SEBUAH PENANTIAN: 300 Kampus Sudah Nyatakan Sikap, UIN Salatiga Kapan?

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Harkristuti Harkrisnowo, membacakan pernyataan sikap sivitas akademika UI terhadap kondisi demokrasi di Indonesia jelang Pemilu 2024 pada Jumat (2/2/2024). (Sumber Foto: Kompas.com)

Oleh: Faiz Alfa

Terhitung sampai hari Kamis (8/2/2024), lebih dari 300 perguruan tinggi dikabarkan telah menyatakan sikapnya terhadap pemilihan umum (Pemilu) 2024 sekaligus manuver politik Presiden Joko Widodo.[1] Sikap 300 lebih perguruan tinggi itu mengarah pada satu kesimpulan yang sama, yaitu prihatin dengan kondisi demokrasi di Indonesia, proses penyelenggaraan Pemilu 2024, dan manuver politik Presiden Jokowi yang tunaetika.

Sebaran 300 lebih perguruan tinggi itu merata; dari Provinsi Aceh di ujung barat, hingga Provinsi Maluku di bagian timur Indonesia. Mulai dari kampus yang berdiri tegak di kota besar macam Bandung, Jakarta, Makassar, dan Yogyakarta; sampai kampus yang dengan tertatih-tatih mempertahankan eksistensinya di kota yang keadaannya serba kekurangan, seperti Banyuwangi, Kupang, dan Ternate.

Tak terkecuali di Jawa Tengah. Banyak perguruan tinggi terkemuka yang telah menyatakan sikapnya terkait kondisi demokrasi terkini. Empat di antaranya adalah: Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang, Universitas Jenderal Soedirman, dan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Termasuk Salatiga, salah satu kota kecil di Jawa Tengah, terdapat 9 perguruan tinggi bercokol di dalamnya; yaitu: Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) “AMA”, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) “AR-RUM”, Sekolah Tinggi Teologi (STT) Salatiga, STT Berea Salatiga, STT Efata, STT Jemaat Kristus Indinesia, dan STT Nusantara.[2]

Namun, dari sembilan perguruan tinggi itu, hanya UKSW yang sudah menyatakan sikapnya terhadap persoalan Pemilu 2024 di depan publik. Itu pun tidak atas nama universitas, melainkan atas nama Intelektual Salatiga Peduli Bangsa. Sebuah gerakan beranggotakan 24 akademisi yang sebagian besar—atau bahkan semuanya—berafiliasi dengan UKSW.[3]

Tentu—setidaknya menurut penulis—ini adalah sebuah tanda tanya. Pertama, mengapa para intelektual dari 9 perguruan tinggi itu, hanya satu golongan yang sudah menyatakan sikap, yaitu dari UKSW? Kedua, 8 perguruan tinggi itu belum menyatakan sikap atau memang tidak mau menyatakan sikap? Ketiga, mengapa para akademisi dari UKSW menyatakan sikap di sebuah kafe dan atas nama perkumpulan, tidak di lingkungan kampus dan atas nama universitas?

“Lagi Nyari-Nyari Sikap Politiknya UIN Salatiga”

Yang tidak kalah penting dari tiga pertanyaan itu adalah: mengapa UIN Salatiga belum juga menyatakan sikapnya?

Padahal, jika berbicara angka, jumlah mahasiswa UIN Salatiga lebih banyak dari UKSW. Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Salatiga, per Februari 2023, mahasiswa UIN Salatiga berjumlah 16.696. Sementara, jumlah mahasiswa UKSW lebih sedikit, yaitu 14.995. Belum lagi, hadirnya 4 program studi (prodi) baru di UIN Salatiga akan menambah jumlah mahasiswanya, sementara UKSW belum ada kabar akan membuka prodi baru.

Mungkin, kita bisa mengesampingkan sikap politik dari 7 perguruan tinggi lain. Tanpa mengurangi rasa hormat tentunya. Karena, dari segi kuantitas, hanya STIE AMA yang memiliki mahasiswa seribu lebih. STT Berea hanya dihuni 104 mahasiswa. Lima perguruan tinggi lain, masing-masing hanya memiliki mahasiswa yang tidak mencapai angka 100 (per Februari 2023).

Menilik dari segi kualitas, peringkat tujuh perguruan tinggi itu berada di bawah UIN Salatiga, baik versi Webometrics edisi 1.1 (beta), Februari 2024, maupun versi lembaga perangkingan lain. Tujuh kampus itu juga tidak memiliki jurnal internasional yang terindeks SCOPUS atau memiliki publikasi dengan predikat jurnal terbaik di Asia. Belum lagi serentetan prestasi dan setumpuk keunggulan UIN Salatiga yang tidak dimiliki oleh tujuh perguruan tinggi itu

Sedangkan, UIN Salatiga—sekali lagi, dengan serenteran prestasi dan setumpuk keunggulannya—yang belum juga menyatakan sikapnya, tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Menghasilkan publikasi yang bermutu tinggi memang memenuhi salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian. Soal alumni, tidak diragukan lagi. Kampus ini telah menggolkan salah satu alumninya, Hanif Dhakiri, ke kursi menteri ketenagakerjaan; memenuhi salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi lagi, yaitu pendidikan dan pengajaran.

Satu dharma yang lain akan menjadi kurang terpeuhi bila kampus ini tidak menyatakan sikapnya terhadap Pemilu 2024, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi, dalam hal ini UIN Salatiga, harus melakukan pengabdian pada masyarakat luas. Salah satu bentuknya adalah memberikan pendidikan politik. Pernyataan sikap terhadap Pemilu 2024, bila benar-benar dikeluarkan oleh kampus ini, benar-benar akan menjadi pendidikan politik bagi masyarakat luas. Khususnya di kalangan masyarakat Salatiga.

Belum atau Memang Tidak Akan?

Berdasarkan informasi yang beredar secara terbatas, rektor UIN Salatiga bukan belum pernah ditanya bagaimana sikap politik kampusnya. Atau, minimal, sikap politiknya atas nama pribadi, bukan atas nama rektor. Namun, ketika ditanya oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, rektor enggan berkomentar, bahkan tidak menanggapi pertanyaan itu. Ini membuat penulis menerka-nerka.

Majalah Tempo edisi 11 Februari 2024 merilis laporan mengejutkan tentang keadaan perguruan tinggi jelang Pemilu ini. Ada dugaan upaya penggalagan dukungan kepada pihak pimpinan perguruan tinggi di Jawa Tengah untuk Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 02. Bentuknya ada dua. Pertama, pihak Polisi Sektor (Polsek) di kecamatan tempat kampus bediri, mendatangi rektor universitas setempat. Para rektor ini diminta menyebarkan konten yang citra baik kinerja Presiden Jokowi.

Kedua, rektor dari sebuah universitas didatangi koleganya yang merupakan mantan rektor di salah satu perguruan tinggi di Jawa Tengah. Rektor itu diminta agar tidak ikut membuat seruan atau petisi seperti yang dilakukan sivitas akademika kampus lain. Lebih jelasnya, rektor itu dilarang ikut-ikutan mengkritik Jokowi.

Apakah dugaan itu benar? Kalau benar, apakah Rektor UIN Salatiga salah satunya? Kemudian, apakah para rektor yang didatangi Polsek itu menyanggupi permintaannya atau tidak? Entah iya atau tidak, bagaimana dengan rektor kita?

Pertanyaan-pertanyaan itu hanya akan mengendap di kepala penulis dan—barangkali—pembaca juga. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya membuat pikiran semakin overthingking saat berusaha terlelap pada malam jelang hari-H Pemilu. Bila tak kunjung mendapatkan jawaban, mahasiswa yang sadar akan masalah ini akan semakin merenungi kondisi kampus yang ironis.

Pertanyaan-pertanyaan itu hanya akan terjawab bila, setidaknya, salah satu dari tiga hal ini terjadi. Pertama, Rektor UIN Salatiga secara tegas menyatakan sikapnya terhadap Pemilu 2024, baik atas nama pribadi maupun atas nama rektor. Kedua, ada pernyataan sikap dari para akademisi UIN Salatiga yang representatif. Ketiga, dugaan tentang penggalangan dukungan kepada pimpinan perguruan tinggi itu dibuktikan di pengadilan.

Dua poin terakhir bukan tanpa alasan. Para akademisi UIN Salatiga akan menyatakan sikapnya dengan berani bila ada keyakinan karir mereka aman. Sependek pemahaman penulis, decision maker aman-tidaknya karir mereka di kampus ya rektor. Apabila tindakan yang mereka lakukan tidak bertentangan dengan pendirian rektor, maka mereka akan merasa aman.

Dugaan penggalangan dukungan itu pun sudah dibantah oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan dalih yang kurang kuat, yaitu cooling system. Sehingga, dugaan ini hanya bisa dibuktikan di pengadilan, entah siapa pun itu yang bersedia memperkarakannya. Yang jelas, bila benar-benar diperkarakan, hanya dua pihak ini yang akan melakukan. Pertama, pihak kepolisian yang berusaha memperbaiki citranya. Kedua, pemerhati hukum yang peduli dengan kondisi demokrasi di Indonesia.


[1] Data ini diambil dari unggahan akun Instagram @anakuntaddotcom pada Kamis, (8/2/2024), dengan takarir “KAMPUS BERGERAK MAKIN MELUAS 300++ Kampus Tanah Air Nyatakan Sikap Mengingatkan Pemerintahan Presiden Jokowi Soal Kemunduran Demokrasi dan Nertalitas Presiden dalam Pemilu 2024”.

[2] Badan Pusat Statistik Salatiga, Kota Salatiga Dalam Angka 2023, Salatiga: BPS Kota Salatiga.

[3] Lihat pemberitaan Kompas.id, Solopos.com, suaramerdeka.com, metrotvnews.com, Krjogja.com, dan radarsemarang.jawapos.com pada Rabu, (7/2/2024).

1 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *