Mahasiswa umum, organisasi mahasiswa, dan organisasi kemasyarakatan saat mengikuti aksi Kamisan Roadshow. (Sumber Foto: Helmi/DinamikA)
Klikdinamika.com– Aksi Kamisan Semarang menggelar “Kamisan Roadshow” yang berlangsung di Aula B Kampus 1 Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (UPGRIS). Acara diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa umum, organisasi mahasiswa, hingga organisasi kemasyarakatan lainnya, Kamis (22/2/2024).
Awalnya, kegiatan ini akan menghadirkan beberapa tokoh yang berkontribusi dalam film Dirty Vote, seperti Dandhy Laksono, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Namun, hanya Dandhy Laksono dan rekannya, Farid Gaban, yang bisa menghadiri kegiatan tersebut. Tiga narasumber lainnya belum diketahui alasan ketidakhadirannya.
Kegiatan ini dimeriahkan pula dengan penampilan drama dari Teater Gema dari UPGRIS, pertunjukan musik, serta orasi dan puisi dari para audience yang hadir.
Taufiq, dari Komunitas Candradimuka, berkesempatan mengisi pembukaan dengan orasinya. Menurutnya, militer-militer kurang pantas menjadi pemimpin negara, melainkan pemimpin negara haruslah paham ilmu-ilmu seperti ekonomi dan politik
“Bagi saya, militer-militer itu tidak pantas di panggung politik. Dia tidak pernah belajar seperti kawan-kawan kita–mahasiswa–yang belajar soal ekonomi, soal politik. Mereka hanya siap gerak dan melawan. Itu yang saya khawatirkan. Jangan sampai pemimpin-pemimpin hari hari ini seperti itu. Mereka tidak punya porsi, mereka tidak belajar itu, masih ada yang lebih layak di atasnya,” tegasnya.
Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Laksono, di tengah-tengah diskusi sedikit menyinggung tentang film Sexy Killers, yang dibuat nya sebelum Dirty Vote, yang rilis saat masa pemilu tahun 2019, di mana isi film tersebut memberikan dampak yang bagus untuk masyarakat.
“Saya merasa terhibur. Setidaknya, sekarang, dari film Sexy Killers banyak orang memahami oligarki yang tidak semua bisa dapat dari buku tebal-tebal, sehingga memudahkan masyarakat tertentu yang lebih senang menjangkau dunia digital,” ujarnya
Dandhy juga mengatakan bahwa tujuan dibuatnya film Dirty Vote ini supaya orang-orang bisa menonton kembali film ini untuk 5 atau bahkan 20 tahun kedepan.
“Yang jadi alasan kami membuat film ini, ya biar orang-orang bisa menonton kembali film ini untuk 5 atau mungkin 20 tahun kedepan. Karena kalau kita upload ini di TikTok mungkin dalam 2 atau 3 hari sudah mulai tenggelam,” imbuhnya.
Riski, sebagai salah satu massa Aksi Kamisan, menyampaikan bahwa waktu ini tepat di mana memanasnya Pemilihan Umum (Pemilu) diiringi dengan munculnya film Dirty Vote. Ini menjadikan Dirty Vote sebagai ajang pembahasan di Aksi Kamisan ini.
“Kebetulan, teman-teman film Dirty Vote sedang mengadakan roadshow. Makanya, kita kaitkan dengan film ini dan lagi panas-panasnya Pemilu agar mahasiswa mempunyai bibit api-api perlawanan, kecewa terhadap aksi pemerintah. Jadi, kita sekalian melakukan usaha untuk membangun ulang diskursus permasalahan masyarakat sipil di Indonesia,” ungkapnya.
Riski juga mengharapkan agar aksi ini bisa memberikan tempat bagi masyarakat menyampaikan keresahan mereka, sekaligus menjadi koneksi bagi masyarakat sipil yang sama-sama merasa dirugikan.
“Karena dari masyarakat sipil; kaum buruh, nelayan, bahkan petani sebenarnya punya keresahan. Akan tetapi, tidak ada tempat untuk berkonsolidasi, mendiskusikan bersama. Tentu harapan kita adalah mengkonsolidasikan semua hal yang ada di Semarang, bahkan Jawa Tengah. Biar duduk bareng menaruh permasalahan itu di meja secara bersama. Karena belakangan ini, gerakan kita sering menunggu dan mungkin dengan adanya aksi kamisan mengajak kawan- kawan tersambung dan terkoneksi,” jelas Riski. (Helmi/Joysi/red)