SALATIGA – Rektor IAIN Salatiga, Rahmat Hariyadi turut hadir dalam rangkaian acara yang diselenggarakan oleh Youth Association of Bidikmisi Limardhotillah (YABISMILLAH) pada Selasa, (27/11) di Auditorium Gedung Ahmad Dahlan Kampus 3 IAIN Salatiga. Acara ini terdiri dari tiga rangkaian, yaitu Workshop Career and Character Development, Pelepasan Wisudawan Bidikmisi angkatan 2014, dan Musyawarah Besar (MUBES) YA BISMILLAH 2018.
“Mahasiswa bidikmisi adalah mahasisiwa pilihan, kebanggaan bagi keluarga dan kebanggaan juga bagi institut,” tegas Rahmat dalam sambutannya. Bidikmisi telah memberi harapan bagi mereka yang awalnya tidak punya harapan untuk kuliah. Maka, harapan dan mimpi Anda harus diwujudkan sebagai konsekuensi atas perhatian pemerintah terhadap Anda, imbuhnya.
Dalam paparannya ia menjelaskan bahwa, jika kemiskinan dapat menumbuhkan dan menyemaikan mimpi-mimpi yang luar biasa untuk menjadi orang yang suatu saat bisa mengatasi kemiskinan. Maka kemiskinan itu menjadi jalan yang baik bagi orang tersebut. Sebaliknya, orang yang sejak kecil hidupnya bergelimang kekayanan. Namun kekayaan itu mengantarakan seseorang tidak meraih apa–apa karena merasa sudah berkecukupan. Maka kekayaan dan kecukupan itu tidak baik baginya.
“Kadang-kadang kita dilecehkan. Tapi, keadaan ini membuat kita bisa menyemai di dalam hati, dalam benak kita, dalam pikiran kita agar suatu saat tidak pernah melecehkan siapapun bahkan bisa membantu siapapun. Itulah filosofi di balik bidikmisi,” tuturnya.
Rahmat memberikan sebuah formula untuk mahasiswa bidikmisi, yaitu 2P, Prestasi dan Prihatin. “Jawablah beasiswa bidikmisi ini dengan 2P, yaitu prestasi dan prihatin. Mengapa? Karena orang yang berprestasi tanpa prihatin, tentunya akan menjadi sombong, cenderung memiliki karakter tidak baik, dan tidak memiliki kecerdasan emosional, serta kehilangan sifat tawadhu. Kehilangan tawadhu, akan kehilangan dunia kerja, kehilangan lapangan, orang tidak akan menerima,” paparnya.
Ia menjelaskan bahwa kontribusi kecerdasan emosional itu sekitar 80% terhadap keberhasilan hidup seseorang. Sementara kontribusi kecerdasan intelektual hanya sekitar 15 – 20 % saja. Sebuah penelitian yang ditujukan kepada siswa sekolah yang menduduki peringkat ranking 5 besar. Mereka yang meraih kesuksesan bukanlah mereka yang meraih peringkat nilai tertinggi di sekolah, melainkan mereka yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional.
Rahmat juga memberikan petuah kepada para wisudawan bidikmisi angkatan 2014 agar memiliki tiga karakter mahasisiwa ideal, yaitu prestasi, budi pekerti, dan organisasi. Prestasi adalah tiket masuk memasuki lapangan kerja. Budi pekerti atau karakter yang berupa bagaimana cara kita membawa diri, berhubungan dengan atasan dan sebagainya. Sementara organisasi dapat memepermudahmu dalam mengasah kemampuan beradaptasi yang ditentukan oleh pengalaman berorganisasi.”
Ia juga memberikan sebuah motivasi melalui personifikasi bahasa yang ia gunakan. “Jadilah jarum detik di dalam organisasi. Jarum detik yang terus berputar walaupun tidak pernah dilihat orang;. Orang hanya akan melihat jarum menit dan jam. Tapi, hakikatnya jarum detiklah yang menggerakan seluruh jam hingga berfungsi dan bermanfaat bagi orang lain.”
Dengan demikian, kata Rahmat, jika Anda berbuat baik terhadap organisasi, maka hakikatnya Anda sedang berbuat baik kepada diri Anda sendiri. Jika Anda aktif di organisasi, maka hakikatnya Anda sedang menempa diri Anda sendiri. Jika Anda serius berorganissi, Anda serius membekali diri.
Di akhir paparannya Ia mengutarakan sebuah kata bijak. “Hidup hanya berisi kesempatan. Hidup tidak pernah memiliki jaminan. Tapi, dalam meraih kesempatan dan peluang, kita punya jaminan. Ad-du’a silahul mukinin, doa adalah senjata orang beriman. Selagi punya doa dan keyakinan kepada Allah, kita akan diberikan yang terbaik oleh Allah,” tuturnya. (Fadlan/Red)