Benang Merah Kepada Tanah: Memacu Kesadaran terhadap Lingkungan

Sumber Foto: Akrom/DinamikA

Klikdinamika.com, Diskusi dan bedah film bertajuk ‘Benang Merah Kepada Tanah’ dilaksanakan oleh para pegiat lingkungan Salatiga untuk memacu kesadaran manusia terhadap lingkungannya, kegiatan telah terlaksanakan di Tepikota Coffee Salatiga, Senin (08/08/2022).

Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 06-07 Agustus 2022 ini dibuka secara umum, bukan hanya diskusi dan bedah film semata, namun kegiatan ‘Benang Merah Kepada Tanah’ pun melaksanakan kegiatan penanaman pohon secara simbolik di sekitar Tepikota, Kalibening.

Feri Oky Triansah, selaku pemilik toko Tepikota Coffee Salatiga menyambut baik kegiatan yang diusung secara kolektif dengan teman-teman komunitas yang diantaranya; Cagar Pangan, Salatiga Peduli, Forest Art Camp, Eco-Enzyme Nusantara, Independent Photo Jurnalist dan pegiat lingkungan lainnya, kemudian dipilihlah isu lingkungan dengan tema ‘Benang Merah Kepada Tanah’.

Ia menjelaskan juga mengenai makna dibalik tema tersebut.

“Menggugah kembali kecintaan pada ibu bumi melalui para penghayat hobi, karena di mana kita berpijak, disitulah kita hidup dan menghidupi,” jelasnya kepada reporter klikdinamika.com.

Megan selaku ketua komunitas Cagar Pangan mengatakan bahwa pentingnya membiasakan diri untuk menanam di lingkungan kita sendiri.

“Ketika kita menanam pohon hari ini, kita sudah menciptakan tiga kilogram oksigen perhari untuk kehidupan, dan membangun kesadaran terhadap lingkungan itu dimulai dari kesadaran individu bukan kesadaran kolektif,” ucapnya saat diskusi bersama.

Ia juga menegaskan bahwa sebagai seorang aktivis lingkungan seharusnya bergerak melakukan aktivasi terhadap tanah dengan penanaman pohon, bukan hanya sekedar membuat narasi hingga hanya sampai pada advokasi.

“Banyak aktivis lingkungan di Indonesia, banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait lingkungan, tetapi hanya sedikit aktivasi mereka terhadap tanah, mereka hanya membuat narasi, membuka diskusi, dan hanya sampai pada advokasi,” jelasnya dengan tegas.

Selain itu, founder dari komunitas Forest Art Camp, yaitu Wawan, juga menyayangkan sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat di hutan dan perdesaan saat ini yang sudah terpengaruhi oleh kehidupan konsumerisme masyarakat perkotaan.

“Masyarakat desa hari ini tidak seperti masyarakat desa di 20 tahun belakang dengan semangat gotong royong yang luar biasa, gaya hidup masyarakat desa sekarang seperti berkejaran dengan masyarakat perkotaan hingga akhirnya banyak anak muda sekarang tidak peduli dengan alam lingkungannya,” keluhnya.

Eric Darmawan selaku ketua komunitas Salatiga Peduli memberikan kiat-kiat sederhana yang bisa kita lakukan untuk bisa melestarikan dan menjaga lingkungan.

“Secara kolektif kita harus mulai melawan dengan penggunaan energi-energi terbarukan dalam skala kecil, penggunaan plastik juga harus dikurangi, misalnya botol air mineral kita ganti dengan tumbler,” sarannya.

Candra Firmansyah dari komunitas Independent Photo Jurnalist, menyarankan lebih mengaktifkan diskusi kembali mengenai isu lingkungan, sekaligus menambahkan saran tambahan sebagai kiat-kiat hidup sederhana yang ramah terhadap lingkungan.

“Harus lebih sering diadakan diskusi seperti ini supaya generasi penerus kita tidak hilang, dan event thrift itu sebenarnya juga mencegah tingkat produksi berlebih dan sangat membantu untuk menjaga lingkungan,” imbuhnya. (Ramzy/Akrom/Abdi/red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *