Guru Zaman Now: Masih Profesi Mulia atau Sekedar Pilihan Terpaksa?

Sumber Foto: Pinterest

Oleh: Izzatul Mahya

Pahlawan tanpa tanda jasa, julukan tersebut selalu merepresentasikan sosok guru dari masa ke masa yang berkaitan erat dengan peran krusial guru yang terus berkomitmen dan berdedikasi dalam membimbing serta mengembangkan potensi siswanya, dengan kerja keras yang luar biasa. Menurut Sanjani (2020), peran guru tidak hanya membekali ilmu pengetahuan saja, akan tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter serta akhlak yang mulia kepada siswa. Dengan begitu, profesi guru menjadi figur otoritas dalam masyarakat sehingga tidak jarang banyak masyarakat sangat memuliakan guru karena mereka dianggap memiliki kemampuan intelektual dan sosial yang tinggi.

Dahulu, profesi guru banyak diminati oleh kalangan muda karena mereka berhasrat untuk meneladani profesionalitas guru-guru terdahulu mereka. Namun, melihat kondisi profesi guru di era globalisasi ini, apakah hal tersebut masih relevan? Sudah tujuh dekade sejak Indonesia merdeka, tetapi para guru tak kunjung mendapatkan kesejahteraannya. Padahal guru yang tidak sejahtera akan menghambat mereka dalam membimbing siswanya, yang akan berdampak pada kualitas diri siswa hingga kualitas pendidikan di Indonesia secara umum. Jika pendidikan merupakan kunci masa depan, mengapa kesejahteraan guru tidak diprioritaskan bahkan diabaikan?

Krisis Profesionalisme Guru

Pada era global ini, guru dituntut dapat menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas untuk mempersiapkan siswa dalam mengahadapi tantangan di masa depan. Seorang guru harus bisa menjalankan profesinya secara profesional agar dapat mengembangkan pembelajaran yang interaktif, efektif, dan adaptif terhadap siswa. Namun, realitanya banyak guru yang masih belum mencapai taraf profesional karena kurangnya perhatian lembaga pendidikan terhadap kompetensi yang dimiliki guru.

Menurut Sennen (2017), problem kompetensi guru yang masih menjadi masalah serius adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Dalam aspek pedagogik, masalah yang muncul adalah ketidakpiawaian guru dalam mengelola pembelajaran dari mulai tahap identifikasi hingga evaluasi, sedangkan dalam aspek profesional, banyak guru yang tidak menguasai materi pembelajaran yang akan diajarkan. Hal tersebut akan berakibat pada kegagalan siswa dalam proses pembelajaran. Selain masalah-masalah di atas, banyak pula guru masa sekarang yang masih kolot dengan budaya masa lalu yaitu melakukan kekerasan terhadap siswa, tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan seksual.

Mengutip dari kompas.id, jumlah kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada tahun 2024 naik drastis hingga lebih dari 100 persen dari tahun 2023 yang didominasi oleh oknum guru. Hal tersebut lantaran kurangnya profesionalisme guru dalam memberikan perhatian kepada siswa. Guru yang baik seharusnya memberikan perhatian yang positif terhadap siswa. Dalam memberikan efek jera terhadap siswa yang dianggap nakal atau semacamnya, guru tidak harus melakukan kekerasan. Guru dapat memberikan teguran dan nasihat yang bersifat positif atau dapat melalui dialog reflektif sehingga siswa dapat merenungi perbuatannya. Berbagai bentuk kekerasan tersebut mencerminkan kemerosotan etika dan moral dari figur seorang guru. Dengan begitu, persepsi masyarakat terhadap guru kian berubah dan profesi guru tak lagi dihormati.

Motivasi Menjadi Guru yang Kian Menurun

Guru menjadi sebuah profesi yang menyenangkan dan keren dalam sudut pandang anak-anak kecil zaman dahulu. Dalam bayang-bayang, guru merupakan profesi yang seru, dapat membagikan cerita menarik kepada murid, dan tak ada resikonya. Padahal nyatanya, guru di era global ini memiliki tantangan dan resiko yang sangat kompleks, khususnya apresiasi yang didapatkan tidak sebanding dengan kerja keras dan komitmen yang diberikan. Dapat kita lihat di lingkungan universitas, apakah mahasiswa yang telah bergelar Sarjana Pendidikan berkeinginan dan akan berprofesi sebagai seorang guru? Nyatanya banyak mahasiswa pendidikan memilih untuk bekerja di bidang lain setelah menyelesaikan pendidikannya alih-alih menjadi guru.

Melansir dari guru inovatif.id, penyebab dari menurunnya peminat profesi guru di era global adalah pilihan profesi yang semakin bervariasi sehingga kebanyakan lulusan pendidikan memilih untuk bekerja di bidang lain yang tidak terlalu beresiko. Krisis moral guru yang marak terjadi akhir-akhir ini menambah pandangan buruk khalayak terhadap profesi guru, sehingga mengurangi minat masyarakat untuk berprofesi sebagai guru. Menurut Meirani dan Qoirunnada (2022), motivasi itu mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan sesuatu. Kaitannya dengan motivasi untuk menjadi guru, banyak mahasiswa pendidikan yang termotivasi untuk memiliki keuntungan yang banyak, sedangkan gaji guru tergolong sangat rendah. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang lebih tertarik untuk menjadi wirausaha daripada menjadi guru karena keuntungannya lebih banyak. 

Tantangan Digital di Era Global

Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat di era global ini, menunutut para guru untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut dengan cepat. Guru diharuskan menguasai berbagai platform pendukung pembelajaran untuk melakukan inovasi dalam proses belajar mengajar. Mengutip dari Kinas dan Nilawati (2024), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri telah mendorong seluruh guru di penjuru Indonesia untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien dengan menggunakan bantuan teknologi digital. Kemendikbud juga telah membuat program pembelajaran berbasis TIK untuk meningkatkan literasi TIK bagi guru. Guru juga harus mempunyai kemampuan mulai dari tahap identifikasi hingga tahap evaluasi dengan berbasis teknologi digital.

Tuntutan untuk menguasai teknologi digital dengan cepat sering kali menjadi tantangan yang cukup sulit untuk sebagian guru, mengingat latar belakang dan kesiapan masing-masing guru yang berbeda-beda. Menurut Sahelatua et al. (2018), kendala yang dialami guru dalam mempergunakan teknologi untuk melakukan pembelajaran adalah kurangnya pengetahuan guru tentang Ilmu Teknologi (IT). Tidak semua guru berasal dari daerah yang melek teknologi, terkadang ada beberapa guru yang berasal dari daerah terpencil dan kurang bahkan tidak menguasai teknologi digital sama sekali. Kesenjangan tersebut dapat menghambat proses guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa yang mengharuskan untuk menggunakan teknologi digital. Selain itu, kurangnya infrastruktur yang memadai serta tidak adanya pelatihan IT terhadap guru dari penyelenggara kepentingan juga menjadi pemicu kesulitan guru untuk menguasai teknologi digital.

Problem Kesejahteraan Guru

Problem kesejahteraan guru merupakan isu yang tak kunjung rampung dan perlu perhatian yang serius. Mengutip dari Dara et al. (2021), jumlah guru mengalami penurunan seiring berjalannya waktu yang disebabkan tingginya tuntutan satuan pendidikan yang tidak seimbang dengan kondisi kesejahteraan yang dialami guru. Walaupun guru mempunyai peran krusial dalam memajukan bangsa melalui pengajaran terhadap generasi muda, masih banyak guru yang berupah kecil, terutama para guru honorer. Mengutip dari kumparan.com, guru yang tidak mendapatkan gaji yang tidak semestinya, menjalankan tugasnya dengan “serampangan”. Mereka menganggap jika mereka melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh, upah yang diterima tidak sebanding dengan keja keras mereka. Meskipun kesejahteraan guru di daerah perkotaan sudah mulai dilirik pemerintah, tetapi guru yang berada di daerah terpencil kondisinya masih memprihatinkan dan kurang diperhatikan.

Dalam menanggulangi permasalahan yang berkaitan dengan kesejahteraan guru, pemerintah perlu melakukan pendekatan holistik mencakup peningkatan gaji yang sesuai dengan biaya hidup guru serta pemberian tunjangan dan penyediaan akses pelatihan yang merata terutama di daerah terpencil. Menurut Hutasuhut et al. (2025), pemerintah juga perlu memberikan program perlindungan, seperti jaminan kesehatan dan pensiun sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian yang telah dilakukan oleh guru. Peningkatan kesejahteraan guru merupakan investasi jangka panjang dalam membentuk kualitas bangsa. Guru yang sejahtera akan memberikan komitmen yang besar yang akan mencetak generasi unggul yang berdaya saing global sesuai dengan canangan Indonesia Emas 2045.

Guru merupakan sosok yang mulia, sosok yang dihormati dan dijunjung tinggi. Namun, di tengah arus globalisasi ini, tantangan guru bukan sekedar mengajar, tetapi juga bertahan dari gempuran tuntutan tanpa dukungan yang layak. Guru dituntut untuk profesional padahal kesejahteraannya diabaikan. Pantas saja, minat generasi muda di bidang ini semakin menurun, diperparah dengan stigma dan berbagai kasus yang mencoreng nama profesi ini. Pemerintah sepatutnya memperhatikan kesejahteraan guru, padahal guru bertugas mencerdaskan anak bangsa yang akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi bangsa. Ketika pengabdian dan dedikasi guru tak lagi dihargai, wajar saja jika muncul pertanyaan, apakah guru di hari ini adalah panggilan jiwa untuk mengabdi atau sekedar pilihan terpaksa?

Referensi

Hutasuhut, S., Siagian, I., Sitio, F., Silalahi, H. H., Naibaho, H. S. D., & Lahagu, P. H. (2025). Kesejahteraan Guru di Indonesia. Future Academia, 3(1), 227–235.

Kinas, A. A., & Nilawati, F. (2024). Tantangan Guru Dalam Menghadapi Era Digital 5 . 0 (Studi pada SDN 5/81 Kampuno Kec. Barebbo Kab. Bone). Adaara: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 14(2).

Meirani, M., & Qoirunnada, W. (2022). Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Menjadi Guru Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurnal Multidisiplin Dehasen (MUDE), 1(3), 219–222. https://doi.org/10.37676/mude.v1i3.2515

Sahelatua, L. S., Vitoria, L., & Mislinawat. (2018). Kendala Guru Memanfaatkan Media It Dalam Pembelajaran Di Sdn 1 Pagar Air Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(2), 131–140.

Sanjani, M. A. (2020). Tugas Dan Peranan Guru Dalam Proses Peningkatan Belajar Mengajar. Jurnal Serunai Ilmu Pendidikan, 6(1), 35–42.

Sennen, E. (2017). Problematika Kompetensi Dan Profesionalisme Guru. Prosiding Seminar Nasional HDPGSDI Wilayah IV Tahun 2017, 16–21.

https://www.kompas.id/artikel/kasus-kekerasan-di-sekolah-meningkat-100-persen-pelaku-terbanyak-guru

https://guruinovatif.id/artikel/jaman-serba-digital-masih-mau-berprofesi-guru

https://ntt.kemenag.go.id/opini/629/krisis-moral-pendidik-dan-peserta-didik-

https://kumparan.com/fathurrahman-arrozi/kesejahteraan-guru-di-indonesia-tantangan-dan-solusi-23YO4UQ3VRR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *