Perbedaan Tradisi dan Budaya, Peran Gen Z dalam Pelestarian Budaya di Indonesia

Sumber Foto: Fadlan/DinamikA

Klikdinamika.com– Dema UIN Salatiga mengadakan seminar nasional di Auditorium Center UIN Salatiga dengan tema “Peran Pemuda Untuk Negeri Melalui Budaya Nusantara” sebagai rangkaian acara UIN Culture Is Moving, Selasa (28/11/2023).

Menurut Isnaeni selaku panitia, seminar ini bertujuan untuk menunjukkan upaya mahasiswa UIN Salatiga dalam melestarikan budaya yang ada di Indonesia.

“Sebenarnya tuh udah banyak organisasi-organisasi mahasiswa yang melestarikan budaya, cuma kadang kurang di show up, jadi kenapa Dema UIN Salatiga melakukan kegiatan ini, ya untuk memperkenalkan kalau di UIN itu mahasiswanya udah cinta terhadap budaya dan udah ada upaya dalam melestarikan budaya,” jelasnya.

M. Yaser Arafat selaku Peneliti & Budayawan, dalam materinya memaparkan bahwasanya budaya tidak akan tercipta tanpa adanya manusia, karena produk kebudayaan tidak hanya berupa adat istiadat atau tradisi, tetapi kebudayaan adalah sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia.

“Tradisi adalah bagian dari kebudayaan, tetapi tidak setiap kebudayaan adalah tradisi, karena tradisi dilaksanakan, dilakukan secara berulang-ulang, menjadi rutinitas, misalnya begini; tradisi malam satu suro, tradisi ruwatan, tradisi nyadran,” ujarnya.

“Hari ini kamu menggunakan baju warna merah, tapi apakah itu rutin kamu pakai pada hari Selasa, kan tidak, jadi tradisi itu adalah bagian dari kebudayaan, tapi tidak setiap kebudayaan adalah tradisi,” tambahnya.

Selain itu, Sosiawan Leak, selaku Sastrawan dan Budayawan, menjelaskan bahwa Gen Z memiliki peran penting dalam pelestarian budaya, karena mereka merupakan generasi yang paling dekat dengan perkembangan teknologi.

“Mereka bisa memilah informasi dan dengan cepat bisa merambah, ini menurut penelitian. Gen Z sejatinya itu dengan cepat menyebar berita,” jelasnya.

“Sejarah kebudayaan sejak kehidupan awal itu tidak dapat dipisahkan dari generasi muda, saya yakin sejarah kebudayaan selanjutnya perlu perubahan yang akan dieksekusi orang-orang muda yang sekarang namanya Gen Z, tinggal menunggu waktunya. Tetapi perubahan ini tidak akan lebih baik dari masa lalu apabila tidak melacak jejak di masa silam yaitu adanya nilai-nilai kebaikan warisan Indonesia yang lebih baik dalam bangsa lain,” tambahnya.

Nawa, salah satu peserta seminar, mengungkapkan antusiasmenya mengikuti acara ini.

“Alhamdulillah bisa ikut seminar ini, jadi lebih tau, agar pemuda-pemuda di Indonesia tidak etnosentrisme atau tidak meremehkan budaya lain dan seiring berjalannya waktu pemuda di Indonesia semakin sadar dan kritis akan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman sehingga tidak terbawa arus buruknya dan dapat memilah yang baik dan tidak baik, karena budaya saat ini sudah mulai disangkal oleh teknologi,” ungkapnya.

Kemudian ia juga mengutarakan harapannya agar kesadaran akan budaya di negara sendiri bisa secara merata di kalangan pemuda-pemudi Indonesia, dan menyaring budaya yang masuk agar tidak mencederai peradaban.

“Harapannya agar semua anak-anak muda di Indonesia bisa menyadari budaya di Indonesia dan lebih berhati-hati dalam bersosial media agar tidak terbawa arus kebarat-baratan,” tambahnya. (Fadlan/Hilwa/Anas/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *