Dapatkan E-Book Jurnal Dinamika Volume Juni 2019 di Sini

Salam Kritis Progresif !

Era globalisasi industri telah dimulai. Tentu dengan adanya globalisasi tersebut, kita dapat mengambil nilai positifnya. Dimana konektivitas antar negara semakin meningkat terutama dalam sektor pendidikan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kini menyebabkan perubahan baru bagi dunia yang disebut dengan revolusi industri 4.0. Sebelum kita melangkah ke revolusi industri 4.0 alangkah baiknya kita ketahui revolusi industri mulai dari 1.0 – 4.0.

Revolusi industri adalah perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang. Perubahan ini tercatat sudah terjadi tiga kali dan saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat.

Revolusi industri 1.0 dimulai dengan ditemukannya mesin uap dalam proses produksi barang. Sebelum adanya mesin uap. Kita hanya bisa mengandalkan tenaga otot, tenaga air dan tenaga angin untuk menggerakkan apapun. Yang menjadi permasalahan tenaga otot sangat terbatas. Seperti manusia, kuda, sapi tidak bisa mengangkat barang-barang yang sangat berat walaupun dibantu dengan katrol sekalipun. Selain itu tenaga otot juga butuh istirahat secara berkala untuk memulihkan tenaga sehingga proses produksi tidak bisa berjalan selama 24 jam sehari. Begitu juga dengan tenaga air dan tenaga angin. Kita hanya bisa menggunakannya di dekat air terjun dan daerah yang berangin.

Penemuan mesin uap oleh James Watt di tahun 1776 jauh lebih efisien dan murah
dibandingkan mesin-mesin sebelumnya. Kini tidak ada lagi batasan waktu untuk menggerakkan mesin. Asal dipasang mesin uap rancangan James Watt ini sebuah penggilingan dan mesin-mesin lainnya bisa didirikan dimana saja tidak perlu dekat air
terjun maupun daerah berangin. Barang-barang yang diproduksi jauh lebih banyak dan lebih hemat.

Dampak negatif revolusi industri ini adalah pencemaran lingkungan akibat asap mesin uap dan limbah pabrik. Revolusi industri 2.0 terjadi diawal abad ke-20. Produksi memang sudah menggunakan mesin. Tenaga otot digantikan oleh mesin uap dan mesin uap digantikan dengan tenaga listrik. Namun proses produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam satu hal yaitu transportasi. Pengangkutan produk didalam pabrik masih berat sehingga barang-barang besar seperti mobil harus diproduksi dengan cara dirakit di satu tempat yang sama.

Di akhir 1800-an, mobil mulai diproduksi secara masal. Namun, setiap mobil dirakit dari awal hingga akhir di titik yang sama. Semua komponen mobil harus dibawa ke si tukang perakit lalu dia akan memproses mulai dari nol hingga produk jadi. Proses produksi ini memiliki kelemahan, perakitan dilakukan secara pararel. Artinya proses perakitan harus dilakukan oleh banyak orang secara bersamaan. Dan orang tersebut harus dibekali banyak hal. Karena dia harus merakit sendiri mulai dari awal sampai ahir.

Ketika perusahaan mobil Ford Model T di Amerika Serikat meluncurkan mobil murah pertama didunia. Mereka tidak bisa memenuhi target produksi. Karena untuk merakit satu mobil dibutuhkan waktu yang sangat lama. Ahirnya sistem produksi harus di revolusi.

Revolusi terjadi dengan menciptakan lini produksi atau assembly line yang menggunakan ban berjalan atau conveyor belt ditahun 1913. Kini sudah tidak ada lagi tukang yang menyelesaikan satu mobil dari awal hinnga ahir. Para tukang diorganisir untuk menjadi spesialis. Mereka hanya mengurus satu bagian saja, memasang ban contohnya. Revolusi industri 3.0 terjadi diawal abad ke-20. Revolusi industri ini ditandai dengan perkembangan semi konduktor dan otomatisasi industri. Pada masa inilah, beberapa komponen canggih ditemukan. Mulai dari transitor IC Chips yang memungkinkan untuk pengembangan mesin yang tidak menggunakan operator. Hal ini berdampak pada sektor ekonomi, salah satunya dengan mulai terstrukturnya pembagian tugas, seperti perencanaaan oleh manusia, pembagian jadwal produksi, sampai penyelesaian.

Revolusi industri 3.0 jelas mepercepat lahirnya revolusi industri 4.0. Revolusi indudtri 4.0 ini, berkembang pada abad 21. Internet yang ditemukan pada revolusi industri 3.0 merambah hingga muncullah sebuah grand design yang dinamakan Internet of Think (IoT), Iot berusaha menginterkoneksikan segala perangkat yang ada melalui internet. Bahkan, di era ini pengembangan robot sebgai pengganti manusia pun juga mulai digunakan.

Di artikel ini kami akan membahas tentang revolusi industri 4.0 dalam perspektif islam. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara islam, terutama Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Apakah orang-orang muslim sudah mempunyai strategi yang menyokong perkembangan tersebut ?

Terlebih lagi kini literasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sudah didominasi oleh anak milenial. Dimana aspek inovasi dan kreativitas menjadi bagian penting dalam kesehariannya. Sudah siapkah kita menghadapi revolusi industri 4.0 ?

Menghadapi revolusi industri 4.0. tentu bukan hal mudah. Untuk maju, sebuah negara tentu harus melakukan perubahan di berbagai bidang.

 

NB : Untuk mendapatkan jurnal ini, Anda bisa mengunduh file Jurnal melalui link berikut

E-Book Jurnal DinamikA Volume Juni 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *