Pendidikan Alternatif untuk Anak-anak Marginal

Sumber Foto: Dokpri

Oleh: Kartika Wulandari

Pendidikan alternatif adalah sistem pendidikan yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan bertahap, tidak harus identik dengan jalur pendidikan di luar sekolah atau pendidikan formal. Pendidikan alternatif membantu mengembangkan potensi siswa dengan fokus pada perolehan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta mengembangkan sikap dan kepribadian fungsional.

Berdasarkan Undang-Undang yang membahas mengenai hak seluruh insan Indonesia untuk mendapatkan pendidikan, hal tersebut telah tertuang pada UUD 1945 pasal 28 C, yaitu “Setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi kesejahteraan umat manusia”, dan juga pasal 31 UUD 1945 mengenai “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Kedua pasal tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan ke seluruh warga negara Indonesia untuk mengenyam pendidikan, tidak terkecuali pendidikan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.

Namun realitanya di lapangan menunjukan bahwa, seluruh masyarakat belum bisa sepenuhnya mengakses hingga merasakan pendidikan, terutama untuk anak-anak Indonesia yang berasal dari keluarga ekonomi rendah. Masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah ini masuk ke dalam kategori masyarakat miskin. Keluarga yang miskin biasanya melahirkan anak-anak yang sebagian besar tidak mempunyai kesempatan untuk duduk dan merasakan atau mengenyam pendidikan yang jenjangnya lebih tinggi, seperti di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA). Kenyataan memilukan lainnya adalah banyak anak terpaksa putus sekolah karena ketidakmampuan orang tua dalam membiayai keperluan sekolah anak, bahkan tenaga anak tersebut dimanfaatkan oleh keluarganya untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal mengenyam pendidikan menjadi hal yang penting untuk mereka, karena dengan bersekolah, maka ia dapat memperbaiki ekonomi keluarganya di masa yang akan datang.
 
Dengan adanya pendidikan alternatif yang ditawarkan, harapannya dapat membantu anak-anak marginal untuk terus mengenyam pendidikan, sehingga mereka dapat memperoleh hak yang seharusnya ia terima, yaitu untuk dapat tumbuh kembang yang baik hingga dapat terbantu dengan adanya pendidikan alternatif. Pendidikan alternatif bagi anak-anak marginal adalah awal mula mereka untuk mendapatkan masa depan yang cerah dan memutuskan rantai kemiskinan di keluarga mereka, terdapat tiga pendidikan alternatif untuk masyarakat marginal yang dinilai sesuai serta tepat untuk diterapkan, yaitu:

1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah penanaman karakter yang berakar pada pembentukan nilai-nilai hidup. Seperti yang kita ketahui bahwa manusia mempunyai kemampuan Intelligent Quotient (IQ) yaitu kecerdasan formal, Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan olah rasa, (Spiritual Quotient) SQ berupa kecerdasan moral dan agama, dan Adversity Quotient (AQ) merupakan kecerdasan mengenai daya juang.

Dengan terbentuknya kecerdasan moral dan agama, maka nantinya akan membuat anak-anak menjadi kenal dengan norma-norma yang diterapkan oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan tumbuh menjadi seseorang yang bernorma sesuai dengan etika yang berlaku. Kecerdasan adversitas juga dapat membantu anak menjadi berpikir terhadap masa depan dan mempunyai kemampuan hidup yang tangguh, teguh dan berani untuk memperjuangkan nasib serta memperbaiki hidupnya yang terjebak dalam kemiskinan struktural. Kecerdasan emosi membuat anak menjadi sadar dengan kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirinya. Saat keempat kecerdasan di atas digabung, maka akan melahirkan atau mendapatkan rumusan pembelajaran yang sesuai dan tepat untuk pembentukan karakter pada anak-anak marginal. Jadi, harapan untuk memberikan pendidikan ke anak-anak marginal dapat dimulai dengan memberikan pendidikan karakter terlebih dahulu, setelah itu baru pendidikan yang bersifat akademik.

2. Upaya Menyetarakan Pendidikan
Pemerintah harus mempunyai rasa kepedulian untuk memberikan pendidikan ke anak-anak marginal. Ujian kesetaraan membuat anak-anak marginal mendapatkan peluang yang sama dengan anak-anak lainnya yang berada di luar. Salah satu contohnya dengan mengikuti ujian paket A, B dan C, maka jenjang pendidikannya akan setara dengan anak lainnya. Program ini harus lebih diupayakan dan diseriuskan karena hal tersebut dapat membantu anak-anak marginal menjadi sejajar dengan anak-anak lain yang sudah mengenyam pendidikan. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dianggarkan juga bisa untuk membangun sekolah negeri yang gratis di setiap kecamatan, sehingga terjadi pemerataan sekolah beserta fasilitasnya.

3. Uluran Tangan Pihak Lain
Dengan tumbuhnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai tujuan untuk membuat pendidikan Indonesia semakin maju, maka akan memberikan secercah harapan untuk anak-anak marginal. Karena dengan adanya LSM, anak-anak marginal yang tidak bisa mengenyam pendidikan di sekolah formal akan tetap bisa menimba ilmu, dan tetap mendapatkan ijazah. Saat ini di Indonesia ada beberapa lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, yaitu Sabe Street Child (SSC), Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB), Sekolah Master, dan Terminal Hujan.
 
Kehidupan dan pola perilaku anak marginal berbeda dengan kehidupan dan pola perilaku anak yang bertumbuh kembang di lingkungan sehat, karena anak marginal mengadopsi nilai-nilai makna kehidupan yang cenderung tidak menguntungkan dari lingkungannya. Mengutip tulisan Hamdan yang berjudul Menggagas Pendidikan Bagi Kelompok Masyarakat Ekonomi Rendah dalam jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi dijelaskan bahwa terdapat banyak faktor yang menjadi pemicu karakter anak-anak marginal, contohnya seperti faktor lingkungan yang berada di jalanan cukup bebas, dan karena terdapat faktor kemiskinan yang struktural membuat anak anak ini tidak bisa menikmati masa kecilnya karena sudah harus bekerja, hal ini menyebabkan perkembangan rohani dan jasmani mereka menjadi terhambat. Oleh sebab itu masih banyak diperlukan uluran tangan baik dari masyarakat maupun pemerintah untuk bergerak menghadapi persoalan tersebut.

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *