Menjelang OPAK, Perilaku Indisipliner Perlu Ditakhlukan

Peserta OPAK dikoordinir langsung oleh kakak asuh.
Peserta OPAK dikoordinir langsung oleh kakak asuh.
Peserta OPAK dikoordinir langsung oleh kakak asuh di halaman kampus tiga IAIN Salatiga.

Kampus adalah dunia yang baru bagi para siswa lulusan SMA/MA/SMK sederajat. Dibutuhkan suatu media yang mampu membantu para mahasiswa baru untuk mengenal kampusnya. Hadirnya Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) adalah salah satu ajang bagi para mahasiswa baru untuk beradaptasi dengan lingkungan kampus studinya. Selain itu OPAK adalah sarana pembentukan karakter mahasiwa, dimana dia harus mulai mengubah pola pikir individualnya menjadi pola pikir global sebagai salah satu agent of change.

Tak terkecuali di IAIN Salatiga, OPAK adalah salah satu acara tradisi yang turun temurun dilaksanakan. Panitia telah dibentuk, fasilitator sudah ditunjuk dan para peserta pun telah menyelesaikan registrasi dan pembayaran kegiatan sebesar Rp.135.000,-. Nominal tersebut dapat dikatakan standar dengan berbagai perlengkapan dan acara yang diakomodir oleh panitia meliputi kaos, buku, dan administrasi penunjang kegiatan.

Kegiatan pertama dari rangkaian acara OPAK adalah wawancara pra OPAK. Kegiatan ini dilaksanakan guna mengetahui kemampuan mahasiswa baru dalam berbagai bidang. Mulai dari kebahasaan, keislaman, keorganisasian, serta analisa diri dan sosial. Disini pula potensi para mahasiswa baru digali untuk mencari bibit-bibit unggul yang berpotensi mengharumkan nama kampus di masa mendatang. Maka dari itu, ini adalah kegiatan yang sangat bermanfaat baik bagi pihak mahasiswa untuk mengetahui kemampuan dirinya, serta pihak kampus untuk dapat menemukan bakat dan minat mahasiswa baru.

Sayangnya, yang perlu disoroti dari kegiatan wawancara yang dilangsungkan 4 hari ini, adalah efektifitas dan pembagian waktu serta pemilihan tempat wawancara. Tidak ada kejelasan pengaturan waktu bagi seluruh mahasiswa dalam menyelesaikan 4 bidang dalam waktu 4 hari. Akibatnya pada hari pertama, kampus 3 IAIN Salatiga yang merupakan tempat penyelenggaraannya, dipenuhi oleh ribuan mahasiswa baru lengkap dengan para walinya. Kampus terasa kelebihan kapasitas, apalagi wawancara hanya dipusatkan di satu lantai gedung Ahmad Dahlan. Hingga siang hari, lantai tersebut masih dipenuhi oleh para mahasiswa baru yang ingin segera menyelesaikan wawancaranya. Hal ini sangat kontras dengan hari kedua wawancara dimana penulis menemukan pada waktu sebelum tengah hari, tempat pelaksanaan wawancara sudah mulai lengang, apalagi dengan hari ketiga dan keempat, jumlah mahasiswa baru yang melakukan wawancara berbeda jauh dengan hari pertama.

Kegiatan selajutnya dalam masa pra-OPAK adalah gladi acara seremonial pembukaan OPAK, yang dilangsungkan dua hari setelah wawancara usai. Manajemen waktu yang buruk perlu menjadi bahan sorotan. Berdasarkan jadwal, acara dilasanakan pukul 13.00, akan tetapi yang terjadi di lapangan adalah keterlambatan acara sampai kurang lebih satu setengah jam. Apalagi waktu banyak terbuang untuk perapian barisan masing-masing kelompok. Padahal alangkah baiknya, jika formasi kelompok sudah diumumkan dan ditempelkan sebelum gladi dimulai. Imbasnya, banyak mahasiswa yang jatuh sakit ataupun pingsan. Sebenarya, hal ini dapat diminimalisir dengan efektifitas manajemen waktu oleh panitia. Perlu diingat pula, bahwa OPAK adalah sarana pembentukan karakter bagi mahasiswa baru memasuki jenjang kampus. Secara tidak langsung, keterlambatan acara gladi sebesar kepanitian OPAK adalah pelajaran dan warisan yang buruk bagi generasi selanjutnya karena mengenalkan ketidakdisiplinan atau rubber time kepada para mahasiswa baru. Tentunya kedepannya kita berharap, agar persiapan kegiatan OPAK dalam setiap sisinya dapat ditingkatkan menjadi lebih baik. (Hafik/Red)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *