Hikayat Rawa Pening, Terkungkung Pening

Sumber foto: Akrom/DinamikA

(Nelayan Rawa Pening pulang dengan tangan hampa setelah seharian menaruh harapan di rawa, pasca revitalisasi dan musim kemarau para nelayan turun pemasukannya).

Oleh: Ahmad Ramzy

BATAS sempadan tersebar di sepanjang pesisir Danau Rawa Pening, membuat warga hidup di bawah bayang-bayang resiko represifitas dan penggusuran oleh negara. 

Di sepanjang lahan pertanian warga Dusun Klurahan, berdiri tegak batas sempadan (baca: patok) berwarna biru yang menghadap selatan dengan isi tulisan yang menohok. Isi tulisan pada patok tersebut berisikan “MILIK NEGARA, DILARANG MERUSAK”. Patok-patok ini bersebaran hingga 109 titik di seluruh pesisir Danau Rawa Pening yang diapit oleh 4 kecamatan, diantaranya: Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, Bawen.

Patok-patok yang ada terbagi menjadi dua, berwarna biru dan kuning. Keduanya tampak tertanda bahwa patok tersebut merupakan milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana dan Kodam IV/Diponegoro.

Sumber Foto: Yusuf/DinamikA (Masyarakat pesisir Rawa Pening hidup di bawah bayang-bayang pematokan, patok kuning merupakan patok yang menandakan untuk tidak boleh adanya aktivitas pembaruan, perbaikan di antara dua patok yang dibangun (baca: patok biru dan patok kuning). Penandaan patok kuning juga sebagai tanda implementasi proyek yang diinginkan oleh BBWS Pemali Juana dan Kodam IV/Diponegoro, meskipun pihak BBWS Pemali Juana tidak terbuka dengan proyek apa yang akan dibangun di area kedua patok tersebut).

Secara aturan, patok ini hadir ketika aturan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 365/KPTS/M/ 2020 dijalankan tepat di tahun 2021 sekitar 2 tahun yang lalu. Aturan ini merupakan buah hasil dari kajian yang dilakukan pada Konferensi Nasional Danau Indonesia, pada tanggal 13 – 15 Agustus 2009, di Sanur, Bali. Sehingga lahirlah program revitalisasi yang merupakan turunan dari Danau Prioritas Nasional (DPN) yang menyepakati 15 danau perlu untuk direvitalisasi karena banyaknya alasan. Danau Rawa Pening tak luput dari imbasnya.

Akibat sendimentasi berlebihan di dasar Danau Rawa Pening, program revitalisasi diberlakukan untuk menjaga kelestarian danau itu sendiri, terdapat 3 poin umum yang diberlakukan untuk melestarikan danau, yakni: pembersihan enceng gondok; penataan Keramba Jaring Apung (KJA), Branjang dan Pengerukan Sedimentasi; serta Penentuan Garis Sempadan.

Sumber Foto: Yusuf/DinamikA (Masyarakat pesisir Rawa Pening yang menggantungkan hidup dari bertani dan menjala ikan).

Kasiyan (64) yang menjadi perwakilan dalam menyuarakan pentingnya Danau Rawa Pening untuk direvitalisasi, mengakui kekecewaannya setelah keikutsertaannya di dalam Konferensi Nasional Danau Indonesia di Sanur, Bali yang justru baginya memberikan kotak pandora berisi ketidakadilan. 

“Saya cukup kecewa dengan implementasi dari aturan kepmen itu (baca: Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020), setelah saya pernah mewakili ke Konferensi Danau, tepatnya di penentuan batas sempadan, batas patok-patok itu justru menyerobot lahan rumah warga, ini salah satu tindakan tidak adil,” ungkapnya dengan menggebu-gebu.

Sumber Foto: Akrom/DinamikA (Kasiyan (64) sebagai mantan perangkat desa berusaha menyimpan sertifkat Hak Milik Tanah yang sah karena hidup di bawah bayang-bayang penggusuran yang bisa terjadi sewaktu-waktu).

Berbicara mengenai patok, antara patok biru dengan kuning juga memiliki anjuran yang sudah ditetapkan di dalam Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020, bahwa menetapkan pada poin keempat ayat A angka 1 bahwa bangunan yang terdapat pada Sempadan Danau Rawa Pening dan didirikan berdasarkan izin yang diperoleh berdasarkan prosedur yang benar dinyatakan sebagai status quo.

Kemudian, lebih lanjut di ayat A angka 2 ditetapkan bahwa bangunan yang dinyatakan sebagai status quo sebagaimana pada angka 1 secara bertahap akan ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan danau.  

Lalu, di ayat B lebih jelas menetapkan aturan status quo yang dimaksud ialah bangunan yang berada di sempadan tidak boleh diubah, ditambah, ataupun memperbaiki bangunan. Lalu, proses penertiban bangunan warga di garis sempadan dijelaskan pada ayat C dan D.

Sambil bersender di bangku kayu jati miliknya, ia menceritakan kegelisahannya dengan air muka penuh rasa kecewa.

Sumber Foto: Yusuf/DinamikA (Salah seorang petani yang menanam di pinggiran pesisir Rawa Pening).

“Jika mengenai revitalisasi, saya setuju, namun apabila aturan yang diberlakukan di pesisir Danau Rawa Pening ini dilakukan secara keliru dengan menyerobot lahan rumah dan pertanian warga, maka telah terjadi ketidakadilan di sini,” tegasnya kembali.  

Melalui peta titik koordinat dari batas sempadan yang tertera di Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020, tampak dengan jelas bahwa rumah-rumah di sepanjang Dusun Klurahan, Kecamatan Tuntang ini, termasuk rumah Kasiyan terkena garis sempadan yang telah diberdirikan, dengan patok yang koordinatnya bernomor 42. 

Sumber Foto: Akrom/DinamikA (Para penambang tanah gambut Rawa Pening yang menggantungkan pekerjaannya dari endapan lumpur di tengah rawa).

Warga pesisir Danau Rawa Pening terbagi menjadi dua sektor pekerjaan, sebagai petani dan nelayan. Banyak lahan pertanian petani warga pesisir Danau Rawa Pening ini sudah ditandai oleh patok. 

Bahkan, Kasiyan mengungkapkan bahwa patok-patok ini pernah membuat kekhawatiran berlebih yang berujung gangguan jiwa terhadap salah satu petani di Dusun Klurahan.

“Ada satu warga di sini, tetangga saya yang meninggalkan lahan dan memilih tidak mengurusinya lagi setelah tahu lahannya dipatok oleh tentara, orangnya kaget dengan tulisan yang dibaca di patok itu dan karena patok itu juga akhirnya tetangga saya dibawa ke rumah sakit jiwa karena stress melihat lahannya yang ia pikir akan diambil alih oleh tentara (baca: Kodam IV/Diponegoro),” ceritanya. 

Patok ini diakui oleh Kasiyan dibangun tanpa perizinan terlebih dahulu kepada warga, bahkan bupati Kabupaten Semarang dikatakan oleh dirinya tidak mengetahui apa-apa dengan proses pematokan yang dilakukan oleh BBWS Pemali Juana dengan Kodam IV/Diponegoro itu. 

“Pernah saya tanyakan ke bupati, sayangnya dia tidak tahu apa-apa, bahkan ketika patok itu didirikan, petani-petani sempat menanyakan untuk apa patok ini didirikan, namun jawaban dari yang memasang (baca: Kodam IV/Diponegoro) tidak mengerti juga, pengakuan mereka kalau patok ini didirikan oleh mereka karena perintah dari atasannya,” tuturnya dengan muka penuh keheranan. 

Sumber Foto: Akrom/DinamikA (Tanah gambut tersebut dimanfaatkan untuk media tanam jamur yang diekspor ke beberapa daerah di luar Rawa Pening).

Ia pun menyatakan bahwa sosialisasi terkait dengan pematokan sama sekali tidak terjadi sebelum tanah warga dipatok, justru sosialisasi itu dilakukan setelah patok sudah ada di tanah-tanah warga.

“Mereka tidak ada sosialisasi apapun terkait pematokan, setelah melayangkan surat tuntutan baru ada sosialisasi yang terjadi dua kali, tapi bagi saya percuma sosialisasi itu dilakukan kalau patok sudah ada di tanah kami, cara mereka yang diam-diam itu sama saja dengan pembungkaman berpendapat,” ucapnya dengan nada yang semakin tinggi. 

Pematokan Tak Berarah Merampas Hak Tanah

Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020 merupakan aturan yang mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) PUPR No. 28 Tahun 2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, yang pada Bagian Ketiga Tata Cara Penetapan Garis Sempadan, di pasal 18 ayat 4 dijelaskan bahwa, batas garis sempadan danau ditentukan paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi badan danau.

Sumber Foto: Akrom & Yusuf/DinamikA (Plang peringatan yang dibangun oleh TNI dibalas dengan Plang yang dibuat warga setempat).

Jika melihat kondisi di lapangan, patok yang ada justru berada jauh lebih dari 50 meter dan berdiri tegak di tengah lahan pertanian (baca: patok biru), bahkan di depan rumah warga (baca: patok kuning), di Dusun Klurahan.  

Menanggapi hal itu, Kasiyan dengan organisasi miliknya yang sekarang tengah ia naungi, yaitu Wahana Sosial Lingkungan Desa (Waslindes) mengirimkan surat keberatan kepada BBWS Pemali Juana, sebab diakui patok yang ada telah menyerobot lahan warga.

“Pernah saya kirimkan surat kepada mereka (baca: BBWS Pemali Juana), tapi surat saya itu dibalas dengan surat yang isinya tetap pada posisi patok yang sudah mereka pasang,” katanya. 

Surat balasan dari BBWS Pemali Juana, nyatanya telah menyalahi aturan yang termaktub jelas di Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020, yang pada poin menetapkan kelima dikatakan bahwa penetapan garis sempadan Danau Rawa Pening pada wilayah Sungai Jratunseluna dapat ditinjau kembali apabila terdapat dua syarat. 

Dua syarat yang dimaksud ini, meliputi: (1) Kesalahan pengetikan nomor patok, titik koordinat, dan/atau lokasi; dan/atau (2) Perubahan fisik dan/atau non fisik pada wilayah danau yang bersangkutan mengakibatkan perubahan batas wilayah sungai dan/atau perubahan kelompok wilayah sungai. 

Surat dari Kasiyan melalui Waslindes merupakan pertimbangan untuk mengubah tata letak titik koordinat atau patok. Bagi Kasiyan, BBWS Pemali Juana tidak mengindahkan apa yang diinginkan oleh warga. 

Kekeliruan BBWS Pemali Juana dan Kodam IV/Diponegoro telah diakui oleh warga. Ramlan, selaku kepala Dusun Klurahan mengantarkan reporter DinamikA ke titik lokasi patok yang berada di tanah hak milik warga. 

“Karena patok BBWS itu dipasang di sini, kami yakin kalau tanah kami ingin dimiliki oleh mereka,” ungkapnya sambil memperlihatkan peta tanah hak milik warga.

Kesalahan penempatan batas sempadan ini, bagi Kasiyan merupakan salah satu upaya pemekaran Danau Rawa Pening yang dianggapnya juga sebagai perampasan tanah milik warga. 

“Kesalahan mereka dalam menentukan koordinat adalah upaya pemekaran Danau Rawa

Pening dan ini merupakan tindakan perampasan tanah yang dimiliki oleh warga,” tegas Kasiyan. 

Melihat hal itu, LBH Semarang pernah mengirimkan surat meminta keterangan kepada BBWS Pemali Juana terkait kajian akademik dari rencana yang akan dijalankan kedepannya oleh BBWS Pemali Juana sebagai pemegang proyek. Sayangnya, surat tersebut dibalas (30/10) dengan alasan bahwa Kerangka Acuan Kerja (KAK) merupakan bagian dari dokumen pengadaan barang dan jasa yang dikecualikan. 

Pemekaran “Piring” Rawa Pening

Sumber Foto: Yusuf/DinamikA (Bogi mungkin cuma nelayan biasa, tapi kesadaran kolektif tentang sejarah desanya menjadi hal menarik. Ia punya puluhan peta kolonial, serat, babad, surat-surat yasan dan ulayat.)

Malam yang larut, tersorot cahaya LCD Proyektor yang menampilkan aturan di dalam Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020, dimana menetapkan di poin ketiga terdapat aturan untuk pemanfaatan dari sempadan danau. 

Pemanfaatannya tersebut meliputi 7 hal, diantaranya: (1) bangunan prasarana sumber daya air; (2) jalan akses, jembatan dan dermaga; (3) jalur pipa gas dan air minum; (4) rentangan kabel listrik dan telekomunikasi; (5) prasarana pariwisata, olahraga, keagamaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan; (6) prasarana dan sarana sanitasi; dan (7) bangunan ketenagakelistrikan.

Hal ini diindikasi Bogi sebagai perluasan Danau Rawa Pening, sehingga secara aturan memungkinkan terjadinya pemindahan warga yang terkena dampak dari batas sempadan yang telah ditetapkan.

“Muncul angka +463,3 itu kan bisa didesain, artinya diturunkan bisa, artinya pemerintah dengan sengaja akan menambah wilayah Rawa Pening dengan pembebasan dan cara lain sebagainya,” ujarnya. 

Di samping itu, penentuan batas elevasi air yang tertera di aturan tersebut menetapkan sekitar +463,3 mdpl yang memperburuk keadaan. Menurut Bogi, penentuan batas elevasi ini di posisi sedimentasi yang belum dikeruk dan danau sedang pasang. 

“Seharusnya sedimentasi dikeruk, air turun baru ditentukan batas sempadan. Tapi yang terjadi sayangnya tidak begitu, sedimentasi masih mendangkalkan danau yang membentuk piringan dan ditambah saat itu (baca: pemasangan patok) masih musim hujan, sehingga wilayah warga terdampak pematokan,” ucapnya. 

Senada dengan itu, Ramlan turut menilai kekeliruan valid yang dilakukan oleh BBWS Pemali Juana dan Kodam IV/Diponegoro dalam menetapkan titik koordinat batas sempadan Danau Rawa Pening.

“Melihat dari peta koordinat yang ada di Kepmen, saya kira penentuan itu dilakukan di saat posisi Danau Rawa Pening sedang pasang, akhirnya tanah-tanah warga itu terkena patok oleh mereka,” yakinnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *