Hari Bumi: Refleksi Krisis Iklim dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Sumber Foto: Pinterest

Oleh: Thilal Asyifa Aljaba

Hari Bumi terlahir karena keprihatinan Senator Gaylord Nelson terhadap lingkungan di Amerika Serikat. Pada Januari 1969, ia melihat adanya kerusakan akibat tumpahan minyak besar-besaran di Santa Barbara, Kalifornia. Terinspirasi dari gerakan mahasiswa anti-perang, Senator Nelson, seorang anggota Senat AS dari Wisconsin juga ingin membuat gerakan untuk kesadaran publik terhadap polusi udara dan air pada 1970. Kemudian ia menyampaikan idenya kepada pemerintah federal.

Senator Nelson mengumumkan gagasannya untuk mengadakan pengajaran di kampus-kampus ke media nasional. Ia pun mengajak Pete McCloskey, seorang anggota Kongres dari Partai Republik untuk menjadi ketua bersama. Senator Nelson lalu merekrut Denis Hayes, seorang aktivis muda untuk mengatur pengajaran di kampus. Selain itu, juga membantu menyebarkan ide tersebut ke masyarakat lebih luas. Hayes memilih 22 April untuk melakukan aksi tersebut. Kampanye pun berubah menjadi Hari Bumi. Untuk meningkatkan partisipasi kampanye Hari Bumi, Hayes melakukan promosi ke berbagai organisasi dan kelompok agama di Amerika Serikat.

Bagaimana Kabar Bumi Hari ini?

Peringatan Hari Bumi pada 1970 melahirkan Badan Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection Agency atau EPA) Amerika Serikat dan berbagai undang-undang terkait lingkungan. Pada 1990, Hari Bumi diperingati secara global dengan memobilisasi 200 juta orang dan 141 negara. Perayaan Hari Bumi mengangkat isu lingkungan ke seluruh dunia. Hingga saat ini, Hari Bumi terus diperingati dan dikampanyekan ke seluruh dunia karena rasa peduli lingkungan.

 Dikutip dari sumber yang berbeda, berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), bumi saat ini mengalami suhu terpanas dalam sejarah dan gelombang panas yang lebih intens. Laporan itu disusun oleh 234 ilmuwan dari seluruh dunia setelah menganalisa lebih dari 14.000 studi iklim untuk memberikan gambaran yang paling jelas tentang kondisi planet saat ini.

Laporan IPCC juga menyebutkan bahwa suhu global telah meningkat 1,09°C selama periode 2011–2020 dibandingkan era pra-industri (1850–1900). Lima tahun terakhir tercatat sebagai tahun-tahun terpanas sejak pencatatan dimulai, dan permukaan laut kini naik tiga kali lebih cepat dibandingkan periode 1901–1971. Bahkan, aktivitas manusia diyakini sangat mungkin menjadi penyebab utama pencairan gletser sejak tahun 1990-an. Selain itu, fenomena gelombang panas kini lebih sering terjadi, sementara peristiwa pendinginan semakin jarang.

IPCC memprediksi bahwa pada tahun 2040, suhu global akan meningkat 1,5°C dibandingkan masa pra-industri. Es laut di Kutub Utara berpotensi menghilang seluruhnya pada bulan September, setidaknya sekali sebelum 2050. Selain itu, peristiwa cuaca ekstrem akan meningkat drastis, dan kenaikan permukaan laut yang ekstrem dapat menyebabkan banjir tahunan di kawasan pesisir. Risiko kebakaran hutan juga diprediksi meningkat secara signifikan di berbagai wilayah dunia.

Langkah-langkah Menuju Solusi


Untuk menghadapi ancaman perubahan iklim, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengurangi emisi gas rumah kaca. Ini mencakup peralihan ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air; penggunaan transportasi yang ramah lingkungan, serta menghentikan deforestasi dan mendorong reboisasi.

Selain itu, membangun ekonomi hijau juga menjadi kunci. Industri dan pertanian harus diarahkan ke praktik yang berkelanjutan, mendorong penerapan ekonomi sirkular, dan mengembangkan teknologi penyerapan karbon.

Langkah penting lainnya adalah memperkuat upaya adaptasi. Ini termasuk membangun infrastruktur yang tahan terhadap bencana, merelokasi komunitas yang tinggal di wilayah rawan bencana, serta memperkuat sistem peringatan dini dan manajemen risiko bencana.

Perubahan juga perlu dimulai dari gaya hidup individu. Mengurangi jejak karbon pribadi dapat dilakukan dengan mengonsumsi lebih banyak makanan nabati, menghemat energi dan air, serta menggunakan transportasi non-emisi seperti sepeda, berjalan kaki, atau transportasi publik. Mendukung produk lokal dan ramah lingkungan juga menjadi bagian dari kontribusi individu dalam menjaga bumi.

Dari sisi kebijakan, masyarakat perlu mendorong pemerintah agar menerapkan regulasi yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Dukungan terhadap perjanjian internasional seperti Paris Agreement menjadi penting. Korporasi pun harus diminta untuk bertanggung jawab atas emisi dan dampak lingkungan yang mereka timbulkan.

Menjaga Bumi, Menjaga Rumah Kita

Bumi sedang rapuh, dan waktunya semakin sedikit. Tapi harapan masih ada jika kita bergerak bersama. Hari Bumi bukan sekadar perayaan tahunan—ini adalah panggilan untuk bertindak, berubah, dan bertanggung jawab. Karena pada akhirnya, menjaga bumi bukan hanya tugas aktivis atau pemerintah. Ini tugas kita semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *