Potret kendaraan bermotor penyebab tingginya polusi udara di Indonesia (Sumber Foto: Pinterest).
Oleh: Joysi Rain Rosadi
Transportasi umum seperti Angkutan Kota (Angkot), kereta api, dan bus kota tercatat pernah menjadi pilihan utama masyarakat untuk berpergian. Namun, di era sekarang, transportasi umum tak lagi menjadi pilihan satu-satunya masyarakat untuk memenuhi mobilitas pribadi. Kini, sudah tak mengherankan lagi, jika kita melihat banyaknya kendaraan beroda dua yang ber-sliweran memenuhi jalanan. Bahkan, populasi sepeda motor di Indonesia tertinggi, jika dibanding kendaraan-kendaraan lain seperti mobil, unit mobil besar dan unit bus. Sekitar 153.400.392 unit motor aktif tercatat di Indonesia menurut data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) yang diambil dari situs gaikindo.or.id tahun 2023. Tentu jumlah ini bakal terus mengalami kenaikan secara terus menerus, mengingat pabrikan otomotif cukup konsisten meluncurkan produk-produk baru untuk memenuhi pasar Indonesia.
Banyaknya pilihan variasi sepeda motor dan terjangkaunya harga sepeda motor di Indonesia, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sepeda motor lebih digandrungi masyarakat. Setidaknya, rata-rata masyarakat Indonesia mempunyai satu sepeda motor per keluarga. Kendati demikian, budaya menaiki transportasi umum sudah mulai luntur di Indonesia, tergantikan kendaraan pribadi khususnya sepeda motor. Padahal, dampak polusi yang dihasilkan dari sepeda motor berefek pada kerusakan lingkungan. Melansir situs cnbcindonesia.com menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), sepeda motor menjadi penghasil pencemaran udara tertinggi dibanding mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang dan bus.
Pulau Jawa: Populasi Kendaraan Bermotor Tertinggi di Indonesia
Menurut data dari situs Korlantas, Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah kendaraan terbanyak, dengan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor 92.036.868 unit, atau 59,67% persen dari total kendaraan di Indonesia. Kemudian, disusul Sumatera dengan dengan angka 31.782.883 unit. Sementara, Indonesia sendiri tercatat berada di urutan ketiga dengan pengguna sepeda motor terbanyak di dunia. Dengan besaran sekitar 85% dengan setiap keluarga di Indonesia memiliki setidaknya sebuah sepeda motor.
Sumber Foto: https://www.CNBCindonesia.com
Tidak mengherankan jika Pulau Jawa menjadi penyumbang terbanyak kendaraan bermotor, pasalnya Pulau Jawa juga padat penduduk. Melihat data dari situs Korlantas Polri, di bulan Januari 2024, sepeda motor memiliki minat tertinggi di beberapa wilayah khususnya Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jakarta. Saat ini, tidak ada aktivitas masyarakat yang terlepas dari adanya bantuan transportasi. Sehingga, menjadikan sepeda motor menjadi pilihan favorit alat transportasi yang terjangkau dan praktis. Tidak heran, kendaraan pribadi khususnya sepeda motor, kini telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat sekarang untuk perantara memenuhi kebutuhannya.
Kendaraan Pribadi (Sepeda Motor) Penyumbang Polusi Udara Terbanyak.
Dengan fakta-fakta yang sudah dipaparkan, dapat kita telaah bahwa masyarakat kita sekarang telah berubah kebiasaan untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Di sisi lain, kepemilikan kendaraan pribadi khususnya sepeda motor yang massif di masyarakat membuat sebuah masalah kerusakan lingkungan yang serius. Kendaraan pribadi telah menyumbang polusi lebih banyak. Polusi udara yang timbul, besar dampaknya dari populasi sepeda motor yang dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan. Menurut laporan Statistik Indonesia di 2023, yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya selama periode 2012-2022 jumlah sepeda motor di dalam negeri sudah bertambah sekitar 48,9 juta unit atau tumbuh 64%. Kondisi sepeda motor yang harus masih bergantung pada bahan bakar minyak (BBM) memberikan peran besar pada polusi udara. Tercatat subsidi BBM sebesar 53% di antaranya digunakan oleh kendaraan pribadi.
Menyorot Jakarta, kota ini tengah menghadapi masalah yang tidak bisa kita abaikan dalam hal polusi udara. Menurut situs IQAir di bulan Agustus 2023, Jakarta berada di posisi 3 teratas dengan tingkat kualitas udara terburuk di dunia. Mengingat, Jakarta menjadi kota tersibuk di Indonesia, tentu masyarakat akan sering keluar rumah. Hal itu miris unutuk kesehatan warga Jakarta yang harus menghirup udara kotor setiap hari dan mengancam kesehatan.
Menurur Sigit, dari situs Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar paling besar di Jakarta. Data itu menunjukkan sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta. Sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi di antara lainnya. Dengan populasi mencapai 78% dari total kendaraan bermotor DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta kendaraan. Bahkan, pencemaran udara di Jakarta dan sekitarnya telah mewabah selebihnya sudah berlangsung 3 dekade dengan berbagai dampaknya terhadap kesehatan, ekonomi, dan sosial. Sehingga, udara di Jakarta masuk dalam ketegori tidak sehat.
Berdasarkan laporan dari situs AQLI, polusi udara yang berisi partikel halus (PM 2.5) yang berpotensi menurunkan angka harapan hidup hingga 1,4 tahun dari usia kehidupan rata rata penduduk Indonesia. Jika diukur dari angka harapan hidup, yang dilansir dari situs BBC, menyajikan data keluaran oleh Chigago University, Global Burden Disease, dan World Healt Organization (WHO), polusi udara memuncaki ancaman terbesar kesehatan manusia, bahkan mengalahkan penyakit kronis dan infeksi ginjal.
Sebagai penyumbang polutan terbesar, sektor-sektor seperti kesehatan dan ekonomi akan terdampak yang paling signifikan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, otomatis populasi kendaraan pribadi yang akan meningkat terus menerus. Maka, masalah polusi udara juga akan sulit teratasi, khususnya di Jakarta.
Pembenahan Sektor Transportasi Umum
Mengatasi polusi udara tidak bisa dilakukan tanpa pembenahan sektor transportasi, walaupun masalah polusi udara tidak hanya sebatas dari sektor transportasi saja. Tentu dalam hal ini kita membenahi dahulu sektor penyumbang masalah polusi udara tertinggi di Indonesia. Merajalelanya kendaraan pribadi di warga Indonesia, tidak terlepas dari layanan transportasi umum yang belum memadahi, tidak terintegrasinya jalur secara menyeruluh. Hal lainnya yaitu belum terselesaikannya permasalahan perjalanan dari tempat asal menuju tempat tempat transit angkutan massal, serta perjalanan dari tempat transit massal menuju lokasi tujuan.
Sumber Foto: www.bfi.com
Melansir dari situs resmi Bisnis.com di salah satu beritanya, yang menyajikan analisis data dari Direktur Lalu Lintas Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), masyarakat di kota besar seperti Jakarta, Bandung, maupun Medan yang mengandalkan kendaraan umum untuk beraktivitas masih di bawah 20%. Membandingkan dengan Singapura dan Tokyo, sebesar 50% masyarakat menggunakan kendaraan umum. Bahkan, di negara tetangga kita saja, di Kuala Lumpur sudah di angka 20%-50%.
Dengan minimnya penggunaan transportasi umum, ditambah muncul fenomena pertumbuhan kendaraan pribadi, otomatis menaikkan pertumbuhan industri otomotif. Melihat dari data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang dilansir dari situs Bisnis.com, sektor otomotif melejit tumbuh hampir 11% di tahun 2022. Menjadi wajar jika angkutan umum mulai sepi dan ditinggalkan khalayak umum.
Seharusnya, yang paling penting konsep transportasi itu adalah: bagaimana cara memperbanyak perpindahan manusia? Bukan memperbanyak perpindahan kendaraan. Sehingga, efisiensi per kendaraan itu sangat penting. Melansir dari Kompas.com, jika dihitung satu kendaraan sepeda motor dapat mengangkut dua orang, menghasilkan sekitar 7 CO gram per kilometer. Lalu, mobil penumpang 1,71 CO gram per kilometer. Sedangkan bus menghasilkan 2,3 CO gram per kilometer. Artinya, kalau kita naik bus atau angkutan umum lainnya, kontribusi kita terhadap CO itu jauh lebih kecil dibandingkan kita naik kendaraan pribadi seperti motor.
Upaya yang Sudah Dilakukan
Kita tidak dapat menyalahkan kebiaasan masyarakat terus menerus, masyarakat hanya mengikuti arus zaman dan globalisasi. Pemerintah harus dituntut untuk menyediakan sarana dan prasarana transportasi umum yang baik, agar warga Indonesia bersedia beralih moda transportasi umum. Saat ini, seharusnya pemerintah mulai mempersiapkan beberapa cara untuk memperbaiki kualitas udara terutama di kota besar seperti di Jakarta.
Mass Rapid Transit (MRT), Light Rapid Transit (LRT), Teman bus, dll, merupakan terobosan terbaru yang bisa kita lihat dari transportasi umum. Layanan-layanan tersebut tentu dapat menjadi angin segar di tengah udara yang membahayakan kota-kota besar seperti Jakarta. Upaya yang juga dilakukan tahun lalu dengan menyemai 4.800 kilogram garam (NaCI) dan 800 kilogram kapur tohor (CaO) untuk memancing hujan di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), cukup berhasil dalam menurunkan kadar polusi udara. Tapi faktanya, hujan belum terbukti konkret bisa mengurangi polusi udara, langkah tersebut tentunya harus diantisipasi sampai akarnya. Kembali lagi, ujung-ujungnya memang diperlukan masyarakat memilih menggunakan transportasi umum untuk menekan kadar polutan udara.
Pemerintah juga sudah menerapkan penerapan aturan ganjil genap di wilayah Jabodetabek, semula untuk mengurangi polusi udara, namun itu juga kurang efektif. Pemerintah seharusnya meninjau dan mempertimbangkan, bahwa rendahnya pajak kendaraan pribadi jugalah yang mempengaruhi masyarakat mendorong pembelian kendaraan pribadi. Menurut Asosiasi Manufaktur Otomotif Eropa (ACEA) yang dilansir dari situs DDTCNews, menyebutkan total pajak yang dibayar atas kepemilikan kendaraan bermotor di Uni Eropa mencapai Rp.6.800 triliun. Di sisi lain, jika kita tarik dari berbagai sumber, salah satu negara Uni Eropa yaitu Denmark merupakan salah satu negara bebas polusi di dunia. Jika kita tarik kesimpulan, tentu jikalau pajak kendaraan tinggi, masyarakat tidak akan berbondong-bondong menggunakan kendaraan pribadi dan beralih kendaraan umum. Permasalahan polusi udara juga akan menurun, sehingga masalah polusi otomatis dapat teratasi menjadi lebih baik.
Kendaraan Pribadi Berbasis Listrik Nyatanya Dinilai Sama Saja
Akhir-akhir ini, pemerintah secara tiba-tiba terus mendorong dan mendengungkan alat transportasi alternatif yang dianggap ramah lingkungan berbahan bakar listrik, Bahkan, pemerintah jor-joran memberikan diskon pembelian kendaraan listrik kepada masyarakat. Pemerintah menjadikan kendaraan listrik sebagai solusi menurunkan polusi udara. Namun, jika kita telisik lebih jauh, kendaraan berbahan listrik tidak beda jauh dengan kendaraan berbahan bakar fosil (BBM) yang berkontribusi merusak lingkungan.
Sumber Foto: https://www.asuransisastra.com
Pasalnya, kendaraan berbaterai ini, jika kita lihat asal usulnya, listrik berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara–yang di satu sisi sama-sama menjadi sumber penyumbang polusi udara terbesar. Sama saja: ini solusi palsu, jika sumber energi yang digunakan untuk mengisi ulang tidak diganti dulu menjadi energi bersih.
Dilansir dari situs forestdigest.com, menurut analisis dan studi Center for Research and Clean Air (CREA) dari Finlandia, menyimpulkan bahwa kendaraan listrik tetap memproduksi polutan yang sama besarnya dengan kendaraan bensin dari energi fosil. Sebab, kendaraan listrik tetap memakai energi yang dihasilkan dari energi fosil, yakni batu bara. Masih di situs tersebut, Studi CREA pada 2019, mengamati produksi emisi kendaraan listrik di Jawa dan Bali. Mereka menemukan bahwa polutan kendaraan listrik tak jauh beda dengan kendaraan minyak. Hanya produksi CO2 yang berbeda secara signifikan antara dua jenis kendaraan tersebut.
Secara menyeluruh masalah polusi udara memang masih kompleks. Namun, harapan tentu harus tetap ada. Menengok isu-isu kerusakan lingkungan yang terus bermunculan, dengan meningkatnya pemerataan fasilitas transportasi umum, kendaraan bermotor milik pribadi lambat laun tergerus dan mungkin bisa ditinggalkan. Meskipun susah, masih ada waktu untuk melestarikan bumi kita tercinta yang terus memanas, demi generasi ke depan semakin lebih baik.