Tri Suci Waisak, Ketika Berbagai Mazhab Agama Buddha Menyatu

Sejumlah umat Budha mengikuti kirab saat prosesi kirab Waisak di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah (Sumber Foto: Kompas.com).

Oleh: Kurnia Anggraini/Kontributor

Perayaan Tri Suci Waisak 2568 B.E./2024 kembali dipusatkan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Umat Buddha dari berbagai mazhab hadir dalam momentum sakral ini pada 23 Mei 2024. Perlu diketahui, agama Buddha di Indonesia memiliki tiga mazhab besar, yakni Theravada, Mahayana, dan Vajrayana.

Pada masa Sang Buddha hidup, belum terdapat perbedaan pendapat yang melahirkan mazhab dalam ajaran Buddha. Sehingga, belum terjadi perbedaan interpretasi yang saling bertentangan terhadap ajaran yang disampaikan. Sebab, apa yang diuraikan oleh Buddha dapat langsung dikomunikasikan dan ditanyakan langsung kepadanya.

Setelah Buddha Parinibbana (red: menuju nirvana setelah kematian), mulai ada indikasi perbedaan interpretasi terhadap Dhamma dan Vinaya. Oleh karena itu, dilakukan Konsili Sangha I setelah tiga bulan Buddha Parinibbana untuk menjaga Dhamma dan Vinaya. Adanya konsili itu bukan berarti pertanda bahwa semua sepakat atas hasil dari konsili tersebut. Belum bersatunya kelompok Sangha yang mengusulkan perubahan Vinaya menimbulkan adanya Konsili II, yang ternyata juga tidak berhasil menyatukan Sangha. Dampaknya, munculnya berbagai mazhab.

Aliran Sthaviravada dan Mahasanghika merupakan dua aliran besar yang mengawali sektarian dalam Buddhisme. Kedua aliran ini masing-masing terpecah kembali ke dalam delapan belas aliran, yaitu sepuluh aliran dari Sthaviravada dan delapan aliran dari Mahasanghika.

Selanjutnya, golongan Sthaviravada dan Mahasanghika beserta alirannya sering disebut-sebut menjadi empat mazhab utama, yaitu: Sthaviravada dan Mahasanghika, serta dua mazhab lainnya, yaitu Sarvastivada dan Sammitiya (pecahan dari aliran Sthaviravada). Aliran Mahasanghika dan Sarvastivada merupakan aliran yang melahirkan aliran Mahayana, sedangkan aliran Sthaviravada sendiri merupakan aliran yang melahirkan aliran Theravada.

Masing-masing aliran memiliki perkembangannya, seperti Canon lengkap yang terdiri dari Sutta Piţaka, Vinaya Piţaka, dan Abhidhamma Piţaka. Tiap aliran memiliki penekanan yang berbeda dalam melaksanakan ajaran Buddha.

Salah satu perbedaan tersebut dapat dilihat dari tata ritual puja bakti, di mana mazhab Theravada yang berfokus dengan pembacaan Paritta (red: khotbah untuk perlindungan) menggunakan bahasa Pali. Mahayana dalam tutunan pujanya menggunakan bahasa Sansekerta dan Mandarin, sedangkan Tantrayana yang mempraktikan mudra, visualisasi, dan mantra secara bersamaan dalam setiap ritualnya. Meski demikian, hampir tidak ada perbedaan mengenai ajaran Buddha pada setiap mazhab agama Buddha.

Semua mazhab tetap meyakini adanya Tri Ratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha), percaya adanya hukum karma, kelahiran kembali, serta meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali (Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam). Hal tersebut disebutkan dalam Kitab Sutta Pitaka Udana VII, bahwa Tuhan sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, tetapi keadaan-Nya Maha Mutlak. Kemahaesaannya tanpa “aku” (anatta), tidak dapat dipersonifikasikan, dan tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun.

Tiga mazhab tersebut tidak bisa dipandang sebagai perpecahan agama Buddha, namun sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Sebab, inti ajaran Buddha sendiri ialah “jangan berbuat kejahatan, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran, inilah ajaran Para Buddha”.

Setiap mazhab ini secara umum masih memiliki ajaran pokok yang sama meskipun dalam banyak aspek juga banyak perbedaan. Keragaman ini menimbulkan kecenderungan yang berbeda-beda. Meski demikian, perbedaan mazhab bukanlah penghalang bagi umat Buddha untuk mengimplementasikan nilai-nilai ajaran Buddha melalui ucapan, pikiran dan tindakan di momentum sakral ini.

Peringatan Tiga Peristiwa Agung

Waisak merupakan peringatan tiga peristiwa agung, yakni kelahiran Pangeran Siddharta (red: bakal calon Buddha), Pangeran Siddharta mencapai penerangan agung (red: menjadi Buddha), dan wafatnya Buddha (red: Buddha Parinibbana).

Berbagai kegiatan dilalui untuk menyambut detik-detik Waisak yang jatuh pada pukul 20.52.42 WIB. Pelaksanan kegiatan ini diisi beberapa rangkaian acara, seperti: Karya Bakti di Taman Makam Pahlawan, Bakti Sosial Pengobatan gratis di Zona 2 Candi Borobudur, Pengambilan Api Dhamma di Mrapen, Grobogan, Pengambilan Air berkah di Umbul Jumprit, Temanggung, dan ritual pensakralan di Candi Mendut.

“Makna api dalam ritual doa agama Buddha melambangkan pancaran cahaya dalam kegelapan, begitu pula dalam api Dhamma menjadi penerang bagi semua orang dalam yang melaksanakan Dhamma, Api Dhamma membuat hati terang, tenang, dan sampai kesuciannya,” jelas Tanto Soegito Harsono, Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional 2568 B.E./2024, sebagaimana dikutip dari akun Instagram @waisak.nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *