Diskusi publik melalui zoom meeting (Sumber Foto: Screenshot zoom meeting).
Klikdinamika.com– Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) adakan diskusi publik bertajuk “Pentingnya Karya Pramoedya untuk Kurikulum Pendidikan di Sekolah” melaui aplikasi Zoom , Minggu (09/03/2025).
Sasmito Madrim selaku Pemimpin Redaksi (Pemred) Koreksi.org sekaligus moderator dalam diskusi mengungkapkan bahwa diskusi ini diselenggarakan oleh SPRI bersama delapan organisasi, yaitu Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Serikat Pekerja Kampus (SPK), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Solidaritas.net, dan Koreksi.org.
Sasmito menambahkan bahwa diskusi ini merupakan lanjutan dari peringatan satu abad Pramoedya Ananta Toer yang telah dilaksanankan pada Sabtu, 8 Februari 2025 di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
“Diskusi ini merupakan kegiatan lanjutan dari peringatan satu abad Pramoedya Ananta Toer yang digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Sabtu, 8 Februari,” tambahnya.
Dalam diskusi itu, Martin Luis selaku Seknas KPR, mengatakan bahwa di tengah krisis literasi di Indonesia saat ini, sangat penting untuk memajukan sastra Indonesia dari sekolah tingkat dasar agar masyarakat Indonesia dapat mengenal kembali bangsanya melalui karya-karya sastra.
“Rendahnya atau lemahnya budaya literasi bangsa kita. Aku pikir akan menjadi penting memajukan kembali sastra Indonesia agar diajarkan di Sekolah Dasar (SD), supaya memang membentuk karakter bangsa dan bisa mengenal kembali bangsanya melalui karya-karya sastra dari para sastrawan,” katanya.
Alfian Bahri selaku Guru Bahasa Indonesia sekaligus anggota Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Surabaya, mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia pada saat Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri pendidikan, pernah memiliki proyek “Sastra Masuk Kurikulum”. Akan tetapi, proyek tersebut memiliki banyak permasalahan: seperti penggunaan literatur yang tebang pilih, referensi yang berdasarkan pada Artificial Intelligence (AI), dan banyak informasi yang menyesatkan.
“Ya kayak kemarin itu contohnya sudah bagus sebenarnya upaya pemerintah itu memasukkan sastra dalam kurikulum, dengan nama “Sastra Masuk Kurikulum”. Tapi begitu sudah launching, lah kok naskah-naskahnya bermasalah sekali. Menghadirkan sastra, tapi saat dihadirkan ke publik, banyak literatur yang tebang pilih, banyak referensi yang hanya berdasarkan AI, banyak informasi yang menyesatkan,” jelasnya. (Izza/Nina/Red)