Tradisi Grebeg Makukuhan Desa Kedu, Temanggung: Perspektif Budaya Lokal

Foto masyarakat sedang melakukan Tradisi Grebeg Makukuhan (Sumber Foto: Desakedu.wordpress.com).

Oleh: Audy Razeta Zuhra/Kontributor

Asal-Usul Grebeg Makukuhan

Grebeg Makukuhan ialah tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Kedu, Kecamatan Temanggung. Tradisi Grebeg Makukuhan dilakukan menjelang bulan Ramadhan tiba, tepatnya pada hari Jumat Kliwon. Grebeg Makukuhan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2010. Tradisi ini punya sejarah yang sangat panjang, juga fakta menarik untuk kalian ketahui. Oleh karena itu, di sini saya akan membawa kalian para pembaca untuk mengulik lebih dalam tentang tradisi Grebeg Makukuhan.

Awal mulanya, ada seorang wali di Desa Kedu bernama Ki Ageng Makukuhan yang terkenal akan kesohorannya, yang juga murid dari Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Beliau merupakan wali yang berperan penting menyebarkan agama Islam di wilayah Kedu, Temanggung dan sekitarnya, lewat media pertanian dan bercocok tanam. Tak hanya menyebarkan agama, Ki Ageng Makukuhan juga aktif menekuni bidang pertanian dan peternakan. Untuk pertanian, beliau menanam tembakau, yang sampai sekarang terus berlanjut hingga Temanggung terkenal akan julukannya sebagai Kota Tembakau. Sedangkan di bidang peternakan, beliau mengembangbiakkan ayam cemani, yang hingga detik ini juga menjadi ikon serta andalan dari Desa Kedu.

Strategi penyebaran agama yang diterapkan Ki Ageng Makukuhan lewat pertanian, sukses menarik hati masyarakat Desa Kedu untuk memeluk agama Islam. Hal ini bermula dari gersangnya tanah di daerah Kedu. Kemudian Ki Ageng Makukuhan menanam tanaman tembakau pemberian dari Sunan Kudus yang kemudian digunakan sebagai obat. Beliau lalu melaksanakan shalat di persawahan atau tempat terbuka. Masyarakat mulanya tidak menghiraukan apa yang dilakukan Ki Ageng Makukuhan. Lalu, setelah beberapa saat Ki Ageng Makukuhan shalat, hujan mulai turun setelah sekian lama tak pernah jatuh. Masyarakat yang melihatnya pun mulai tertarik dengan kegiatan shalat. Akhirnya, banyak masyarakat yang sedikit demi sedikit mulai memeluk agama Islam. Hal-hal yang bertentangan dengan Islam, mulai dihapuskan dengan kegiatan baru yang berbau Islam, namun tetap berkitan dengan budaya local.

Petilasan atau makam Ki Ageng Makukuhan dipercaya berada di Desa Kedu, tepatnya di bawah lereng Gunung Sumbing. Beberapa warga juga kerap mengunjungi makamnya untuk ziarah. Masyarakat Desa Kedu kemudian membuat semacam tradisi untuk mengenang leluhur. Tradisi inilah yang kemudian dinamai Grebeg Makukuhan. Tradisi ini bertujuan untuk melestraikan budaya, juga untuk mempererat kerukunan antar warga, atau yang kerap disebut dengan “guyup rukun”.

Perspektif Budaya Lokal Dalam Grebeg Makukuhan

Grebeg Makukuhan merupakan tradisi yang kerap disorot oleh masyarakat luar sebagai kebudayaan lokal yang unik. Grebeg Makukuhan juga beberapa kali masuk dalam acara TV sebagai bentuk pelestarian budaya, contohya dalam channel Trans7. Grebeg Makukuhan ini melibatkan banyak desa dalam proses pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan Grebeg Makukuhan punya banyak rangkaian acara dan filosofinya tersendiri.

Acara pertama dalam Grebeg Makukuhan yaitu Khoul, Khoul merupakan peringatan kematian yang dilaksanakan setahun sekali. Khoul diisi dengan pengajian dan doa yang digelar bersama dengan tujuan mendoakan ahli kubur agar semua amal ibadah yang dilakukannya semasa hidupnya diterima oleh Allah, juga untuk mengenang keteladanan semasa hidup dari Ki Ageng Makukuhan. Tak hanya itu, ada juga penampilan music religius yaitu rebana yang dibawakan oleh remaja desa. Hari pertama diisi dengan kesenian seperti topeng ireng, kudang lumping yang dibawakan oleh grup turonggo rukun manunggal, dan kewanan yang dibawakan oleh grup turonggo jati padangan. Kewanan ialah kesenian mirip kudang lumping, namun diperanankan oleh hewan seperti kerbau dan harimau. Kedua grup dia atas adalah grup kelompok kesenian tradisional asli Temanggung.

Hari kedua biasanya diisi dengan Kirab Budaya yang dilaksanakan sepanjang Jalan Raya Kedu. Kirab budaya merupakan gabungan kesenian dari beberapa desa. Tiap desa akan mempersiapkan pertunjukkannya sendiri yang akan dipamerkan sepanjang jalan. Mereka berjalan dari ujung ke ujung layaknya karnaval yang membawa beragam penampilan. Kebanyakan dari mereka, akan membawa patung anyaman besar yang melambangkan ikon Temanggung. Diantaranya yaitu patung anyaman ayam cemani, tanaman tembakau, kuda lumping, juga gunungan yang berisi beragam tanaman. Ayam cemani ialah ayam hasil persilangan ayam kedu yang dilakukan oleh Ki Ageng Makukuhan, yang kemudian menghasilkan ayam dengan warna hitam, dari darah, tulang, bahkan dagingnya pun juga berwarna hitam. Ayam ini biasanya digunakan di upacara ritual. Ayam cemani yang menjadi ikon Desa Kedu, kini sudah mulai langka dan harganyapun mahal. Sedangkan tanaman tembakau, seperti yang sudah dijelaskan di atas merupakan hasil penanaman Ki Ageng makukuhan yang terus berkembang hingga sekarang. Kuda lumping, yakni kesenian tradisional andalan Temanggung. Dan yang terakhir yaitu gunungan yang berisi hasil panen sawah. Gunungan ini akan diarak selama perjalanan, kemudian ketika sampai Gedung Makukuhan, gunungan ini akan diperebutkan oleh masyarakat. Siapapun yang berhasil mengambil beberapa tanaman dari gunungan itu, dipercaya dapat menyuburkan sawah dan melancarkan panen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *