Sumber foto: Freepik.com
Oleh: Diana Shinta
Seiring berkembangnya zaman, generasi muda mengalami transisi yang berdampak cukup besar pada sendi-sendi kehidupan disegala bidang. Lalu, bagaimana peran generasi baru memfilter adanya media-media yang bermunculan di era pandemi ini? Bukankah generasi muda yang menjamin kemajuan bangsa Indonesia sendiri?
Bagaimana kualitas Generasi Baru di Era Pandemi?
Saat ini, generasi muda mengalami pergeseran yang cukup miris dan perlu perhatian bagi bangsa Indonesia. Kualitas generasi muda semakin mengkhawatirkan, apalagi dengan adanya wabah covid-19 yang banyak mengalami pergeseran, bahkan Indonesia sendiri mengalami penurunan yang drastis terutama dalam bidang pendidikan.
Dilansir dari mediaindonesia.com, pada Minggu (5/9), dapat kita lihat dalam data survei UNICEF pada awal Juni terhadap 4.016 responden dari 34 provinsi dengan rentang usia 14-24 tahun, 69% merasa bosan belajar di rumah (BDR). Selama BDR responden mengalami dua tantangan utama, yakni 35% kesulitan akses internet dan 38% kurang bimbingan guru. Kemudian 62% membutuhkan dukungan kuota internet dan 26% membutuhkan dukungan guru.
Sementara itu, 87% responden ingin segera kembali kesatuan pendidikan dengan berbagai alasan. Diantaranya, sebanyak 61% senang dengan metode belajar tatap muka, 51% rindu teman dan 48% bosan di rumah. Sedangkan 59% responden mengaku belum ingin kembali kesatuan pendidikan karena khawatir terpapar covid-19. Sekitar 20% tidak memliki biaya dan 1% takut perundungan. Meski banyak yang ingin kembali kesatuan pendidikan, namun sebanyak 50% responden menilai pembelajaran tatap muka sebaiknya dimulai setelah kasus covid-19 menurun. Adapun 25% berpendapat belajar tatap muka dimulai saat tahun ajaran baru.
Melihat data tersebut, menunjukkan dampak yang cukup besar terhadap menurunnya kualitas setiap generasi muda yang tidak memaksimalkan proses belajar mengajar yang berlangsung selama pandemi.
Bagaimana Peran Generasi Baru di Era Media Baru?
Generasi baru menjadi sorotan terpenting, apalagi banyak media-media yang terus berkembang pesat seiring berputarnya waktu. Bagi sebagian orang, munculnya media-media baru ini banyak memberi dampak negatif pada masyarakat khususnya generasi muda. Media baru yang bermunculan banyak disalahgunakan generasi muda dengan mengakses hal-hal yang tidak seharusnya mereka konsumsi dan melihat konten-konten yang tidak sesuai dengan usianya.
Dapat kita lihat saat ini, mengakses sosial media sudah menjadi aktivitas untuk mengisi waktu luang. Pertemuan antara generasi muda dengan media baru banyak memunculkan perubahan sosial yang berpengaruh pada segi moral, akhlak maupun kepribadian generasi muda. Dilansir dari Kompas.com Dalam laporan berjudul Digital 2021: The Lates Insights Into The State Of Digital itu, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta diantaranya telah menggunakan media sosial. Dengan demikian, angka penetrasinya sekitar 61,8%. Angka pengguna aktif media sosial di Indonesia tersebut tumbuh sebesar 10 juta atau sekitar 6,3% dibandingkan bulan Januari 2020. Dalam periode yang sama, pengguna internet di Indonesia tumbuh 27 juta atau 15,5% menjadi 202,6 juta. Generasi millennial yang umum disebut generasi Y dan generasi Z mendominasi penggunaan media sosial di Indonesia yang paling banyak berasal dari kalangan muda dengan rentang usia 25-34 tahun. Hampir semua (99,1%, 168,5 juta) pengguna media sosial mengakses lewat perangkat mobile seperti smartphone.
Data tersebut membuktikan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia setiap harinya mengakses melalui smartphone 12 jam dalam sehari. Hal ini sangat berpengaruh pada generasi muda yang didukung adanya media-media baru.
Adapun media-media baru yang sering diakses generasi muda yaitu YouTube, WhatsApp, Instagram, Facebook dan lain sebagainya. Hal ini dapat kita lihat grafik berikut ini;
Peran generasi muda di era media baru yakni sebagai generasi baru harus jeli terhadap informasi-informasi yang beredar, dengan cara memfilternya terlebih dahulu sebelum dikonsumsi publik. Apakah suatu berita itu layak atau hanya ingin menyebarkan berita hoax yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sebagai generasi yang digadang-gadang sebagai agent of change tidak hanya mengkonsumsi berita-berita yang beredar di berbagai platform media sosial tanpa ada data-data yang valid.
Bagaimana Dampak Adanya Media Baru bagi Generasi Baru?
Media baru mengakibatkan tergesernya tatanan literasi yang semakin menurun drastis, adanya gadget yang dimiliki setiap orang, bahkan anak-anak sekalipun kini sudah memiliki gadget. Hal tersebut sangat berpengaruh besar pada karakter generasi baru. Pasalnya nilai-nilai literasi tak lagi ditanamkan sejak dini dalam hal membaca ataupun menulis, kini semakin pudar dan ditinggalkan. Kaum muda sendiri seperti halnya mahasiswa melek literasinya semakin minim.
Generasi baru yang bijak seharusnya mengetahui bagaimana menyikapi adanya media-media baru yang bermunculan, tanpa meninggalkan budaya literasi yang menjadi sumber ilmu atau wawasan bagi genersi-generasi atau pemuda Indonesia. Budaya membaca ini perlu ditingkatkan, agar generasi muda dapat mengoptimalkan perannya demi kemajuan bangsa Indonesia.
Data terbaru Januari 2020, UNESCO menyebutkan Indonesia menjadi urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca masyarakat sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih dominan mengonsumsi bacaan yang ada fitur-fitur gadget atau aplikasi lainnya.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, generasi baru harus berperan secara optimal dan bijak dalam menggunakan media baru yang terus bermunculan agar tidak merenggut kemajuan bangsa Indonesia.