Sumber Gambar: Kemenag.go.id
Klikdinamika.com, Peraturan Menteri Agama (PMA) Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementrian Agama (Kemenag) telah diterbitkan oleh Kemenag, Selasa (18/10/2022).
Dilansir dari laman Kemenag.go.id, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menandatangani PMA No 73 tahun 2022 pada tanggal 5 Oktober 2022 dan mulai diundangkan sehari setelahnya.
Dengan penandatanganan PMA tersebut, juru bicara Kemenag Ana Hasbie mengungkapkan rasa syukurnya setelah PMA No 73 tahun 2022 Kementerian Agama resmi terbit.
“Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022,” terang Jubir Kemenag Anna Hasbie di Jakarta, Kamis (13/10/2022).
PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Satuan Pendidikan itu mencakup pendidikan formal, nonformal, dan informal yang meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
Terdiri dari tujuh bab, ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; dan ketentuan penutup. Total ada 20 pasal.
PMA ini, kata Anna, mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Ada setidaknya 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
Melansir dari Tempo.co, mengutip Bab II, Bentuk Kekerasan Seksual Pasal 5 ayat 2 dijelaskan 16 bentuk yang meliputi; a) Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan secara fisik kondisi tubuh atau identitas gender; b) Menyampaikan ucapan seperti berupa rayuan, lelucon, dan siulan yang bernuansa seksual; c) Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; d) Menatap tanpa izin dengan nuansa seksual atau tidak nyaman;
e) Mengintip atau dengan sengaja melihat seseorang yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi atau pada ruang yang bersifat pribadi; f) Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja; g) Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh seseorang yang disebut korban; h) Melakukan percobaan pemerkosaan; i) Melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
j) Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual; k) Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi; l) Membiarkan terjadinya kekerasan seksual; m) Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; n) Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban; o) Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual korban yang bernuansa seksual; p) Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan.
Anna juga menjelaskan secara singkat apa saja yang termasuk di dalam bentuk Kekerasan Seksual.
“Menyampaikan ucapan yang merayu, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual,” jelas Anna.
“Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau mengalami ketidaknyamanan,” sambungnya.
Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan Pendidikan antara lain mengharuskan adanya sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat dan orang tua peserta didik.
“Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, perlindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban,” tegas Anna.
“Terkait sanksi, PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi,” pungkasnya. (Parid/Ramzy/Red)