Wawancara Eksklusif Calon Wali Kota Salatiga, Juan Rama: “Turunkan Saya, Jika Saya Terbukti Menerima Uang”

Juan Rama salah satu calon Wali Kota Salatiga (Sumber Foto: Akun Instagram@ramajuan).

Klikdinamika.com– Pemilihan Umum Wali Kota Salatiga akan segera digelar bersama seluruh pilihan daerah di Indonesia secara serentak pada 27 November 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Salatiga telah menggelar Rapat Pleno Terbuka dan menempatkan 3 kandidat yaitu Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 1 Dr. Robby Hernawan, Sp.OG dan Nina Agustin yang diusung oleh koalisi gemuk: yaitu Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Buruh, Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Garuda, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat. Selanjutnya, Paslon nomor urut 2 H. Juan Rama, S.A.B dan Hj. Sri Wahyuni, S.E., M.H yang hanya diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Terakhir, Paslon nomor urut 3 Drs. Sinoeng Noegroho Rachmadi, M.M & H. Budi Santoso, S.E., M.M yang diusung oleh Partai PDI Perjuangan, Partai Kesejahteraan Sosial (PKS), Partai Nasional Demkrat (NasDem) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Klikdinamika.com– berkesempatan mewawancarai salah satu Calon Wali Kota yang diusung oleh partai tanpa koalisi yaitu Juan Rama pada Kamis (17/10/2024) di kediamannya.

Pendidikan jadi sektor yang sangat penting dari sebuah pembangunan sumber daya manusia. Lalu, dari Bapak sendiri, di sektor pendidikan itu punya komitmen yang seperti apa? Apa yang ingin Bapak bangun di Kota Salatiga?

Bicara soal pendidikan, khususnya di Salatiga ini, kita harus tahu datanya dulu. Menurut data yang kami peroleh dari Pemerintah Kota Salatiga (Pemkot Salatiga), rata-rata lama sekolah anak-anak di sini masih sembilan setengah tahun. Perlu diketahui juga pemerintah pusat mewajibkan di setiap kota/kabupaten di seluruh Indonesia, rata-rata lama sekolah minimal dua belas tahun. Akhirnya, kami coba untuk bedah, kenapa rata-rata lama sekolah di Salatiga ini baru sembilan setengah tahun. Salah satunya kendala soal biaya. Memang biaya ini yang pasti mungkin di daerah-daerah lain juga menjadi problem.

Akhirnya, kami turunkan dalam program-program dari kisi-kisi yang kami buat. Itu pastinya soal biaya siswa, yang pertama. Kalau mengandalkan APBD Kota Salatiga, yang tahun 2024 ini cuma Rp900 miliar, sedangkan sekitar 60% itu untuk belanja pegawai. Artinya, tinggal 40% yang bisa dipergunakan untuk melakukan program-program lain. Akhirnya, biaya beasiswa itu sumber keuangannya dari mana? Padahal, sebenarnya dari undang-undang sudah menyebutkan sekian persen untuk pendidikan, sekian persen untuk kesehatan.

Tapi, kalau kita mengacu itu pasti tidak akan cukup. Untuk mendongkrak, mendorong supaya rata-rata lama sekolah di masyarakat di Kota Salatiga ini bisa sampai minimal 12 tahun. Akhirnya pertama, kita akan meminta kepada perusahaan-perusahaan yang ada di kota Salatiga ini dalam bentuk CSR (Common Reporting Standard), nantinya akan diwujudkan dalam bentuk beasiswa.

Bagaimana komitmen Bapak mengenai pembangunan Kota Salatiga yang akhirnya berkolaborasi dengan universitas-universitas? Kolaborasi antar akademisi yang akhirnya menjadi bekal beberapa permasalahan di Kota Salatiga. Ke depannya, apa gagasan Bapak untuk menghubungkan itu?

Jadi, ada lima prinsip di dalam membangun suatu daerah. Di dalamnya itu, ada unsurnya, yaitu pemerintah itu sendiri. Dalam pemerintah itu ada eksekutif dan legislatif. Kedua, ini pastinya dari masyarakat. Ketiga, dari akademisi, terus dari pers. Ya, di dalam kami, pemerintah khususnya, akan berkolaborasi.

Saya memberikan satu contoh, ketika waktu itu saya sampaikan di UKSW, yaitu bagaimana kita ini bisa meningkatkan para pelaku UMKM di kota ini. Di UKSW itu ada namanya Merdeka Belajar. Kalau yang hubungannya dengan UMKM berarti jurusan perekonomian salah satunnya. Nah, di situ kami akan bekerjasama dengan akademisi dan pihak-pihak kampus. Dalam rangka mahasiswa memenuhi unsur kuliahnya, itu akan terjun langsung di situ, memberikan pelatihan yang sesuai dengan bidangnya. Jadi, ada simbiosis mutualisme di situ. Pemerintah mendapatkan ilmu untuk masyarakatnya dari pihak kampus. Pihak kampus, khususnya mahasiswa, bisa memenuhi SKS-nya.

Mas Juan, melihat permasalahan terutama soal masalah lingkungan dan sampah, melihat TPA Ngronggo itu seperti apa? Bagaimana komitmen atas masalah yang ada di sana?

Ya, yang pertama tadi kembali lagi soal birokrasi, SDM-nya birokrasi. Kalau masyarakat ini sudah berpartisipasi aktif dengan baik, memilah-milah sampah, itu sudah luar biasa sebenarnya. Tapi, ketika sampai TPA, campur lagi. Artinya, petugas-petugas itu yang memang kita harus benar-benar bina, kita harus awasi.

Yang kedua, bagaimana menyikapi usia TPA di Ngronggo itu tinggal 2 tahun, pastinya kami akan mencontoh di Kota Semarang. Ada salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang memang ditugasi untuk mengelola sampah yang nantinya akan dijadikan listrik. Di Kota Semarang waktu itu, mendapatkan hibah alat, apa saya lupa namanya, untuk mengelola sampah yang akan dijadikan listrik, yang nanti akan dijual ke PLN.

Bagaimana komitmen Bapak meilhat maraknya pembangunan properti yang mulai menelan lahan hijau di Kota Salatiga? Bagaimana pandangan Bapak?  

Pastinya dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan muncul yang namanya rumah-rumah.. Waktu itu, ide saya untuk bisa menampung jumlah penduduk yang ada di Kota Salatiga, tapi tidak mengorbankan soal lingkungan. Bagaimana kita ini akan membangun sebuah pemukiman, tapi dalam bentuk vertikal. Vertikal seperti rumah susun atau apartemen. Itu yang sedang kita hitung. Dengan keadaan ekonomi di kota Salatiga, masyarakatnya kalau ditempatkan pada sebuah apartemen atau rumah susun itu akan seperti apa? Sampai enggak ekonominya? Seperti itu.

Kalau semua perumahan dibangun secara melebar, lahan akan terus habis. Gagasan saya secara pribadi sedang kita diskusikan, ini kita bentuk bangunan bentuk vertikal. Karena di sini, kan, tidak ada batasan tingginya, seperti di kota Semarang karena di sana dekat bandara. Artinya kalau kita vertikal, selama secara struktur bangunan yang mampu, itu masih memungkinkan.

Pada pemerintahan periode yang sebelumnya, beberapa pembangunan proyek sempat mangkrak dan tidak diteruskan, bahkan ada dugaan kasus korupsi. Melihat kondisi itu, seumpama Bapak menjadi walikota, apakah proyek tersebut bakal diteruskan atau akan dibuat seperti apa?

Soal permasalahan pembangunan, dalam hal ini, yang ditanyakan tadi gedung olahraga, Taman Wisata Religi, dan Taman Wisata Sejarah, kita sebenarnya mempunyai perencanaan. Tadi saya sampaikan, APBD Kota Salatiga ini cuma Rp. 900 miliar. Ketika kita mempunyai program, salah satunya saya punya program tentang olahraga ini, kita ingin membangun sebuah sport center atau sport entertainment. Jadi, olahraga ini tidak cuma sekadar olahraga, tapi menjadi entertainment untuk bisa dijual.

Dan komitmen saya untuk yang Kridanggo dan Taman Wisata Religi pasti akan kita teruskan. Karena di situ sudah dikeluarkan anggaran dari pemerintah. Itu uangnya dari rakyat, kita harus teruskan, kita harus perbaiki bangunan-bangunan itu. Walaupun memang nanti soal teknisnya saya masih belum tahu, belum berpikir sejauh itu.

Bagaimana pandangan Mas Juan soal investor di Salatiga ke depannya? Apakah investor ke depannya hanya dijadikan sebagai kepentingan bisnis atau memang untuk pembangunan yang ditujukan bagi masyarakat?

Saya dengar dari beberapa sumber menyampaikan pentingnya investor masuk di Salatiga. Salah satunya itu karena di awal itu sudah di-gini-giniin, makanya pada nggak mau. Itu komitmen saya. Saya tidak akan, yang pertama tadi, soal bagaimana kita reformasi produksi, jangan sampai ada yang terus dibuat jual-beli jabatan.

Kedua, soal kedekatan. Ketika saya memang diketahui menerima satu rupiah pun dari para pihak investor, turunkan saya. Komitmen saya seperti itu. Ini saya sampaikan di UKSW. Artinya, kita memang sangat membutuhkan investor. Tinggal nanti kita akan kerjasamanya itu seperti apa? Salah satu contoh dari program kami, sport center itu tadi yang saya sampaikan. Investor akan menggunakan lahan punya pemerintah kota, aset pemerintah kota. Di situ dia akan investasi di dalam pembangunan. Cuma, nantinya jangan sampai seperti harga sewa segala macamnya itu memberatkan masyarakat.

Problem yang belum terpecahkan di beberapa periode wali kota adalah tentang revitalisasi pasar-pasar di Salatiga. Ada beberapa pasar yang sudah direvitalisasi dan mengalami beberapa kendala baru soal pasar, karena menjadi sektor perekonomian yang paling dekat dengan masyarakat kelas menengah ke bawah. Bagaimana pendapat Bapak mengenai hal tersebut? 

Bicara soal pasar, kemarin di 2019 sampai 2024 saya menjadi anggota DPRD dan ditugaskan di Komisi B. Salah satu mitranya itu Dinas Perdagangan. Kota Semarang itu Dinas Perdagangan yang membawahi pasar-pasar tradisional. Pengalaman kami di sana itu ketika merevitalisasi pasar, waktu itu kita sampaikan di saat kita tidak mau membangun pasar, itu akhirnya yang bagus. Seperti Pasar Sapi salah satu contoh, pasar Rejosari. Itu dibuat seperti itu, malah masyarakat enggak mau ke situ.

Tapi ketika saya ke pasar Blauran, khususnya Blauran 1, itu masih asli. Itu rame di situ. Memang, pertama pada dasarnya merevitalisasi pasar itu yang tidak membuat masyarakat itu sulit dalam menjangkau. Karena pasar ini juga sebagai objek untuk bersosialisasi. Nah, memang kendalanya itu tidak hanya pasar saja, tapi sekarang ini habit masyarakat berpengaruh juga.

Artinya habit, sekarang apa-apa lewatnya online-online, seperti itu. Nah, dalam rangka kita ini membantu para pedagang yang ada di pasar, kita akan membuat gerakan-gerakan yang ada di pasar-pasar, meramaikan di pasar. Waktu itu saya juga sebenarnya di Rejosari itu sudah. Nah, kita akan buat inovasinya, mungkin kita akan menggerakkan para ASN untuk belanja di sana. Mungkin dalam seminggu itu berapa kali, kita gilir di semua pasar. Pesannya, jangan sampai ketika kami mempunyai program seperti itu, nanti terus pedagang pasang tarifnya tinggi. Makanya ini butuh sinergi kita supaya semuanya bisa berjalan dengan baik. 

Bagaimana padangan Bapak tentang sarana infrastruktur transportasi? Karena menurut data di lapangan Salatiga belum ada sistem transportasi yang pararel  di Salatiga, jika Anda di amanahi apa yang akan Anda canangkan?  

Kalau masalah transportasi, kita akan membuat BUMD di Pemerintahan Kota Salatiga. Kita akan melakukan kerjasama dengan pengusaha angkot yang ada di bawah BUMD tersebut. Nah, kita akan memanejemeni transportasi itu seperti yang ada di kabupaten yang lain, ini bagus jadi intergrasi. Contohnya yang di Semarang itu udah ada Trans Semarang, tap masih ada antar jemput yang masuk-masuk ke jalan-jalan kecil yang menghubungkan dengan halte-halte Trans Semarang itu. Jadi kita akan membuat transportasi yang seperti itu. 

Melihat situasi nasional hari ini, bagaimana anda melihat sistem birokrasi dengan koalisi yang gemuk, serta tanpa adanya sebuah oposisi yang kuat dan permanen, bagaimana pandangan Bapak?

Perlu diketahui, pemerintah daerah ini punya pembatasan yang terbatas. Kami hanya bisa menyampaikan aspirasi ke pusat. Tidak ada oposisi yang mengimbangi. Selama program pusat masih menguntungkan  masyarakat, kami akan melakukan dan meneruskan. Namun, jika sebaliknya, kami hanya bisa menyampaikan aspirasi saja ke pusat. 

Bagaimana pandangan Bapak mengenai Kota Salatiga sebagai Kota Toleransi? Apakah hanya sebagai legitimasi jargon belaka dan beruju profit? Atau toleransi sebagai pembangunan sumber daya manusia yang majemuk?

Waktu keliling itu memang mendapatkan beberapa informasi yang kurang baik. Seperti satu kasus dana RW itu yang boleh untuk orang muslim saja, orang nasrani tidak. Sebenarnya kuncinya adalah komunikasi. Seperti di Karangalit itu adalah komunikasi dengan masyarakat.

Kepala daerah dalam menyikapi toleransi harusnya turun sendiri, atau alternatifnya kita harus punya program yang mengatakan toleransi ini bukan hanya sekadar keniscayaan, tapi sebuah keberkahan. Kita harus berfikir ini semua bukan untuk kepentingan pribadi tapi kepentingan masyarakat. Sehingga, predikat toleransi bisa kita jual keluar, contoh kita bisa datangkan investor.

Bagaimana pandangan Bapak mengenai isu kesejahteraan sektor pekerja buruh dan permasalahan UMR-nya? Bagaimana komitmen Bapak atas hal itu?

Hal ini kembali lagi tentang komunikasi. Komunikasi dengan buruh dan perusahaan agar bisa diambil keputusan yang bijaksana. Kalau saya menyikapi itu, bagaimana kita meningkatkan PSDM. Kalau kita menjual kinerja SDM di Salatiga itu bagus, maka kita nggak akan ragu untuk meningkatkan UMR di Salatiga.

Contoh S1 itu masih banyak yang kebingungan, tapi kalau kita punya soft skill yang bagus, itu punya nilai yang bagus. Sehingga kita punya nilai jual kualitas yang feergening, kalo itu (baca: pabrik) akhirnya, kan, berpindah ke daerah lain, kita akan merubah sistem kita juga. Tidak bisa kita mengandalkan pabrik-pabrik itu, tapi bagaimana lapangan pekerjaan itu ada terus. (Tim Liputan Khusus “Menggugat Calon Walikota Salatiga/red)

Tim Liputan Khusus “Menggugat Calon Walikota Salatiga” telah berusaha menghubungi semua Calon Wali Kota Salatiga tahun 2024, begitu pula dengan Paslon nomor urut 1 dr. Robby Hernawan, SpOG dan Nina Agustin dengan berbagai cara salah satunya dengan bersurat dan menghubungi manajer pribadi, namun hingga tulisan ini terbit Paslon nomor urut 1 dr. Robby Hernawan, SpOG dan Nina Agustin tidak mengkronfirmasi ketersediannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *