Ketua Senat UIN Salatiga, Imam Sutomo, memimpin Sidang Senat Terbuka. (Sumber Foto: Faiz/DinamikA)
klikdinamika.com– Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga kembali mengukuhkan guru besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Islam. Direktur Pasca Sarjana, Miftahuddin, dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang tersebut melalui Sidang Senat Terbuka yang digelar di Auditorium Prof. Dr. H. Achmadi, Rabu (6/3/2024).
Adapun pengangkatan Miftahuddin sebagai guru besar, ditetapkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 116206/B.II/3/2023 tentang Kenaikan Jabatan Akademik/Fungsional Dosen di UIN Salatiga.
“Prof. Dr. Miftahuddin, M.Ag, terhitung mulai tanggal 1 September 2023, dinaikkan jabatannya menjadi profesor dalam bidang Ilmu Pendidikan Islam, dengan angka kredit sebesar 877,” ucap Muh. Saerozi, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan, saat membacakan KMA itu.
Acara pengukuhan itu sekaligus menandai bertambahnya jumlah guru besar di UIN Salatiga menjadi 20.
Dalam acara itu, Miftahuddin menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Islamisasi Sains, Saintifikasi Islam, atau Sains Islam? Pilihan Paradigma Integrasi Keilmuan UIN Salatiga”. Dia menyampaikan konsep integrasi antara sains dan ilmu agama islam, dalam paradigma integrasi dialogis, yang menjadi concern-nya dalam 10 tahun ini.
“Alih bentuk (dari STAIN/IAIN ke UIN), tanpa integrasi ilmu, adalah sesuatu yang absurd. Cukup IAIN untuk ilmi agama, cukup universitas umum untuk ilmu umum (sains). Harus ada integrasi antara sains dan ilmu agama Islam,” ucapnya.
Dia juga mengakui bahwa gagasannya tersebut merupakan sebagian kecil dari gagasan para pemikir muslim sebelumnya.
“Apa yang saya sampaikan di sini, hanya ranting kecil dari dahan dan pohon besar, atas apa yang sudah diteorisasikan dan disuarakan secara lantang oleh para Moslem Schoolars terdahulu,” ujarnya.
“Misalnya, Fazlur Rahman dengan teori Double Movement-nya, Muhammad Arkoun dengan teori Korpus Terbuka-nya, Mukti Ali dengan ilmiah cumdoktrinalnya, Harun Nasution dengan rasionalisasi ilmu-ilmu keislamannya, Nurcholish Madjid dengan Islam kemodernannya, Abdurrahman Wahid dengan pribumisasi Islam, Qodri Azizi dengan humanisasi ilmu-ilmu keislamannya, Amin Abdullah dengan integrasi interkoneksi triadiknya, Azyumardi Azra dengan integrasi ilmu-ilmu keislaman, dan masih banyak lagi,” paparnya.
Di akhir, dia sampai pada kesimpulan bahwa, model integrasi keilmuan UIN Salatiga dengan konsep “Circle of Wasathiyah Knowledge” merupakan panggilan historis.
“Pilihan paradigma integrasi keilmuan dan implementasinya secara sistematis komprehensif pada UIN, termasuk Salatiga, merupakan tugas kesejarahan (dari) proyek integrasi ilmu menuju kesejahteraan dan tingginya peradaban kemanusiaan,” jelasnya.
Guru Besar ke-15
Zakiyyuddin Baidhawy, menyebut Miftahuddin adalah guru besar ke-15 yang dia kukuhkan selama menjabat sebagai Rektor UIN Salatiga. “Semoga yang lain menyusul. Sudah ada di Jakarta 3 orang, mudah-mudahan pada selamat semuanya,” harapnya dalam sambutan.
Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan urgensi mengapa UIN Salatiga melakukan akselerasi guru besar. “Karena ini tanggung jawab institusional,” ujarnya.
Dia juga mengapresiasi kepada tenaga pengajar di UIN Salatiga.
“Saya sangat bangga, berdasarkan data di kepegawaian, dosen-dosen muda saat ini pada rajin naik pangkat. Meskipun muda-muda, sebagian sudah jadi lektor kepala, lektor juga lumayan banyak,” tuturnya.
Usai sambutan, Zakiyyuddin menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara UIN Salatiga dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi. MoU ini menyepakati, salah satunya, di bidang pendidikan dan pengajaran untuk Pendidikan Profesi Guru (PPG). (Faiz/red)
Catatan redaksi: Kami memohon maaf atas kesalahan data pada bagian judul yang semula Kukuhkan Guru Besar Lagi, UIN Salatiga Kini Punya 22 Profesor menjadi Kukuhkan Guru Besar Lagi, UIN Salatiga Kini Punya 20 Profesor