Perpustakaan UIN Salatiga Naikkan Denda Keterlambatan Buku

Sumber Foto: Ig @perpusuinsalatiga

Klikdinamika.com– Perpustakaan UIN Salatiga menaikkan denda keterlambatan pengembalian buku per bulan Oktober 2023. Hal ini dijelaskan oleh seorang Pustakawan dan Kepala Unit Pelayanan Terpadu (UPT) saat ditemui di Perpustakaan UIN Salatiga, Sabtu (18/11/23).

Tiga perpustakaan di kampus 1, 2 dan 3 UIN Salatiga, serentak menaikkan denda keterlambatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 59 Tahun 2018 dan Surat Keputusan (SK) Rektor No. B-4144/Un.29/R/PP.08.2/10/2023.

Muhammad Rofiq selaku pustakawan kampus 2, menyampaikan alasan dinaikkannya denda keterlambatan pengembalian buku.

“Pada tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah bertindak ke UIN Salatiga, menyampaikan terkait denda perpustakaan sebesar Rp. 2000,-. Namun, belum ada rekomendasi ataupun surat dari pihak rektorat, sehingga kami tidak dapat mengabulkan. Pada akhirnya pihak rektor memberikan Keputusan dengan denda sebesar Rp. 1000,-. Namun pada intinya, keputusan nominal denda bukan dari usulan pihak perpustakaan, melainkan dari BPK dengan Rektorat,” ujarnya.

Diafirmasi oleh Kepala Perpustakaan UIN Salatiga, Wiji Suwarno, menyampaikan proses penetapan denda.

“Dahulu, kami pernah uji coba tanpa denda, namun ternyata banyak buku yang tidak kembali kepada kami (baca: perpustakaan). Pengenaan denda, kami mengacu pada Peraturan Pemerintah No 59/2018 tentang Jenis dan tarif atas Jenis Pemerintahan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agama dengan nominal denda dikenakan Rp. 1000. Denda yang sejak tahun 2001 sebesar Rp. 500,- maka mulai Oktober 2023 menjadi Rp. 1000,-. Pernah ada usulan dengan tarif Rp. 2000,-, kemudian kami telusuri terdapat PP sebagai peraturan yang lebih tinggi dari peraturan rektor, sehingga usulan tersebut kami tolak,” terangnya.

Pihaknya menambahkan mengenai rencana pengelolaan di UPT Perpustakaan UIN Salatiga.

“Rencana kedepan, kami upayakan denda dapat langsung masuk ke rekening Badan Layanan Umum (BLU) menggunakan teknologi Q-RIS, sehingga kami tidak lagi menerima uang tunai dari mahasiswa. Untuk pengelolaannya ada banyak hal, yang tentunya menjadi wewenang pihak BLU, dapat berupa asset yang akan dikelola oleh Lembaga,” imbuhnya.

Di sisi lain, Fatonil Ichsan, salah satu mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES), menyampaikan ketidaktahuannya mengenai kenaikan dan pengelolaan uang denda.

“Sejujurnya saya belum tau terkait kenaikan tarif denda di perpustakaan. Sejauh ini, saya selalu tepat waktu dan belum pernah membayar denda. Kemudian, saran saya untuk denda ini bisa lebih massif diumumkan di media sosial, supaya dapat menyasar mahasiswa secara menyeluruh,” ujarnya.

Berbeda dengan Alfina Desya, mahasiswi prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), ia mengaku sudah mengetahui terkait denda tersebut.

“Mengenai denda, saya sudah tau kak. Denda yang awalnya Rp500,- sekarang menjadi Rp1.000,- dan saya sebagai mahasiswa tidak merasa keberatan dengan denda tersebut.
Wajar kak dengan ada nya denda, mahasiswa tidak senaknya sendiri meminjam buku di perpustakaan,” ungkapnya.

Di akhir, Rofiq berharap semoga dengan adanya denda ini membentuk perilaku disiplin mahasiswa.

“Semoga dengan adanya denda tersebut dapat membentuk perilaku disiplin mahasiswa. Hal ini dapat berdampak dalam disiplin membaca buku, mengembalikan buku dan mengikuti perkuliahan,” harap Rofiq. (Dadan/Faza/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *