Oleh : Riyan saputra
Berbagai kasus terkait virus Covid-19 sudah menyebar dengan pesat ke penjuru dunia. Banyak para ilmuwan dan juga dokter berlomba-lomba menciptakan obat penyembuh terhadap virus tersebut, supaya penyebarannya tidak semakin merajalela dan semakin meluas.
Remdisivir merupakan obat yang dikembangkan oleh Perusahaan Bioteknologi yang berada di Amerika Serikat, Gilead Sciences. Sebelumnya obat tersebut diperuntukkan guna melawan dan memerangi virus Ebola yang berada di Afrika Barat pada tahun 2013.
Seiring berjalannya waktu, obat ini digunakan untuk mengatasi pasien SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan juga MERS (Middle East Respiratory Syndrome).
Sementara itu, Menurut Dikjen Keseharan Malaysia, Noor Hisham Abdullah bahwa obat Remdisivir memiliki banyak kandungan senyawa, yang mana terjadi pengkombinasian terhadap dua obat, yakni HIV (Human Immunodeficiency Virus) Lopinavir dan Ritonavir kemudian dengan tambahan Interferon-Beta.
Awalnya virus ini muncul di Wuhan, China dengan penularan yang begitu cepat. Para ilmuwan melakukan berbagai penelitian untuk menangkal penyebarnya, dengan meracik atau mencampur obat Remdisivir dengan obat Malaria guna memutus mata rantai Covid-19.
Adanya obat tersebut yang mampu mereda kondisi ini, banyak para ilmuwan dunia yang meneliti terkait obat Remdisivir. Namun, negara China telah menggunakan Remdisivir sejak 21 Januari lalu karena ampuh sembuhkan Covid-19.
Tetapi obat tersebut belum boleh dan disetujui untuk dipakai karena belum terjamin keakuratannya, dan para ahli kesehatan tidak menganjurkan guna mengakhiri pandemi Covid-19 , yang kemungkinan memiliki efek samping dalam pemberian obat tersebut.
Menurut Otorisasi Regulator, National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa obat Remdisivir dapat mempersingkat waktu pemulihan sekitar empat hari. Lalu menurut pendapat Gilead terkait obat tersebut bahwa dalam pemulihan, selama enam sampai sepuluh hari banyak pasien yang akan sembuh.
Pemerintah Amerika Serikat pun sudah mengirim beberapa obat Remdisivir, yang berjumlah sekitar 600.000 botol ke Otoritas Kesehatan di New Jersey, Illinois, Michigan, dan tiga negara lainnya dan nantinya akan dibagikan kepada negara yang berjuang penuh di tengah keadaan sekarang.
Namun untuk saat ini obat tersebut tersisa 200.000 ribu saja yang mana hanya dibagikan, kepada tenaga medis terdepan dan apoteker dalam penjelasan nya kepada CNN. Setelah negara China dan juga Amerika Serikat, akhirnya jepang pun sepakat untuk menyetujui obat Remdisivir sebagai penawar virus Covid-19.
Tetapi bukan hanya obat Remdisivir saja yang disetujui, obat Avigan (Favipiravir) pun diizinkan guna meredam terhadap virus Covid-19, yang dikembangkan oleh Toyama Chemical dengan syarat telah teruji klinis, yang melibatkan seratus pasien yang menghasilkan perubahan yang besar.
Maka, terkait dengan penggunaan obat malaria yakni Remdisivir harus perlu dikaji dan pengujian, yang sangat benar dan akurat supaya obat tersebut dapat memutus mata penyebaran terhadap virus Covid-19.