Pendidikan Agama Islam merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Peran strategis pendidikan Islam yaitu mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur sebagai bagian esensial dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu dari sekian banyak rumpun mata pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan watak dan pembinaan bangsa bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Perlu kita pahami bahwa pendidikan Islam bukan hanya sistem transfer ilmu dan pengetahuan dari guru ke peserta didik ataupun guru hanya sekedar mengajarkan kepada peserta didik, melainkan merupakan suatu sistem tata kerja yang dibangun di atas pondasi iman, ilmu dan amal shaleh. Hal ini akan mengantarkan pendidikan Islam untuk berusaha mendampingi dan mengisi perkembangan peserta didik sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Jadi, konsepsi dari pendidikan Islam tidak hanya melihat bahwa pendidikan itu sebagai upaya mencerdaskan aspek intelektual semata melainkan menumbuhkan kesadaran dan kepemahaman akan tujuannya sebagai manusia seutuhnya dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam Pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam dipandang perlu dikenalkan dan ditanamkan secara dini kepada anak. Dalam hal ini pendekatan dan komponen pembelajaran mempunyai peran sangat penting, sehingga kurikulum atau acuan yang digunakan harus disesuaikan dengan ketentuan Badan Sistem Pendidikan Nasional (BSNP).
Dinamika Pendidikan Indonesia
Sejak Indonesia merdeka kurikulum telah mengalami dinamika secara berturut-turut yaitu pada tahun 1947, tahun 1952, tahun 1964, tahun 1969, tahun 1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 2004 dan kurikulum tahun 2006. Pada saat ini telah dilaksanakan uji publik kurikulum 2013 sebagai pengembangan dari kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum berbasis kompetensi. Dinamika pendidikan tersebut merupakan konsekuensi logis dimana pendidikan harus mampu menjawab tantangan perubahan dan perkembangan zaman. Kurikulum 2013 disusun untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya dengan pendekatan belajar aktif berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa, sehingga menjadi kurikulum berbasis kompetensi dan karakter. Secara konseptual, kurikulum 2013 dicita-citakan untuk mampu melahirkan generasi masa depan yang cerdas komprehensif yakni tidak hanya cerdas intelektualnya tetapi juga cerdas emosi, sosial dan spiritualnya. Hal itu tampak dengan diintegrasikannya nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran yang tidak lagi menjadi suplemen seperti dalam kurikulum 2006.
Pengembangan pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi dan karakter dianjurkan difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang didemonstrasikan sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajari secara kontekstual. Selain itu, kurikulum ini dianjurkan untuk menggunakan pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik. Pendekatan ilmiah atau saintifik dianggap sebagai titian emas perkembangan dan mengembangkan kompetensi yang diharapkan mampu melahirkan insan Indonesia yang produktif, afektif, inovatif dan kreatif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Pendekatan saintifik terdiri dari lima tahap yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasi yang penerapannya menggunakan berbagai strategi, metode dan model pembelajaran. Pengembangan kurikulum.
Mengacu pada penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 35 bahwa, “Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang meencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.” Maka diadakan perubahan kurikulum dengan tujuan untuk, “melanjutkan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu.”
Untuk mencapai tujuan tersebut menuntut perubahan pada berbagai aspek lain, terutama dalam implementasinya di lapangan pada proses pembelajaran, dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu, sedangkan proses penilaian dari berfokus pada pengetahuan melalui penilaian output menjadi berbasis kemampuan melalui penilaian proses, portofolio dan penilaian output secara utuh dan menyeluruh sehingga memerlukan penambahan jam pelajaran
Disamping itu, kurikulum 2013 sudah tidak lagi menggunakan Standar Kompetensi (SK) sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi Dasar (KD). Sebagai gantinya, kurikulum 2013 telah menyusun Kompetensi Inti yang memuat kompetensi sikap spiritual (K1), sikap sosial (K2), pengetahuan (K3) dan keterampilan (K4) yang dikembangkan ke dalam Kompetensi Dasar. Sehingga dalam hal ini pemerintah menyediakan buku pegangan untuk guru dan siswa sebagai bahan ajar, yang mana di dalam buku acuan tersebut konten materi pun tentunya mengalami sedikit pembaharuan. Oleh karenanya guru sebagai ‘aktor utama’ dalam implementasi kurikulum 2013 yang masih membutuhkan penguatan dan pendampingan dalam pelaksanaan pembelajaran, begitu pula peserta didik dalam mengembangkan sikap dan karakter yang ditekankan dalam kurikulum 2013 tersebut.
Polemik Buku Pegangan Pembelajaran
Selain kurikulum, dalam menunjang keberhasilan suatu pendidikan diperlukan sarana yang dapat menjadi panduan dalam proses pembelajaran diantaranya adalah buku teks. Buku teks atau buku pelajaran sebagai salah satu sarana penunjang pembelajaran yang tergolongkan pada bahan ajar cetak memiliki karakteristik tersendiri yang disesuaikan dengan kurikulum yang diberlakukan dalam hal isi atau konten buku. Buku-buku yang ditulis hendaknya diarahkan pada peningkatan wawasan dan perkembangan jiwa yang positif, tidak hanya masalah iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) tetapi juga masalah sosial dan imtak (iman dan takwa). Maka dengan adanya buku teks dapat memberikan pengaruh positif terhadap peserta didik sesuai dengan karakteristik pola pikir peserta didik sesuai jenjang pendidikannya. Buku teks sebagai sumber yang digunakan oleh peserta didik hendaknya mempunyai bentuk atau cara penyajian yang menarik untuk selalu dipelajari oleh peserta didik.
Pemilihan buku teks sebagai pegangan pendidik dan peserta didik menjadi hal yang sangat penting sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. Pemilihan buku teks harus menyesuaikan perkembangan, kebutuhan dan gaya belajar peserta didik. Selain itu, pemilihan buku teks harus ditinjau segala segi baik itu dari segi isi, penyajian materi, pengemasan (cover), tata bahasa dan lainnya.
Sebagai pemantapan tentang fungsi buku teks, Loveridge menyatakan,
“Pelajaran dalam kelas sangat bergantung pada buku teks. Dalam keadaan guru tidak memenuhi syarat benar, maka buku teks merupakan pembimbing dan penunjang dalam mengajar. Bagi murid, buku teks bertugas sebagai dasar untuk belajar sistematis, untuk memperteguh, mengulang dan untuk mengikuti pelajaran lanjutan.”
Dari pernyataan tersebut, keberadaan buku teks sangat fungsional, baik bagi kelancaran pengelolaan kelas, bagi guru, siswa maupun bagi orang tua.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mempunyai kriteria tersendiri untuk menilai kelayakan buku teks yang digunakan dalam proses pembelajaran. Acuan buku teks yang berkualitas wajib memenuhi empat unsur kelayakan, yaitu kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan kegrafikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan pendidikan, baik itu pra, proses maupun pasca pembelajaran tidak lepas dari peran komponen pembelajaran terutama kurikulum atau tujuan pembelajaran dan buku teks pelajaran sebagai acuan untuk guru dan siswa. Hal ini juga mengacu pada pendidikan agama khususnya, dimana pendidikan agama selama ini dianggap sebagai salah satu media paling efektif dalam penginternalisasian karakter luhur terhadap peserta didik ternyata hanya mengajarkan dasar-dasar agama. Sehingga, untuk meencapai internalisasi pendidikan moral dan budi pekerti secara nyata, mata pelajaran pendidikan agama lebih mendapatkan perhatian khusus dalam pembaharuan kurikulum yang terus mengalami peninjauan setiap tahunnya. Oleh karena pembaharuan tersebut, Pendidikan Agama berubah menjadi “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”, salah satunya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicanangkan oleh BSNP.
Penulis: Nurul Faridah (Sekretaris Umum LPM DinamikA 2017)