Jagongan Warga, Tolak Proyek Perluasan Rawa Pening

Sejumlah Warga mengikuti acara Jagongan Warga (Sumber Foto: Izlal/DinamikA).

Klikdinamika.com– Sejumlah warga pesisir Rawa Pening mengadakan jagongan warga, sekaligus melihat resiko adanya pematokan (red: batas sempadan danau) di tanah hak milik warga, kegiatan dilaksanakan di Desa Asinan, Selasa (23/4/2024).

Setelah Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) No. 365/KPTS/M/2020 ditandatangani, sekitar pesisir Rawa Pening yang dikelilingi oleh empat kecamatan (red: Ambarawa, Bawen, Tuntang, Banyubiru) telah dipasangi batas sempadan danau.

Melihat pemasangan batas sempadan danau Rawa Pening untuk tujuan revitalisasi danau, warga pesisir Rawa Pening mengalami keterdampakan dari adanya patok-patok yang berada di tanah hak milik warga. Sehingga, kegiatan jagongan warga diadakan untuk melihat risiko yang akan terjadi nantinya. Warga yang datang terdiri dari empat desa, di antaranya; Asinan, Lopait, Banyubiru, Tuntang.

Joko Susanto, yang merupakan tuan rumah dari kegiatan jagongan warga memberikan alasan diadakannya kegiatan tersebut.

“Saya bersikeras adakan pertemuan ini untuk edukasi kepada warga karena hampir semua warga itu mereka tahu tapi tidak mau tahu. Ada yang benar-benar tidak tahu, ada yang tahu dan ingin teriak, tapi takut. Agar mereka sadar, bahwa yang selama ini program mensejahterakan masyarakat, kalau kita ingin berpikir kritis ini adalah bentuk perampasan—hak kita direbut,” jelasnya.

Ia juga menyatakan, bahwa warga pesisir Rawa Pening telah melakukan upaya-upaya agar pemerintah mengkaji ulang mengenai Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020.

Alhamdulillah, Mas, kami berbangga hati, ternyata tidak ada sama sekali direspon oleh pemerintah,” ujarnya dengan nada bercanda.

Salah satu warga lainnya, yakni Bogi, juga mengatakan bahwa membicarakan Rawa Pening bukan hanya membicarakan bangunan serta proyek revitalisasi dari adanya Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020.

“Membicarakan Rawa Pening bukan hanya tentang bangunan, tapi tentang sumber kehidupan bagi ribuan orang, bukan hanya satu orang. Kemudian, apakah regulasi ini sesuai teori hukum yang telah disampaikan; kepastian hukum, keadilan. Ini sudah selesai belum? Kalau belum selesai tolong diselesaikan, kalau ada revisi tolong direvisi,” imbuhnya.

Bagi Bogi, tokoh pemegang kebijakan harus mensimulasikan di pikirannya apa yang akan terjadi ketika Kepmen PUPR No. 365/KTPS/M/2020 ini tetap dilangsungkan tanpa dikaji ulang kembali.

“Mereka (red: pemegang kebijakan) seharusnya bisa mensimulasi pikirannya; jika saya membangun, apakah mereka (red: petani) bisa menanam? Apakah lahannya terganggu atau bahkan mereka harus pergi? Apakah dengan mereka pergi mereka masih bisa memenuhi kebutuhannya? Kalau dalam teori fikih, apabila mudhorot-nya lebih besar, lebih baik ditiadakan,” tegasnya.

Kembali pada Joko Susanto, ia memiliki harapan kuat terhadap generasi muda untuk melanjutkan estafet perjuangan untuk keadilan terhadap warga pesisir Rawa Pening.

“Yang menjadi tonggak utama di setiap desa, nyuwun sewu usianya sudah bisa dibilang tua. Jadi, pola pikir mereka berbeda dengan anak muda yang lebih energik, yang lebih tau teknologi, pola pikirnya lebih luas. Saya pun berkeinginan, tongkat estafet ini dilanjutkan terhadap remaja, agar para remaja menjadi lebih tau dan bertanggung jawab bahwa tanah ini adalah warisan nenek moyang mereka,” pungkasnya. (Ramzy/Farid/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *