Puisi: Kalimat Terangkai Jatuh Mencinta

Sumber Foto: Pinterest

Oleh: Fadlan Naufal Rah

Kami duduk, menunggu kemunculan sang Gunung Kidul.
Kami, bus dan sopir merayap pada pukul 3:23 dini hari.
Kami, yang ialah aku dan teman sekelasku,
dari Salatiga, dengan nafas yang ingin dihela sejenak,
pergi dari tengah hiruk-pikuk tugas dosen dan ocehannya yang selalu saja menyebalkan.

Dari dalam bus kami menerobos sang bayu, berbincang nan tertawa melepas suasana dari damainya subuh,
dan berhenti disebab kehabisan kata.
Pun aku memejam mata
sembari mengingat dan menimbang,
apa saja yang telah menjadi beban pikiranku, beberapa hari terakhir?

Sementara,
aku dihampiri udara kantuk.
Dihapus oleh lelap dan pejam,
tidak peduli dengan suara karaokean temanku yang nyaris membikin mimpiku terkelopak.
Beruntung tidurku kala itu tidak ada mimpi di dalamnya, ‘pun sebabnya aku telah bosan, aku terbangun, dan telah pagi.

Dengan sorot mata yang sayu,
aku amati setiap yang bisa aku tilik melalui mataku dari dalam jendela.

Suasana pedesaan tanah Jawa. Aku terpana!
Meski tidak kutemukan wajahmu di setiap sudutnya, aku gegabah dan tetap suka.
Tidak ada yang bisa kubilang selain aku bertanya ini di mana dan Ma Sya Allah indah sekali.

Temanku ikut mengamati lalu menjawabku dengan sederhana,
memberiku nama yang telah aku cintai saat aku menulis ini, “ ini di Yogyakarta, Gunung Kidul,” jawabnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *