Sumber Foto: Salma/DinamikA
Klikdinamika.com– Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DinamikA UIN Salatiga menyelenggarakan talkshow dan bedah majalah edisi XXXII yang bertema ‘Stereotip Keadilan Gender’ di auditorium Gedung Hasyim Asy’ari UIN Salatiga, Jumat (23/12/22).
Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Muna Erawati, Sekretaris Komisi Perempua Indonesia (KPI) Cabang Salatiga Satuf Rohul Hidayah, dan Koordinator Divisi Gender dan Kelompok Minoritas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Aprila Wayar dan diikuti sebanyak 80 mahasiswa UIN Salatiga.
Rizqa Aulia Rokhmah, selaku redaktur majalah DinamikA periode 2022 mengatakan, majalah ini diinisiasi karena masih adanya narasi yang mengkotak-kotakkan antara perempuan dan laki-laki.
“Hal ini berangkat dari keprihatinan kami bahwa masih adanya diskriminasi, narasi yang mengkotak-kotakkan, mengobjektifikasi, dan melanggengkan standarisasi perempuan dan laki-laki, sehingga dimajalah tahun ini kami memutuskan untuk mengangkat tentang keadilan gender, agar dapat menjadi refleksi bahwa setiap orang memiliki hak-haknya sebagai manusia,” ungkapnya.
Dalam acara yang berlangsung tersebut, Hidayah menjelaskan bahwa setiap tahun korban pelecehan di Salatiga terus meningkat. Meskipun tidak sebanyak di kota-kota besar.
“Setiap tahunnya, korban pelecehan di Salatiga terus meningkat. Meskipun jumlah korban tidak sebanyak di kota-kota besar, namun salah satu faktor yang menyebabkan adanya kasus tersebut masih adanya diskriminasi dan menganggap bahwa salah satu pihak itu lemah,” katanya.
Sependapat dengan Hidayah, Aprila mengatakan bahwa di dunia usaha perempuan yang mengajukan cuti melahirkan dianggap sebagai penghambat proses usaha.
“Laki-laki dan perempuan memiliki struktur tubuh yang berbeda, bahkan jika perempuan sedang mengalami menstruasi atau mengajukan cuti melahirkan dianggap dapat merugikan perusahaan, karena produksinya berkurang,” katanya.
“Padahal perempuanlah yang nantinya akan mencetak generasi-generasi yang berkualitas, namun pemenuhan haknya saja terus dibatasi,” tambahnya.
Sedangkan di kampus UIN Salatiga sendiri, untuk menyadarkan dan meminimalisir adanya tindakan pelecehan, kampus membentuk PSGA sebagai lembaga yang membatu rektor untuk menangani jika terdapat kasus pelecehan.
Muna Erawati sebagai ketua PSGA mengatakan bahwa, sebenarnya kampus memiliki Unit Layanan Terpadu (ULT) sebagai tempat pengaduan korban, namun masih dalam proses penyusunan.
“Untuk membentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) di ULT seperti pengaduan dan tindak lanjut korban maupun pelaku masih dalam proses penyusunan. Karena hal tersebut tidak mudah, kami (red: PSGA) masih harus terus menelaah supaya benar-benar matang,” paparnya.
Aprila juga turut mendukung dan memberikan komentar terhadap diskusi yang dilakukan dalam talkshow. Berbekal dari pengalamannya yang pernah mengawal korban pelecehan hingga ke psikolog turut menjadi penengah sebagai rekomendasi Muna dalam penyusunan ULT.
Salah satu peserta yang datang, Anggi, mahasiswa Tadris Bahasa Inggris mengatakan, adanya talkshow dengan mengangkat isu stereotip keadilan gender ini menunjukkan bahwa kepedulian mahasiswa terhadap pemahaman masyarakat diranah gender ini cukup baik.
“Acara ini menyadarkan saya bahwa peran mahasiswa dalam memahami dan memahamkan kepada masyarakat tentang keadilan gender ini sangat dibutuhkan. Selain itu pemateri yang dihadirkan pun dapat memberikan pengetahuan lebih dalam,” katanya. (Alaya/Mahhubati/Salma/red)