Girl From Nowhere: Mengupas Sisi Gelap Pendidikan

Sumber Foto: Amino App

Oleh: Fajar Saputra

Girl From Nowhere (GFN) adalah series Thailand bergenre thriller, misteri, dan horor yang diproduksi oleh studio SOUR, Bangkok. Tokoh utama dalam series ini merupakan seorang perempuan yang bernama “Nanno”, diperankan oleh Chicha Kitty Amatayakul.

Series ini dirilis menjadi 2 season dan pernah menyandang label “Netflix Show” peringkat pertama yang paling banyak ditonton di negara Thailand, Vietnam, dan Filipina. GFN memiliki total 21 Episode–untuk dua season–yang menceritakan problematika berbeda-beda tiap episodenya. Satu hal aneh yang cukup menarik perhatian, adalah series ini menggunakan genre yang tidak biasa, untuk mengungkap sisi gelap pendidikan. Hal ini membuat penulis mengingat  perkataan Eko Prasetyo di kegiatan Pendidikan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) tahun 2024, bahwa pengandaian menulis fantasi itu pasti tidak mungkin, tetapi penting untuk sebuah perbandingan. Dengan cara ini, GFN berhasil menyampaikan beberapa urgensi, yang terkadang dilupakan oleh dunia pendidikan kita. Fakta menarik lainnya, bahwa GFN mengangkat beberapa kasus nyata untuk dijadikan salah satu episode yang ada pada series GFN.

Penulis dalam resensi ini, akan membahas secara singkat 2 Episode GFN. Salah satu dari dua episode tersebut diangkat dari kisah nyata, yaitu Ugly Truth. Sementara, satu kasus lainnya merupakan episode yang meninggalkan pembelajaran yang dalam, jika ditinjau secara serius.

Season 01 Episode 01: Ugly Truth

Pada episode Ugly Truth, secara singkat menceritakan tentang seorang guru di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengajarkan dan mengedepankan soal kesucian, bermeditasi, dan kembali pada ketenangan. Hal kitu dilakukan untuk menenangkan diri, sehingga menciptakan citra ‘baik dan suci’ pada SMA ini. Miris, sebab pada akhirnya guru tersebut terungkap menjadi pelaku dari pelecehan dan menghantui banyak murid.

Pada Ugly Truth, ditunjukkan realitas yang terjadi saat ini; ruang untuk keamanan bagi peserta didik masih meninggalkan banyak PR yang harus diselesaikan. Masih banyak korban pelecehan yang berasal dari kalangan siswa. GFN seakan-akan memberikan reminder kecil, pada isu pelecehan seksual di dunia pendidikan yang sering mencuat.

Episode Ugly Truth ini diangkat berdasarkan kisah nyata, yang terjadi di Thailand pada 2016. Lebih spesifiknya lagi, dari kasus sekolahan Suankularb Wittayalai School. Pada episode ini, diakhiri dengan pembalasan Nanno dengan tidak menghilangkan esensi reminder dan kritis terhadap keamanan ruang sekolah bagi peserta didiknya meskipun ada adegan tidak penting yang di tambahkan.

Season 01 Episode 02: Apologize

Episode Apologize menceritakan tentang pindahnya “Nanno” ke sebuah SMA baru. Nanno sempat berteman dengan dua orang perempuan bernama Taew dan Itime.

Pada awalnya, hubungan mereka berjalan baik, tetapi hal itu hanya berjalan sebentar. Sebab, Itime yang memiliki badan lebih gemuk dari Nanno menjadi korban body-shaming dari teman-temannya yang lain–mengingat dia selalu berada di sekeliling Nanno. Ditambah, Hok–lelaki yang disukai Taew–menunjukkan ketertarikan kepada Nanno. Hok yang semakin gila terhadap Nanno, serta perasaan buruk Itime dan Taew membuat mereka menjebak Nanno dan membuat Nanno mengalami hal yang mengerikan.

Satu kalimat atau kata, yang terus diulang pada episode kali ini, adalah tentang esensi permintaan maaf—hal yang sering dilupakan oleh banyak orangketika menanamkan permintaan maaf. Kita selalu diajarkan  untuk menggunakan 3 kata ajaib: maaf, terima kasih, dan tolong. Tetapi, dalam series ini, ada sebuah tamparan bagi orang-orang yang mudah sekali mengucapkan kata maaf, namun melupakan fungsi asli kata maaf itu sendiri. Kata maaf seakan dijadikan sebuah penghapusan dosa, bukannya menimbulkan sebuah kesadaran diri, yang diwujudkan dalam upaya tidak melakukan kesalahan yang sama. Pada realitanya, banyak orang yang memang hanya mengucapkan maaf tanpa benar-benar memaknainya.

“Kita diajarkan untuk meminta maaf supaya bisa membuat kesalahan yang lain.” –Nanno, Girl From Nowhere

Jika ditarik lebih panjang lagi, hal ini menjadi sebuah pukulan fatal. Kita mungkin sering diajarkan untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, tanpa benar-benar tahu kenapa kita meminta maaf. Kita diajarkan untuk melakukan sesuatu, tanpa benar-benar tahu esensi dari hal yang kita lakukan. Sampai di sini, pendidikan menjadi penting. Pendidikan tidak selalu terbatas pada standar sekolah, tapi juga dari kemauan pribadi untuk selalu bertanya dan berpikir: kenapa saya melakukan ini? Apa tujuannya? Sebab, jika kita tidak tahu esensi dari hal yang kita lakukan, kita menjadi mudah dipengaruhi orang lain. Kita menerima semua hal begitu saja, tanpa ada pertanyaan balik.

GFN masih banyak mengandung tema-tema yang dapat di-eksplore. Tentunya, tema-tema tersebut berkaitan dekat dengan pendidikan, karena hampir semua latar dalam GFN terikat dengan masa SMA. GFN secara singkat dapat dinikmati, tanpa perlu memikirkan banyak hal. Penonton selalu dipuaskan dengan adegan balas dendam yang “renyah” untuk dilihat. Hal mengerikan dan mengagumkan dalam GFN adalah bisa menyenangkan penontonnya, sembari memberikan pesan dengan cara tak biasa. Seperti pada makna pembalasan dendam yang renyah, jika ditinjau lebih dalam lagi, hal ini merupakan sebuah pendidikan dan pengajaran bahwa apapun yang kita lakukan akan kembali lagi pada kita.

Sebuah koin selalu mempunyai dua sisi, begitu pula series ini. Ada kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Series ini dengan apik menyajikan pesan moral yang berbeda pada tiap episode. Pun pesan moral disampaikan dengan cara yang tidak biasa, sehingga tidak membuat penonton lantas bosan dan terkesan klise. Akting yang on point dari para aktor, membuat series ini bisa membawa penonton untuk ikut merasakan emosi yang ditampilkan oleh masing-masing karakter.

Sementara, hal yang menjadi kelemahan series ini terletak adegan-adegan tidak penting yang sesekali terselip dan membuat penonton bertanya-tanya soal esensi adegan tersebut pada alur cerita. Pun pesan moral yang disampaikan terkesan kabur, karena alur yang terlalu gila. Hal lainnya berkaitan dengan beberapa adegan yang disajikan terlalu sadis, sehingga bisa mendistraksi penonton.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *