Peringati 61 Tahun New York Agreement Illegal, AMP Semarang Tuntut Tarik Militer di Papua

Sumber Foto: Akrom/DinamikA

Klikdinamika.com– aksi memperingati 61 tahun New York Agreement Illegal, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Koordinator Kota Semarang menuntut tarik militer dari Papua. Aksi telah berlangsung di depan Patung Kuda Universitas Diponegoro, Pleburan, Selasa (15/08/2023).

Aksi dimulai sejak pukul 08.00 hingga 12.00 ini diikuti sekitar 30 orang aktivis dan mahasiswa Papua. Dalam aksi tersebut, mereka secara bergantian berorasi dan menyampaikan tuntutan-tuntutan yang dibawakan.

Melki, selaku Koordinator Lapangan aksi, menyampaikan tujuan diadakannya peringatan ini.

”Kami memperingati 61 tahun New York Agreement Illegal, sebuah pertemuan 3 Negara yaitu Belanda, Amerika Serikat dan Indonesia. Pertemuan yang membahas nasib kelak Papua dan hak-hak orang Papua, namun tidak melibatkan orang papua,” ungkapnya.

Dalam aksi tersebut mereka mengecam keras segala tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI-POLRI di Papua yang semakin parah dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari pembungkaman ruang demokrasi, kriminalisasi dan penangkapan terhadap masyarakat maupun aktivis dan pembela HAM, serta pengiriman operasi militer yang terus menerus di Papua.

Sejumlah demonstran AMP (Sumber Foto: Akrom/DinamikA)

Kemudian, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan sikap dan tuntutan kepada Rezim Jokowi-Maaruf, Belanda, Amerika Serikat dan PBB untuk segera:

  1. Memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat West Papua;
  2. Mengakui bahwa New York Agreement 15 Agustus 1962 merupakan kesepakatan yang tidak sah secara yuridis maupun moral tanpa keterlibatan wakil satu pun Rakyat Papua Barat;
  3. Tarik militer (TNI-Polri) organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua Barat;
  4. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, MIFEE, dan seluruh perusahaan asing lainnya, yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas Tanah Papua Barat;
  5. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua;
  6. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan berikan kebebasan bagi jurnalis Nasional, Internasional untuk meliput dan mengakses informasi di Papua Barat;
  7. Cabut dan tolak Otsus Jilid II, DOB, Omnibuslaw, KUHP, ITE, Minerba, dan seluruh regulasi produk kolonial Indonesia di West Papua.

Di akhir, Melki menambahkan harapannya dalam peringatan ini.

“Kami berharap lika-liku orang Papua sejak aneksasi 1 Mei 1963 sampai sekarang diberikan Otsus Jilid 2 dan otonomi baru, masih terjadi kekerasan di papua yang menimbulkan banyak pengungsian-pengungsian, rakyat Papua berharap Pemerintah dapat membuka dialog terbuka antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Rakyat Papua serta Pemerintah Indonesia di bawah PBB. Dan AMP juga berharap bangsa Papua diberikan hak untuk menentukan nasibnya sendiri,” jelasnya. (Akrom/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *