Sumber foto: Wasathiyyah.com
Oleh: Max Fuentes
Tulisan tentang Ibnu Rusyd ini banyak bersumber dari jurnal yang berjudul Ibnu Rusyd (Averroisme) dan Pengaruhnya di Barat karya Rossi Delta Fitrianah yang dimuat dalam jurnal El-Afkar Vol.7 No. 1 tahun 2018 hal. 15-30.
Riwayat hidup Ibnu Rusyd dalam jurnal tertulis bahwa nama aslinya adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd berasal dari keturunan Arab kelahiran Andalusia. Sejak kecil Ibnu Rusyd sudah haus akan ilmu pengetahuan, pada usia anak-anak ia sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti al-Quran, hadis, fiqih serta memahami ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Masa muda yang penuh akan ilmu pengetahuan tersebutlah yang dikemudian hari mengantarkan Ibnu Rusyd menjadi salah satu filsuf yang berpengaruh bagi peradaban saat itu.
Kehidupannya juga tak lepas dari berbagai macam karya monumental yang masih dikaji sampai sekarang. Pembahasan dalam karya-karyanya dibagi dalam tiga bentuk yaitu komentar, kritik dan pendapat. Ulasannya tentang pemikiran Aristotales, menjadi salah satu pembaharuan pada masa itu, pemikiran Aristotales ia komentari serta menambahkan pandangan filsafatnya sendiri, hal yang belum pernah dilakukan filsuf pada masa itu. Kritik dan komentar itulah yang mengantarkannya menjadi seorang filsuf terkenal.
Karya-karyanya kebanyakan berisi tentang filsafat, fiqih, kedokteran, ilmu nahwu dan komentar terhadap pemikiran filsuf lain. Karya monumental yang dimiliki Ibnu Rusyd diantaranya adalah Tahafut At Tahafut dan Bidayah al-Mujtahid. Karya ini disebut juga dengan kerancuan dalam kerancuan yang mengomentari dan mengulas ulang karya imam al-Ghozali yang berjudul Tahafut al-Falsafah atau disebut juga dengan kerancuan filsafat. Bidayah al-Mujtahid sampai sekarang masih dikaji dan dipelajari, mempelajari tentang perbandingan hukum Islam, di dalamnya diuraikan pendapat Ibnu Rusyd dengan mengemukakan pendapat-pendapat imam-imam mazhab.
Pemikiran filsafat Ibnu Rusyd yang paling terkenal adalah rasionalisme Ibnu Rusyd dalam syariah yaitu teorinya tentang harmoni (perpaduan) agama dan filsafat. Ibnu Rusyd memberikan kesimpulan bahwa ‘filsafat adalah saudara sekandung dan sesusuan agama’. Dengan kata lain tak ada pertentangan wahyu dan akal, filsafat dan agama, karena mereka semua datang dari asal yang sama ini didasarkan pada ayat al-Quran dan karakter filsafat sebagai ilmu yang dapat mengantarkan manusia kepada ‘pengetahuan yang lebih sempurna’. Dalam hal ini, Ibnu Rusyd mencoba menawarkan hal baru yakni mendamaikan agama dan filsafat.
Mengenai hubungan antara agama dan filsafat, Ibnu Rusyd menawarkan satu pandangan baru yang orisinil dan rasional, dalam arti mampu menangkap dimensi rasionalitas dalam agama maupun filsafat. Rasionalitas filsafat dibangun atas landasan keteraturan alam dan berdasarkan pada prinsip kausalitas. Sementara itu, rasionalitas agama juga dibangun atas dasar maksud dan tujuan yang diberikan sang Pembuat Syariat dan akhirnya bermuara pada upaya membawa manusia kepada nilai-nilai kebajikan. Pada dasarnya dua hal tersebut memiliki satu tujuan yaitu kebajikan manusia.
Kenyataan tak terbantahkan bahwa kemajuan peradaban Barat dalam hal ini Eropa, sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Arab atau Islam yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh filsuf muslim. Orang-orang Barat menimba ilmu dari orang-orang Islam dan membangun ulang peradaban mereka setelah mendapat sentuhan dari peradaban Islam.
Oleh karena itu, Gustave Le Bon mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan Barat mempunyai peradaban, mereka adalah imam bagi Barat selama enam abad. Bangsa Arab telah membukakan pandangan Barat untuk bertoleransi pada kaum minoritas, itulah yang membawa Barat mencapai kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh pembawa angin perubahan bagi Barat adalah Ibnu Rusyd.
Ibnu Rusyd yang besar di Eropa dengan peradaban agama yang sangat mendominasi dan membatasi perkembangan filsafat. Terobosannya untuk mendamaikan antara filsafat dan agama mendapat banyak rintangan. Salah satunya datang dari Thomas Aquinas, menerutnya pemikiran Ibnu Rusyd tentang Aristoteles, Ibnu Rusyd telah melakukan kesalahan. Kesalahan itu terletak pada ketidak konsistenannya dalam memegang filsafat Aristoteles, sehingga berdampak sangat fatal bagi perkembangan filsafat Aristoteles sendiri. Ditambah kesalahan para akademis Arab ketika mereka menerjemahkan dan mengomentari filsafat Aristoteles.
Walaupun filsafat Ibnu Rusyd mendapat kecaman dari orang-orang Kristen dan Yahudi, akan tetapi filsafat Ibnu Rusyd juga berhasil merubah peradaban Barat. Rasionalitas Ibnu Rusyd justru menjadi angin segar bagi Eropa, bahkan mampu membebaskan Eropa dari cengkraman hegemoni Gereja. Kehadiran filsafat Ibnu Rusyd telah mengobarkan api revolusi yang menghendaki pemisahan sains dan agama. Pada akhirnya Kristen dan Yahudi mulai mengenal harmonisasi antara agama dan filsafat.
Muncullah dalam sejarah Barat teolog-teolog rasionalis yang menjadi simbol perlawanan terhadap Gereja yang sangat hegemonik dan sering disebut dengan averroisme. Averroisme sendiri menjadi gerakan yang berusaha mentransfer gagasan-gagasan Ibnu Rusyd ke dalam peradaban Barat. Gerakan inilah yang kemudian melahirkan aliran filsafat Barat yang masyhur dikenal dengan Renaisans. Renaisans inilah yang menjadi tonggak dari lahirnya dunia modern saat ini, awal dari kebangkitan Barat, kebangkitan Eropa.
Kebangkitan Eropa dan hadirnya dunia modern tidak bisa dibendung. Peradaban akan terus maju entah dengan cara kausalitas maupun sintesis. Masyarakat kampus pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya harus dapat belajar dari perjalanan Ibnu Rusyd. Dengan tekun dalam mempelajari ilmu pengetahuan, mengelaborasi berbagai pemikiran serta menyatakan ide dan gagasan. Tak hanya itu, berserikat seperti gerakan averroisme juga penting, guna mendiskusikan bahan bacaan, memperkaya intelektual serta memperluas cakrawala pemahaman dan pengalaman.