Puisi: Tanah Surga yang Hilang

Sumber gambar: id.pinterest.com

Oleh: Mujab

Tanah-tanah hidup

Pagi menghirup nafas sambil menikmati mentari

Siang bekerja keras mengunyah segalanya

Bersama rayap, bakteri, cacing, ikan, belut, tikus, serangga, dan angin

Malam istirahat sambil memanjatkan doa

Berharap tetap gembur, tetap subur tetap indah

Demi mandatnya menyediakan kehidupan

Namun serigala datang

Mengeksploitasi, memaksa, memperkosa, merampok, meracuni

Dengan asumsi dan serakahnya

Menganggap sang tanah tidak subur

Harus diatur, dipupuk, diobati, ditarget, diancam, dipaksa,

Harus panen sekian dalam sekian luasan harus menghasilkan sekian

Dalam setiap modal yang ditanam harus untung banyak.

Sang tanah menjerit, protes, berteriak, meronta-ronta

Bagaimana mereka bisa tetap subur, smentara seluruh yang dihasilkan dibawa pergi

Tak sedikitpun dikembalikan

Akar batang daun bunga buah pohon dan segala sisa semuanya dibawa pergi

Gantinya segenggam dua genggam urea ditaburkan

Yang sesungguhnya itu racun

Kini sang tanah sakit

Sekaligus ditinggalkan rayap, cacing, bakteri, ikan, belut, tikus, serangga yang selama ini menjadi karibnya

Sang serigala tidak mu peduli

Ia tetap mengeksploitasi, memaksa, memperkosa, merampok, meracuni

Tanah yang sakit diinfus dengan racun

Sambil terus dirampok dan diperkosa dengan targetnya

Dengan paksaannya dengan ambisinya dengan keserakahannya

Tajuk,

1776 mdpl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *