqbal. selain itu sebagai seorang jurnalis, ia tak segan menuliskan hal-hal yang bersifat kritis kepada pemerintah, walaupun membuat ia di penjara. [Red]

Penulis: Erma Liani (Reporter LPM DinamikA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *