Sumber : @ulyahamidwibowo
Oleh : Ahmad Yani Halhas
Udara segar menyelimuti lingkungan pesantren yang ditempati ribuan santriwan – santriwati ini. Sehabis tadarus ba’da subuh aku berjalan ke kamar sambil melihat para santri yang sedang melakukan berbagai aktivitas mulai dari olahraga, menyapu, dan juga ada yang masih lekat dengan selimut hangatnya. Para pengurus pesantren juga sedang sibuk mempersiapkan sarapan untuk santri – santrinya.
“Selamat pagi, Tobi!,” Teriak Rohim. Dia adalah sahabat satu kamar yang selalu menemaniku selama aku di pesantren ini.
“Pagi juga , lagi kesambet apa Him kok tiba-tiba olahraga haha”.
“Iya ni, mau coba ningkatin berat badan aja bi biar nggak Kurusan, eh nanti klo mau makan ajakin gua ya!,” Jawab Rohim sambil ngos-ngosan.
Setelah ganti kaos oblong aku bersama Deny teman sekelasku menuju logistik untuk mengantre makanan. Suasana desak-desakan dengan banyak orang sudah tidak asing bagi para pejuang logistik yang mengambil setiap harinya. Tetapi mau gimana lagi karena kalo nggak gini ya bisa keroncongan dah perut semua santri.
Senampan nasi yang ku perjuangkan pun akhirnya dapat kuperoleh dan kembali menuju kamar untuk sarapan pagi bersama teman sekamar.
“he teman-teman makan dulu yuk, ini nasinya dah kuambi,” suara lantangku untuk memanggil Rohim dan teman sekamar yang masih tidur. Senampan Nasi yang kuambil pun ludes diserang oleh banyak orang yang kelaparan dari tadi malam.
“Tet…..tet….tet…..” Bunyi bel dari kantor asrama sudah berbunyi pertanda untuk segera mandi dan persiapan sekolah. Aku bergegas antre ke kamar mandi dengan membawa seragam yang akan kupakai di hari ini. Selesai mandi aku langsung mengambil tas yang sudah aku persiapkan tadi malam dan menuju ke masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah yang dipimpim langsung oleh almukarram dan melanjutkan perjalanan menuju lingkungan sekolah.
Pukul tujuh tepat para pembimbing pun mulai memasuki ruangan guna kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sudah hampir mau ujian ini.Tak terasa jam istirahat yang dinantikan banyak santri ini sudah sampai pada waktunya.
“Deny, anterin aku ke asrama ambil buku yuk?,” ucapku mengajak Deny yang masih bangun dari mimpinya.
“Haaaah, oke deh tapi Rohim mau sekalian diajak nggak?,” Jawab Deny yang masih setengah sadar.
“Boleh sih kalo Rohimnya gampang dibangunin”.
Deny yang masih bangun tidur mencoba membangunkan Rohim tetapi pasrah karena sulit sadarnya. Akhirnya Aku dan Deny memutuskan untuk ke asrama guna mengambil buku yang tertinggal. Ditengah jalan kami berdua berjumpa dengan seorang Bapak tua yang bertanya kepada kami.
“Dek apa kalian kenal dengan santri yang namanya Rohim?,” tanya Bapak tersebut.
Kami berdua pun langsung menjawab pertanyaan bapak tersebut.
“Oh Rohim, kebetulan dia teman sekelas kami pak, ada yang bisa kami bantu?”.
“Tolong panggilkan Rohim suruh kekantor, nanti saya tunggu disana,” ucap Bapak tua yang terlihat tergesa-gesa.
“Baik pak, kami panggilkan dulu ya pak,” sembari menjawab Bapak tua itu. Kami berdua bergegas menuju ke ruang kelas lagi untuk membangun kan Rohim yang sudah ditunggu oleh bapak tua yang kebingungan.
“him…him…him….., bangun woi ada bapak-bapak tuh yang nyariin lo!,” Teriak Deny sambil membangunkan Rohim.
“Yang bener aja, masak akhir bulan gini ada yang sambangin aku,” jawab Rohim dengan nada tinggi dan masih setengah nggak percaya.
“Udah yang penting lo kesana aja dulu, udah ditungguin dari tadi soalnya,” ucapku agar Rohim segera ke kantor. Kami bertiga pun keluar dari kelas, Rohim menuju ke kantor untuk menemui seseorang dan aku dengan Deny kembali menuju asrama.
Singkatnya, jadwal sekolah pun sudah selesai .Dibawah terik matahari dengan dibarengi adzan sholat dzuhur yang biasa dikumandangkan oleh bapak Yoko pengurus . Para santri putra bergegas pulang ke asrama dan melanjutkan sholat berjamaah di masjid. Selesai Sholat ada sedikit pengumuman yang menyampaikan berita duka atas meninggalnya ibu dari saudara Rohim. Aku dan Deny pun kaget mendengar kabar duka tersebut.
“Gimana nih bi, mau ta’ziah kerumah Rohim nggak?,” Ucap Deny yang merasa cemas mendengar kabar tersebut.
“Tapi…., Posisi kita di pesantren Den, masak kita mau kabur”.
“Gimana kalo liwat jalur belakang, nanti diaam-diam aja nggak usah bilang anak kamar. Aman kok tenang aja,” Ucap Deny sambil merayuku agar mau diajak ta’ziah.
“Gimana ya, emmmm…. Yaudah deh ikut kamu aja,” jawabku sambil merasa bingung takut.
Akhirnya kami berdua memutuskan untuk ta’ziah kerumah Rohim dengan liwat jalur belakang a (kabur dari pesantren). Seusai makan siang Aku dan Deny pun bergegas ganti baju dan bersiap- siap kabur secara diam-diam.
“Tob buruan ayo!,” Ajak Deny dengan tergesa-gesa.
“Iya ini lagi pake sarung gue, sabar ngapa,” Ucapku sambil memakai sarung.
Aku dan Deny bergegas melewati kamar mandi dan langsung lompat pagar belakang. Seusai lompat kami berdua lajut berlari menuju jalan raya dengan jarak kira-kira 5 km dengan melintas berbagai Hutan, sungai, sawah, hingga perkampungan sebelah. Setengah jam perjalanan dengan penuh kepanikan dan takut dengan keamanan pesantren akhirnya kami sampai di jalan raya. Angkutan umum antar kota yang kami tunggu akhirnya datang dan kamipun langsung naik keatas. Tetapi ketika kami menginjakan kaki ke angkota ada seseorang yang memanggil kami berdua.
“He…. Mau kemana kalian berdua?,” Ucap seorang yang tegas dan gagah menghadang kami.
Kami berdua pun tidak bisa menjawab apapun dan hanya pasrah kepada pengurus keamanan. Akhirnya kami tidak jadi naik dan ikut pengurus keamanan menuju kantor asrama dengan mobil pesantren untukntuk dmintai keterangan lebih lanjut.
Lima belas menit kemudian kami bersama pengurus sampai di kantor asrama dan langsung dimintai keterangan.
“Mau kemana sebenarnya kalian berdua?,” Ucap kepala keamanan dengan tegas.
“Anuu… Pak,” jawab Deny dengan penuh ketakutan.
“Jadi begini pak, sebenarnya kami berdua itu punya niat baik untuk datang ke rumah Rohim yang sedang berduka untuk ta’ziah,” tambahku untuk memperjelas keterangan yang diminta keamanan.
“Memang niat kalian berdua baik, tapi tidak dengan cara yang kalian lakukan!” Tegas keamanan mengenai perbuatan kami.
“Seharusnya kalo niat kalian begitu, bisa dibicarakan baik-baik dengan pengurus. Karena dari pondok sendiri juga ada perwakilan yang berta’ziah ke kediaman si Rohim. Bukan malah seenaknya sendiri!,” Imbuh pengurus keamanan tersebut.
Kami berdua pun mengakui kesalahan dan hanya pasrah kepada apa yang diputuskan pengurus keamanan.
“Oke, karena saya pikir kalian semua tau apa salahnya. Jadi konsekuensi nya untuk kalian ya sesuai peraturan saja yaitu penjara enam jam ditambah bersih-bersih area pondok selama satu minggu,” ucap keamanan dengan tegas.
“Iya pak, kami mengaku bersalah dan akan menjalankan konsekuensinya,” ucap kami berdua dengan penuh kesalahan.
Lanjutnya Aku dan Deny menyetujui konsekuensinya dan menjalankan hukuman sesuai yang diberikan.