Kegiatan menanam bibit tanaman keras di Tiamo, Dusun Sukowolu, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang (Sumber Foto: Aulia Eka/DinamikA).
Klikdinamika.com– Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Mitapasa Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga menggelar kegiatan Restorasi Merbabu dengan menanam bibit tanaman keras di Tiamo, Dusun Sokowolu, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Minggu (15/6/2025).
Ketua Mapala Mitapasa, Zakariya Muhammad menyampaikan bahwa latar belakang Restorasi Merbabu ini digelar sebagai wujud keprihatinan dan kecintaan terhadap alam, terutama kawasan Merbabu kerap mengalami kebakaran hutan yang berdampak pada menurunnya debit mata air. Kegiatan itu juga menjadi bagian dari rangkaian Milad ke-31 Mapala Mitapasa.
“Diadakannya restorasi merbabu ini sebenarnya salah satu prihatin kita dan bentuk sikap kecintaan kita terhadap alam. Merbabu kan juga dekat sekali, jadi menjadi salah satu bentuk perhatian kita karena sempat berkali-kali mengalami kebakaran hutan sehingga menyebabkan area mata air itu debitnya berkurang, sehingga pohon-pohon yang menjadi tampungan air dan daya air itu juga ikut terkuras,” ungkapnya.
Zakariya menambahkan salah satu tujuan dan alasan utama Mapala Mitapasa melakukan Restorasi Merbabu, karena antisipasi untuk mencegah kejadian yang mungkin bakal menimpa hilir jika hulunya tidak dijaga.
“Tujuan dari restorasi merbabu ini seperti di tema-nya restorasi hulu dan hilir untuk penanggulangan bencana, salatiga itukan sempet banjir, dan itu baru pertamakalinya loh, nah itu juga menjadi alasan utama salatiga jangan sampai banjir, makannya kita rawat hulunya pusat tampungan air di gunung,” ucapnya.
Mintoro, selaku peserta menyatakan bahwa jika kegiatan ini dijadikan sebagai acara yang beerkelanjutan, maka lahan tersebut kemungkinan bisa menjadi hijau kembali. Menurutnya, hal itu merupakan sesuatu yang baik, karena setelah melakukan penanaman, tanaman tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa perawatan. Oleh karena itu, kegiatan tersebut perlu disosialisasikan dan dibudayakan.
“kalau ini dijadikan event untuk terus menerus lahan ini mungkin nanti bisa hijau lagi, saya kira bagus, karena kalau kita habis tanam kemudian ditinggal jadinya ya mangkrak, tanaman kan butuh perawatan, jadi event ini perlu disosialisasikan, perlu dibudayakan, bukan hanya orang Salatiga yang peduli merbabu saja, mungkin dari luar-luar juga,” katanya.
Ia juga berharap masyarakat memiliki kepedulian terhadap kondisi lahan yang masih banyak kosong, terutama karena merupakan bekas area kebakaran. Ia menyatakan keraguannya pada para petani dalam menjaga kelestarian lingkungan, karena menurutnya para petani lebih berfokus kebutuhan ekonomi atau urusan perut. Ia mencontohkan bahwa di kawasan pegunungan, bekas kebun teh pernah dibabat habis dan diganti dengan tanaman lain, yang dinilainya berbahaya dan bisa memicu bencana alam dalam 5-10 tahun ke depan.
“Ini masih banyak yang kosong, apalagi ini bekas kebakaran. Saya berharap sekali, pedulilah. Soalnya kalau cuma ngandelin petani, saya nggak yakin. Petani itu urusannya perut, jadi kadang-kadang mengabaikan kelestarian lingkungan. Saya tahu sendiri, di gunung itu pernah ada bekas kebun teh, dibabat semua, dijadikan tanaman lain. Itu bahaya. Mungkin 5 sampai 10 tahun ke depan bisa terjadi bencana alam. Nah, itu makanya perlu edukasi,” tegasnya. (Aya/Hafidz/Red).