Demokrasi dan UU ITE: Masih Pantaskah Disebut Demokrasi?

Oleh: Rizqa Aulia R

Sumber foto: radioidola.com

Saat ini publik dapat secara bebas menyampaikan pendapatnya tentang apapun melalui media sosial. Media sosial atau medsos ini adalah bentuk terobosan baru dari perkembangan media baru. Kemudahan untuk berinteraksi lewat fitur-fitur interaktif di medsos dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan partisipasi politik seperti saling berdiskusi, bermusyawarah, memberikan opini atau kritik sebagai bentuk pengawasan terhadap rezim yang tengah berkuasa. Hal itu dilakukan ketika masyarakat merasa tidak puas terhadap suatu kondisi seperti masalah politik dan pemerintahan maka dengan mudah disampaikan melalui media sosial. Hal ini menumbuhkan demokrasi di ranah virtual.

Hadirnya medsos sebagai jaringan sosial yang digandrungi generasi milenial di Indonesia menciptakan budaya dan kultur baru di tengah-tengah masyarakat. Indonesia merupakan negara demokrasi, sehingga kebebasan dalam menyampaikan pendapat menjadi faktor penting. Seperti yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln pada tahun 1967, pengertian demokrasi sebagai government of the people, by the people, and for the people, atau suatu proses dalam sistem pemerintahannya dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Berbicara mengenai demokrasi, sudah semestinya bahwa setiap warga negara memiliki ruang publik yang dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya. Namun kendati demikian, fakta yang terjadi kini justru malah sebaliknya. Kasus pembungkaman demokrasi sekarang ini kian marak terjadi. tidak hanya dikalangan politik, entertainment, bahkan digolongan masyarakat dan akademisi juga membeludak. Apalagi ditambah dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai mengandung pasal karet. UU yang diterbitkan pada 21 April 2008 ini seringkali menimbulkan kontroversi pada pasal-pasal tertentu meskipun telah direvisi.

Salah satunya ada pada pasal 27 ayat (3) yang mengatur tentang tindak pidana pencemaran nama baik atau melalui media teknologi informasi komunikasi. Padahal survei yang telah dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di tahun 2016 mencapai 132.7 juta atau setara 51,7 persen terhadap populasi yang 256.2 juta jiwa. Untuk pengguna ponsel pintar yang terkoneksi dengan internet 63.1 juta pengguna, sedangkan gabungan antara ponsel pintar dan laptop mencapai 67.2 juta.3 Sedangkan di tahun 2017, 28.78 persen dari total populasi penduduk mengakses internet dari ponsel pintar. (1)

Kebebasan berekspresi seperti yang dilakukan Saiful Mahdi seorang Dosen Jurusan Statistika FMIPA Universitas Syiah Kuala Aceh. Bermula dari kritik yang dilontarkan melalui Grup WhatsApp pada Maret 2019 terhadap proses penerimaan calon penerimaan negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsiyah, yang berisi “Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!!“. Saiful lalu dilaporkan ke Polresta Banda Aceh pada Juli 2019. Kemudian, tepatnya pada 2 September 2019, Saiful ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE. (2)

Selain itu, ada pula kasus peretasan media sosial mahasiswa usai kritik Penguasa Negara. Seperti yang dialami oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang mengalami peretasan akun media social pada 28 dan 29 Juni 2021 usai kritik Presiden Joko Widodo dengan julukan sebagai “The King of Lip Service”. (3) Akun instagram resmi BEM Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Negeri Semarang (UNNES) juga diretas usai melakukan aksi protes digital terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo. Kritik tersebut ditujukan terhadap Wakil Presiden sebagai “The King of Lip Silent” dan Ketua DPRD RI Puan Maharani yang dijuluki sebagai “The Queen of Ghosting”, sehingga pada 7 Juli 2021 sekitar pukul 16.00 WIB akun instagram official BEM KM UNNES dinonaktifkan dan seluruh unggahan di akun instagram tersebut menghilang. (4)



Daftar Pustaka:

(1) file:///C:/Users/ASUS/Downloads/2484-6284-2-PB.pdf Jurnal Hukum & Pembangunan Vol. 50 No. 1 (2020): 91-105 ISSN: 0125-9687
Diakses pada 15 September 2021

(2)
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210902184748-12-689024/jejak-kasus-dosen-unsyiah-saiful-mahdi-korban-uu-ite
Diakses pada 18 September 2021

(3)
https://www.merdeka.com/peristiwa/media-sosial-pengurus-bem-ui-diretas-usai-kritik-jokowi-the-king-of-lip-service.html
Diakses pada 18 September 2021

(4)
https://regional.kompas.com/read/2021/07/07/195958978/akun-instagram-bem-unnes-hilang-setelah-kritik-wakil-presiden-dan-ketua-dpr?page=all
Diakses pada 18 September 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *