Live Streaming PBAK via Channel Youtube. (Sumber Foto: Screenshot Youtube Dema UIN Salatiga)
Tim Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga perkenalkan program baru Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) kepada mahasiswa baru UIN Salatiga pada perhelatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) UIN Salatiga 2024/2025, Senin (19/8/2024).
Program ini terbentuk berasal dari keresahan mahasiswa terkait kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus yang semakin merajalela.
Penanggung jawab PPKS, Aprilia, menegaskan bahwa Tim satuan petugas (Satgas) PPKS beranggotakan dari seluruh warga kampus, mulai dari mahasiswa hingga dosen.
“Sekarang sudah di-launching yang namanya Satgas PPKS yang terdiri dari unsur pimpinan, dosen, juga unsur mahasiswa,” ujar Aprilia.
Rina, salah satu dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) yang menjadi ketua Satgas PPKS, menyampaikan bahwa program ini bukan hanya untuk wanita saja, tetapi juga untuk para lelaki yang merasa dilecehkan.
“Bukan hanya perempuan, tapi juga untuk laki-laki. Kalau merasa ada yang melecehkan Anda semuanya, silakan untuk speak up,” ucap Rina.
Kekerasan yang berbasis pada gender membuat semua orang berpotensi bisa menjadi korban maupun bisa menjadi pelaku.
“Korban kekerasan seksual memang paling banyak perempuan, tapi jangan salah, loh, laki-laki juga banyak yang menjadi korban kekerasan seksual,” ujar Aprilia.
Aprilia menambahkan bahwa kekerasan sangat mungkin terjadi di setiap lingkungan, tidak terkecuali dilingkungan pendidikan. Maka dari itu, kita harus tetap aware dengan kasus-kasus tersebut.
“Pelaku bisa siapa saja. Stop dan laporkan kepada Satgas PPKS,” tegas Aprilia.
Dengan adanya program ini, diharapkan dapat menyelamatkan para korban dari belenggu kekerasan seksual yang mereka alami.
“Intinya kami ingin membantu seluruh mahasiswa untuk lepas dari dari jeratan kekerasan seksual,” jelas Aprilia.
Untuk perlindungan korban sendiri, korban yang melapor akan selalu dilindung privasinya, serta mendapatkan fasilitas seperti konsultasi.
“Ya, korban mendapatkan fasilitas konsultasi dari Biro Tazkia, hukum, klinik, dan sebagainya,” tambahnya.
Rina berharap kepada korban untuk memberanikan diri speak up. Sebab, menurutnya speak up bukanlah aib, tapi bentuk pencegahan kekerasan dan sebagai penutup akses bagi korban korban berikutnya.
“Jangan sungkan untuk speak up, karena speak up-nya teman-teman bukanlah membuka aib. Namun, mencegah kekerasan demi kekerasan yang akan terjadi setelahnya, juga untuk menutup akses adanya korban korban berikutnya,” ujar Rina. (Nanda/Anas/red)