Sumber Foto: Celebritis.id
Oleh: Malika Ainda Faiqotil Baroroh
Siapa yang tidak kenal dengan grup musik Jogja Hiphop Foundation (JHF). Grup musik yang didirikan oleh Marzuki Mohammad alias Kill the DJ pada 2003 itu memproyeksikan dirinya untuk mengakomodasi kru-kru hiphop di Yogyakarta yang berbahasa Jawa, salah satu karya yang paling popular dari JHF yaitu Lagu Cintamu Sepahit Topi Miring. Lagu Cintamu Sepahit Topi Miring menjadi salah satu lagu yang viral dan populer di media sosial seperti Tik-tok dan Instagram. Meski Lagu Cintamu Sepahit Topi Miring ini dirilis pada 11 Januari 2013, namun lagu ini kembali viral dan kerap dicari banyak orang.
Video klip musik ini pertama kali diunggah melalui akun Youtube Kill The TV. Video yang sudah lama diunggah tersebut kini telah ditonton oleh 14 juta orang. Lagu ini biasanya digunakan para content creator sebagai backsound video yang mereka unggah. Selain musiknya yang asyik, lagu cintamu sepahit topi miring ini ternyata memiliki makna yang dalam loh. Arti lagu ini menceritakan kehidupan manusia yang sering berubah-ubah.
Dikutip dari beberapa sumber ternyata lirik lagu ini diambil dari puisi karya Shindunata, Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J., atau lebih dikenal dengan nama pena Sindhunata merupakan seorang penulis, redaktur majalah dan imam katolik. Sindhunata pernah bekerja sebagai wartawan Harian Kompas, menulis komentar tentang sepak bola, dan berbagai masalah kebudayaan.
Puisi-puisi yang ditulis Sindhunata dalam kumpulan puisinya, yaitu Air Kata-Kata (2003) sebanyak 13 telah digunakan sebagai lirik lagu rap berwarna musik Jawa, seperti: “Ora Cucul Ora Ngebul”, “Rep Kedhep”, dan “Cintamu Sepahit Topi Miring.” Tulisan beliau yang paradoks menjadi hal unik, yang dikemas sangat luwes dan saling bertaut kuat. Bahkan kita terheran-heran apa maksud dari lagu ini.
Kata-kata yang serasa dibuat semaunya sendiri oleh sang penullis terkesan tidak nyambung dan susah dipahami maknanya. Namun jangan salah, ibarat kata “jangan menilai buku dari covernya” lirik lagu yang terkesan seksisme tersebut ternyata memiliki makna yang dalam. Lirik lagu ini diawali dengan kalimat “Sengkuni Leda-lede mimpin baris ngarep dewe, Eh barisane menggok Sengkuni kok malah ndheprok” seperti yang kita kenal sengkuni merupakan tokoh antagonis diperwayangan yang memiliki sifat kejam, jahat, dan suka menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Barisannya menggok karena mabuk dan tidak menjalankan apa yang menjadi tugasnya. Begitu pula punakawan yang seharusnya menjadi pamong dan merupakan jelmaan seorang dewa malah petruk ikut mabuk dan semar pun menjual ciu cangkol. Bukankah setiap makhluk harus menjalankan tatanan kehidupan masing-masing? Hanya karena mabuk semua menjadi bobrok dan tidak berjalan apa yang menjadi mestinya.
“Langit senja di pantai Baron matahari tenggelam di dalam kemaron” langit senja menggambarkan usia dari si Ranto Gudel yang sudah tua. Lirik lagu tersebut seperti menceritakan si ranto gudel yang selalu mabuk-mabukan dengan menggambarkan apa yang ada dipikiran dia. Lirik “Lapen ciu cangkol arak bekonang dituang Botol cangkol dipasangnya setiap sudut rumah Apa guna tuk takut tikus-tikus rupanya Oh mengenang bayangan di masa tuanya Ciu cangkol hanyalah spiritus tuk usir tikus Padahal dulu ku meminumnya sampai mampus,” salah satunya. Dia melamun membayangkan dulu sering mabuk-mabukan dengan ciu tapi sekarang botol tersebut hanyalah untuk menakut-nakuti tikus. Kisah cinta terhadap ke empat istrinya pun serasa tidak abadi karena hampir saja dia bercinta dengan setan yang berdandan bidan.
Ranto Gudel menyesal hidup di masa tuanya karena dulu sering mabuk-mabukan yang apalah daya hanya sia-sia. Roda hidup kehidupan akan terus berputar maju, tidak perlu menunggu waktu menjadi manusia tua berjenggot panjang bertopi miring dan duduk diam meratapi langit. Merelakan diri melihat anak muda yang sedang melakukan apa yang dulu dilakukannya (mabuk).
Sesekali ada humor yang diselipkan dalam lagu ini yang menggambarkan kehidupan manusia yang sangat tragis dan harus menerimanya dengan lapang dada. “Memang enak jadi wedhus daripada manusia Bila mati dikubur di gundukan tanah Kepalanya dikencingi wedhus yang merumput Nasib manusia hanya sengsara”. Dalam lirik tersebut memang lebih enak menjadi wedhus bisa mengencingi manusia yang dikubur dalam tanah yang membawa segudang penyesalan. Hingga dalam kubur dia merasa sesak dengan sesal dan sekali lagi lupa untuk apa.
Disinyalir dari akun Instagram JHF postingan pada tanggal 31 Agustus 2022 mereka menjelaskan bahwa arti lirik lagu cintamu sepahit topi miring merupakan sebuah puisi karya Sindhunata yang isinya mengenang dedikasi seorang tokoh komedian legendaris Ranto Gudel dari Surakarta. “lirik tersebut sebenarnya sebuah puisi karya Sindhunata dari buku Air Kata-Kata. Puisi yang ditulis untuk mengenang dediikasi Ranto Gudel, seniman actor dan comedian kethoprak yang sangat legendaris asal solo (Surakarta), itu kenapa Sriwedari dan Bekonang disebut,” jelasnya.
Ranto Gudel merupakan bapak kandung dari Mamiek Srimulat dan Didi Kempot sang penyanyi lagu campursari yang kita kenal sebagai Godfather of Broken Heart. Darah seni hidup dan menghidupi keluarga tersebut. Topi miring sendiri bukanlah topi hip-hop yang dipakai miring, melainkan merk miras legendaris yang dulu sangat popular.