Diskusi perdana: mengungkap sosok Diponegoro (Sumber Foto: Fatah/DinamikA).
Klikdinamika.com– Pekan Buku Magelang menggelar diskusi perdananya dengan pembahasan diskusi yang berjudul: Menemukan Diponegoro; Sejarah, Warisan dan Mitos-Mitos lainnya di Magelang“ di pondok Melek Huruf. Acara Diskusi yang dilakukkan dihari pertama dari acara yang berlangsung selama tiga hari, Jum’at (12/7/2024).
Nina, pendiri Melek Huruf, berbicara tentang acara Pekan Buku Magelang yang baru saja dimulai.
“Ini adalah event literasi pertama kami yang dimulai pada Juni 2024 untuk menandai satu tahun berdirinya Melek Huruf,” kata Nina.
Ia menjelaskan bahwa Pekan Buku Magelang direncanakan berlangsung setiap bulan hingga Desember dan akan menjadi acara tahunan.
Terdapat beberapa rangkaian acara yang dilaksanakan dengan menghadirkan buku-buku karya lokal. Acara ini mencakup tiga macam kegiatan: gelar wicara, bursa buku, dan lokakarya.
“Gelar wicara bisa berupa bincang buku, diskusi isu, atau pembacaan buku untuk anak-anak. Bursa buku menghadirkan buku-buku dari penerbit dan penulis lokal. Sedangkan lokakarya lebih fokus pada edukasi, seperti membuat jurnal atau menulis untuk anak-anak,” jelas Nina.
Mengenai latar belakang acara, Nina menyatakan, “Kami ingin mengenal lebih banyak kawan aksara dan mengajak mereka mengenal literasi. Program kami sebagian besar gratis agar bisa diakses oleh sebanyak mungkin warga Magelang dan sekitarnya.”
Pekan Buku Magelang masih bersifat swadaya tanpa sponsor. Sementara terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan oleh Nina dan suaminya–Christian–serta beberapa teman muda dari Dusun Kucungan. Namun, Nina juga mengatakan bahwa mereka juga menjalin kerja sama dengan Kolom Koki Roster dan Sandal Cepit Media.
“Kami juga bermitra dengan Kolom Koki Roster dan teman-teman media dari Sandal Cepit Media dan Telusur Kreatif untuk dokumentasi acara,” tambahnya.
Pekan Buku Magelang diharapkan dapat terus berkembang dan menjadi wadah penting bagi literasi dan budaya di kota ini.
“Kawan aksara adalah komunitas yang menyukai membaca dan menjadikan Melek Huruf sebagai ruang bersama. Mereka adalah bagian penting dari visi kami untuk membangun budaya literasi di Magelang,” tutup Nina.
Menurut Tedy, salah satu pemateri diskusi, pembahasan mengenai Diponegoro di Magelang memiliki daya tarik tersendiri juga karena berasal dari latar belakang personal.
“Saya tinggal di Desa Macanan, yang memiliki keterkaitan erat dengan Perang Jawa di mana Diponegoro sebagai pemimpin utamanya. Desa ini menjadi saksi awal mula peristiwa tersebut dan menjadi daya tarik tersendiri,” ujar Teddy.
“Magelang sangat identik dengan Diponegoro karena kota ini menjadi saksi berakhirnya Perang Jawa dengan penangkapan Diponegoro. Namun, memori kolektif tentang Diponegoro tidak pernah berakhir dan masih berlanjut hingga hari ini, terutama di desa-desa yang masih mewarisi pengikut-pengikut Diponegoro,” imbuhnya.
Selanjutnya, Tedy juga menekankan pentingnya pembahasan Diponegoro di zaman sekarang.
“Diponegoro adalah sosok besar yang telah menjadi bagian dari memori kolektif masyarakat Indonesia. Dari patung-patungnya di berbagai kota hingga namanya yang sering muncul di buku pelajaran sekolah, Diponegoro diperkenalkan sebagai pahlawan nasional sejak dini,” jelasnya.
Terakhir, Tedy juga menyebutkan bahwa Diponegoro sering digunakan sebagai simbol politik oleh berbagai rezim kekuasaan.
“Misalnya, Soekarno menggunakan Diponegoro sebagai tokoh antikolonial untuk menyatukan Indonesia, sementara Soeharto lebih menekankan simbol militernya. Hingga kini, Diponegoro tetap relevan dalam membentuk identitas politik dan budaya,” pungkasnya.(Ramadhon/Azizi/red).