Ilustrator: Zula
Oleh: Redaksi DinamikA
Tagar #IndonesiaGelap dan simbol-simbol Garuda yang dibalut background biru hingga hitam, akhir-akhir ini muncul di banyak media sosial yang menyerukan banyak tuntutan kepada pemerintah. Mulai dari protes-protes yang menjamur sampai pada tuntutan-tuntutan mengakar yang tidak kunjung dipenuhi.
Sejak berakhirnya pemerintahan Jokowi pada akhir Oktober hingga lima bulan pertama pemerintahan Prabowo. Negara seakan tidak pernah dibuat tenang karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim hari ini, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan rakyat. Alih-alih membuat kebijakan yang mensejahterakan rakyat, pemerintah malah semakin membuat rakyat menjerit dengan peraturan-peraturan yang dibuat dan disahkan.
Terbaru, pemerintah melakukan pengesahan RUU TNI yang melanggar konstituen dan supremasi sipil. Padahal sejumlah RUU yang lebih dulu diusulkan dan diusung rakyat untuk segera disahkan, malah belum rampung sampai hari ini. Seperti RUU Perampasan Aset, RUU PPRT, dan RUU Masyarakat Adat. Pemerintah terus saja melakukan penggembosan pada masyarakat sipil untuk tunduk dan tidak berdaya atas apa yang dibuat oleh para pemangku jabatan. Kerja-kerja tertutup dan rekayasa lapangan yang dilakukan, adalah simbol bahwa pemerintahan bekerja untuk keuntungan dan tujuan pribadi. Bukan sebagai bagian dari legislatif atau bahkan bagian dari wakil rakyat itu sendiri.
Dewan yang telah diberi amanah lupa pada rakyatnya. Kasus seperti ini bukan hal baru di Indonesia. Menganggap rakyat adalah orang asing yang tidak layak masuk dan mengetahui perbincangan yang sedang dibahas, adalah sebuah keharusan. Niscaya matilah amanah menjadi wakil rakyat.
Kamis, 20 Maret 2024. Perencanaan aksi besar terjadi di beberapa titik di Indonesia, menolak pengesahan RUU TNI bertepatan dengan rutinitas Aksi Kamisan yang sudah digalangkan di beberapa kota. Alih-alih diberi kesempatan menyampaikan pandangan, masyarakat justru dikejutkan oleh pengesahan RUU TNI pada Kamis pagi. Padahal, lima hari sebelumnya penggerebekan terjadi di Hotel Fairmont, Jakarta dalam pembahasan rapat tertutup, yang akhirnya mendapatkan kritikan pedas dari masyarakat. Namun, hal itu tidak dapat mengetuk hati Dewan yang terhormat bersama jajarannya.
Baru seujung kuku pemerintahan menjalankan roda pekerjaan, namun penyelewengan sudah nampak nyata di hadapan. Barisan pemerintahan sipil tunduk pada kepala pemegang, lalu kepolisian menyulam “partai coklatnya”, dan kini muncul “partai loreng” yang siap menghunuskan senjata untuk mereka yang tidak patuh dengan apa yang telah ditetapkan sepihak.
Bayangkan jika aparat turut memimpin sipil di tengah-tengah legalitas penggunaan dan kepemilikan senjata. Penjara-penjara akan cepat penuh oleh mereka yang dianggap pembangkang dan menentang wajah pemerintahan. Lalu krisis akan menjarah ke semua sektor karena dipegang oleh mereka yang bukan ahli dalam bidangnya. Maka, saat itulah negara kehilangan power-nya.
Masyarakat dibuat menjadi objek untuk patuh dan diperbudak oleh situasi politik hari ini. Mereka yang tidak mengerti politik hanya tunduk dan mengikuti para pemimpin biadab sebagai tameng kekuasaan, untuk memerangi kebenaran yang disampaikan oleh para aktivis dan pegiat jalanan. Sudah selayaknya sandaran pemahaman oleh mahasiswa disebarluaskan seluas-luasnya. Pembelajaran yang mereka dapatkan harus sampai kepada rakyat. Semangat-semangat juang dari buku yang dibaca, harus memberikan dampak untuk orang sekitarnya. Mahasiswa tidak boleh patuh dan diam melihat situasi gelap yang mengguncang negaranya sendiri.
Sebagai insan cendekiawan dan pelopor agen perubahan, mahasiswa harus berdampak. Amanah untuk mencerdaskan dan memberikan pengetahuan kepada rakyat adalah sebuah kewajiban. Terus gaungkan suara yang keras untuk mendidik rakyat agar paham dengan situasi hari ini, karena tidak ada yang sedang baik-baik saja di negeri ini.
Neo-Orde Baru sudah nampak, kediktatoran sudah tidak malu lagi menyembunyikan raut muka yang asli. Sudah selayaknya ini menjadi bagian tanggung jawab mahasiswa untuk menjaga amanat Reformasi 1998. Mahasiswa harus paham, situasi hari ini bukan situasi yang sehat, bukan pula situasi yang memperdebatkan nasib individu. Ini adalah situasi kelam yang semestinya harus dilawan dengan pergerakan dan aksi nyata.
Sudah saatnya semua elemen masyarakat bersatu dan membentuk koalisinya sendiri. Terus berisik dan jangan diam, sampai UU TNI dicabut dan situasi politik hari ini dipulihkan sebagaimana mestinya. #KEMBALIKANTNIKEBARAK #CabutUUTNI