Klub Sinema Sisifus dalam acara diskusi dan nonton bareng film lokal (Sumber Foto: Izlal/DinamikA)
Klikdinamika.com–Klub Sinema Sisifus Salatiga adakan diskusi dan nonton bareng di Kafe Sunkop Ambarawa guna memperluas minat masyarakat terhadap film pendek buatan lokal, berisikan empat film dengan genre yang berbeda yang dihadiri oleh mahasiswa dan masyarakat umum, Minggu (25/2/2023).
Acara ini diawali dengan sambutan, lalu memperkenalkan empat film yang terdiri dari Melius Vivere: Ucup’s Ideal Planet (2022), Omah Wo Dalan (2023), Rawa Pening Masa Gini (2022), dan Angga Dian (2021).
Geri, pengelola Klub Sinema Sisifus, menyatakan alasanya mengadakan screening ini, yaitu karena keresahannya terhadap film-film buatan lokal yang hanya ditampilkan di platform YouTube. Dia ingin masyarakat juga bisa merasakan timbal balik antara penonton dengan videomaker. Menurutnya, jika disajikan secara offline dan didiskusikan seperti ini, maka timbal balik antara penonton dan videomaker bisa dirasakan.
“Karena waktu itu, kami tahu banyak yang bikin film, tapi kebanyakan dari mereka dilempar ke YouTube. Nah, kami menginisisasi ruang putar untuk kemudian film-film tersebut ditonton selain di Salatiga. Karena, kami rasa ada perlu timbal balik antara penonton dan pembuat terus kekmudian antar komunitas itu saling berjejaring satu sama lain,” ujar Geri.
Terpilihnya empat film tersebut dikarenakan pertimbangan pihak pengelola yang mengambil produksi dari daerah sekitar Salatiga, dengan alasan agar tidak jauh dari kehidupan masyarakat itu sendiri.
“Kami mau menghadirkan film-film yang dekat juga dengan mereka, karena kalau misalnya film itu dihadirkan di satu kota atau satu daerah secara isu dan bahasa, lalu kemudian film maker-nya juga bisa dihadirkan akan lebih dekat gitu rasanya,” tegasnya.
Febrian, selaku pengamat film, memberikan pendapat dari empat genre yang berbeda. Menurutnya, terdapat satu film yang secara keseluruhan disajikan dengan matang, mulai dari komposisi, cerita, sinematografi, dan karakter pemainnya yaitu film Omah Wo Dalan.
“Omah Wo Dalan itu itu matang. Mulai dari komposisi, cerita, sinematografi, dan karakter pemainnya sudah ter-derect. Jadi, kalau film itu matang disajikan as a short movie, dialah yang menurut saya paling the best,” jelas Febrian.
Dia juga menuturkan bahwa menarik atau tidaknya suatu film itu tergantung pada selera.
“No, tidak ada film yang jelek yang ada itu selera,” tambah Febrian.
Wahyu, selaku peserta serta anggota Sisifus, mengharapkan dengan adanya screening ini, dapat membangun ekosistem film-film pendek agar dapat memberikan inspirasi serta motivasi kepada seluruh masyarakat untuk memproduksi film-film pendek.
“Harapannya, tentu dengan adanya screening ini dapat membangun ekosistem film-film pendek, memberikan motivasi untuk membuat semacam pemutaran film seperti ini. Karena aku yakin teman-teman Ambarawa ini ada yang memproduksi film, cuma, ya, sudah hanya untuk dikonsumsi pribadi atau orang-orang sekitarnya. Padahal, jika ditampilkan ke ruang publik, itu dapat berpotensi lebih seru dan membuka ruang diskusi,” ujar Wahyu. (Aprinianda/Anas/red)