Oleh : Narendra Irawati
Tahun 2020 menjadi tahun di mana seluruh dunia dihadapkan pada situasi yang belum pernah dialami sebelumnya, bahkan cenderung belum diantisipasi. Beberapa bulan memasuki tahun 2020 ini, semakin disadari bahwa kondisi ini bukan sesuatu yang sifatnya sementara, yang akan berakhir dalam beberapa bulan dan setelah itu seluruh sendi kehidupan di seluruh dunia akan kembali seperti semula.
Adanya pandemi Covid-19 membuat ruang gerak manusia menjadi sangat terbatas. Terlebih, dengan jumlah penderita Covid-19 yang semakin meningkat. Sebagai langkah antisipasi, berbagai kebijakan telah diterapkan, termasuk kebijakan pembatasan interaksi, pembatasan gerak, dan penghentian operasional moda transportasi darat, laut, dan udara. Terdapat beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia mulai dari penutupan perbatasan dan larangan masuk, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), hingga larangan mudik. PSBB yang diterapkan oleh Indonesia meliputi himbauan kegiatan belajar, bekerja dan beribadah yang dilakukan dari rumah, pembatasan aktivitas di tempat umum. Pembatasan kegiatan sosial budaya, serta pembatasan hingga penghentian moda transportasi.
Kebijakan Pemerintah seperti itu membuat masyarakat tertekan. Karena mereka juga menimbang kemungkinan yang akan terjadi yaitu mati karena Covid-19 atau mati karena kelaparan. Posisi seperti ini banyak menekan masyarakat Indonesia. Pasalnya banyak perusahaan tempat karyawan mencari sesuap nasi untuk menyambung hidup hari demi hari kian merugi oleh karenanya perusahaan terpaksa harus ditutup. Karena hal inilah banyak masyarakat yang bekerja sebagai karyawan di pabrik terpaksa harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Karyawan yang terkena PHK kini hidupnya menggantung dan tak tau lagi harus bekerja apa. Hal inilah yang membuat pengangguran di Indonesia kian meningkat. Dikutip dari Kontan.id, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati mengatakan angka kemiskinan dan pengangguran diperkirakan akan naik cukup signifikan akibat pandemi. Di mana kemiskinan kemungkinan naik sekitar 3,02 hingga 5,71 juta orang dan pengangguran meningkat kurang lebih 4,03 juta orang hingga 5,23 juta orang.
Peningkatan angka pengangguran juga diperkirakan akan terus meningkat pada 2021. Dikutip dari tirto.id. Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan: “Dikhawatirkan pada 2021 pengangguran akan mencapai 10,7-12,7 juta orang orang. Jadi kita berharap bisa mendekati sebelum pandemi”. Bappenas mengatakan sektor yang banyak kehilangan pekerja adalah perdagangan, manufaktur, konstruksi, jasa, dan akomodasi.
Kementrian Ketenagakerjaan mencatat, hingga 27 Mei 2020 sebanyak 1,79 juta buruh terdampak pandemi Covid-19. Dalam rinciannya, Kemnaker menyebut angka yersebut terdiri dari 1.058.284 pekerja sektor formal yang dirumahkan dan sebanyak 380.221 pekerja formal yang terkena PHK. Pekerja sektor informal yang turut terdampak sebanyak 318.959 orang.
Kondisi serupa terjadi pada beberapa perusahaan rintisan (start up) di Indonesia, seperti Gojek dan Grab. Gojek merumahkan sembilan persen karyawannya atau sekitar 430 orang. Perusahaan saingannya, Grab, lebih dahulu melakukan PHK terhadap lima persen karyawannya atau sekitar 360 orang.
Beberapa start up bahkan terpaksa menutup operasional mereka. Airy, start up penyedia layanan hotel-hotel bertarif murah mengumumkan menutup semua operasional mereka sejak 11 Mei lalu. Kebijakan tersebut diambil manajemen setelah mempertimbangkan banyak hal termasuk kondisi pandemi. Sektor media juga tak luput mendapatkan dampak pandemi. Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) mencatat hingga 20 April 2020 ada 23 orang jurnalis dan pekerja media mengalami persoalan ketenagakerjaan di beberapa media di Jakarta.
Timbulnya kebijakan PHK membuat kesejahteraan masyarakat menurun. Dalam menanggulangi hal tersebut, dikutip dari DDTCNews Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mempunyai strategi. Ida menyebut strategi pertamanya adalah melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi dan produktivitas melalui program Balai Latihan Kerja (BLK) Tanggap Covid-19. Dalam program ini, peserta pelatihan tidak hanya mendapatkan keterampilan tetapi juga insentif pasca pelatihan. Kedua adalah program pengembangan perluasan kesempatan kerja bagi pekerja atau buruh yang terdampak Covid-19, berupa program padat karya dan kewirausahaan. Strategi ketiga adalah Kemnaker membuka layanan informasi, konsultasi, dan pengaduan bagi pekerja/buruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan.
Ida mengklaim ketiga strateginya selaras dengan enam aspek dalam pemulihan ekonomi nasional yang diluncurkan pemerintah untuk mengatasi Covid-19. Misalnya stimulus ekonomi bagi pelaku usaha agar tetap mampu mempekerjakan pegawainya.
Ada pula insentif pajak penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah dan keringanan bunga kredit bagi para pekerja di sektor formil. Selain itu, ada program jaring pengaman sosial untuk membantu para pekerja formal maupun pekerja informal serta memprioritaskan kartu prakerja bagi korban PHK dan dirumahkan.
Dengan menimbang kekacauan yang penulis paparkan di atas, negara kita pasti bisa mengatasi pandemi Covid-19 dan menanggulangi dampaknya dengan tetap mempertahankan pembangunan ekonomi. Kita bukan hanya berkomentar kepada pemerintah. Tetapi dalam konteks jangka pendek, solidaritas dan sosial bukan hanya dapat membantu, tetapi bisa mengembangkan, memberikan solusi-solusi dalam memecahkan masalah yang terjadi di depan kita. Maka dari itu sosial ekonomi sangat dibutuhkan pada masa seperti ini.
Dalam agama islam kita dianjurkan untuk bersedekah. Dengan bersedekah, hubungan bersosial bisa menjadi lebih baik. Bahkan dalam konsepnya, bersedekah juga dapat membantu meringankan kesulitan orang lain. Sudah seharusnya ketika dihadapkan dengan situasi seperti ini seorang yang kaya harus tetap mengingat dan membantu saudaranya yang sedang tertimpa masalah keuangan. Begitulah kira-kira sedikit peran kita sebagai manusia dalam membantu menghadapi masalah seperti sekarang ini.