Sumber foto: Screenshot Tirto.id
Usai dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (21/10), Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menuai polemik karena pernyataannya bahwa peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat.
Sebuah berita dilansir tirto.id, Yusril menyebutkan bahwa tragedi Mei 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
Lalu bagaimana fakta-fakta terkait isu pelanggaran HAM berat masa lalu mengenai Tragedi 1998?
Link berita:
https://tirto.id/yusril-sebut-tragedi-mei-1998-bukan-pelanggaran-ham-berat-g4Xg
Narasi yang Beredar
Beredar narasi berita yang diunggah oleh tirto.id pada 21 Oktober 2024, pada 14.12 WIB. Yusril mengklaim bahwa Indonesia tidak mengalami tragedi pelanggaran HAM berat dalam beberapa tahun terakhir.
Yusril mengatakan bahwa setiap kejahatan adalah pelanggaran HAM, tetapi tidak semua kejahatan adalah pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat harus memiliki sejumlah prasyarat, salah satunya terjadi genosida atau pembantaian besar-besaran yang menghabisi banyak nyawa.
“Pelanggaran HAM yang berat itu kan genocide, ethnic cleansing, tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir,” kata Yusril.
Dia menyebut pelanggaran HAM berat banyak terjadi saat era kolonial masih bercokol di Indonesia.
“Mungkin terjadi justru pada masa kolonial ya, pada waktu awal peran kemerdekaan kita 1960an,” katanya.
Yusril mengklaim, dalam kurun beberapa dekade, Indonesia sudah tak lagi mengalami pelanggaran HAM.
Hasil Penelusuran
Sumber Foto: Screenshot Tirto.id
Hasil penelusuran Tim Cek Fakta DinamikA pada Selasa (22/10), di Istana Kepresidenan, Jakarta, Yusril mengklarifikasi pernyataannya itu. Menurutnya, tragedi 1998 yang menandai lengsernya Presiden Soeharto dan awal reformasi itu, tidak ada genosida dan ethnic cleansing atau pembersihan etnis, yang termasuk kategori pelanggaran HAM berat.
Selanjutnya tim mengecek melalui laman lain, dilansir dari tirto.id, Yusril mengklarifikasi soal tragedi 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat, Selasa (22/10/2024) pukul 13:55 WIB.
“Kemarin ditanyakan kepada saya apakah ada genocide atau ethnic cleansing, kalau memang dua poin itu yang ditanyakan memang tidak terjadi saat tahun 1998,” kata Yusril di Komplek Istana Kepresidenan.
Yusril mengklaim dirinya memiliki kompetensi yang mumpuni terkait HAM. Sebab, kata Yusril, dialah yang mengajukan Rancangan Undang-undang Pengadilan HAM ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sehingga, menurutnya, dia paham mengenai makna pelanggaran HAM berat.
“Saya paham apa yang dikategorikan pelanggaran HAM berat yang diatur dalam Undang-undang Peradilan kita sendiri,” katanya.
Sumber foto: Screenshot YouTube KompasTV
Pernyataan Yusril justru terbalik dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia (RI) ke 7, Joko Widodo soal peristiwa 1998 dalam video YouTube yang diunggah oleh akun KompasTV pada 11 januari 2023, dengan 319 suka, 35.640 penayangan.
Link video:
Pada video tersebut, Joko Widodo menyatakan bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa berikut:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003
Pernyataan tersebut diutarakan Joko Widodo atau Jokowi yang umumkan bahwa dirinya mengakui dengan tulus adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia. Pelanggaran HAM berat yang disampaikan Jokowi termasuk di antaranya peristiwa 1965-1966. Selain itu, juga terdapat peristiwa Trisakti-Semanggi tahun 1998-1999.
Tak hanya itu, dalam Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) yang mengatur pelanggaran HAM berat, ada 4 kejahatan yaitu: kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
Bersama Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia dalam video YouTube akun KompasTV Jawa Barat yang diunggah pada Selasa (22/10), Usman Hamid mengatakan, pernyataan Yusril keliru dan tidak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar.
Link video:
“Tidak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang HAM, apalagi dari pejabat yang salah satu urusannya adalah tentang legislasi HAM. Pernyataan Menko Yusril tidak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar, salah satunya tentang pengertian pelanggaran HAM yang berat kita bisa baca di dalam ketentuan penjelasan Pasal 104 Ayat (1) UU HAM dan Pasal 7 Undang-Undang Pengadilan HAM,” ucapnya.
Usman menambahkan, pernyataan Yusril bukan hanya tidak akurat secara historis dan hukum, tetapi juga menunjukkan sikap nirempati pada korban yang mengalami peristiwa maupun yang bertahun-tahun mendesak negara agar menegakkan hukum.
“Tragedi Mei 1998 menyisakan luka mendalam bagi mereka yang kehilangan orang-orang tercinta akibat kekerasan massal, perkosaan, dan pembunuhan yang menargetkan kelompok etnis tertentu, khususnya komunitas Tionghoa pada saat itu,” ucap Usman.
Usman pun mengingatkan bahwa kewenangan untuk menentukan apakah sebuah peristiwa menurut sifat dan lingkupnya tergolong pelanggaran HAM itu tidak ditentukan presiden, apalagi menteri.
“Tapi pengadilan HAM, setidaknya ditentukan pertama kali oleh Komnas HAM. Komnas pun harus membantah pernyataan Yusril dan mendesak penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk Tragedi Mei 98, hingga tuntas,” jelasnya.
disisi lain sebelumnya dari KompasTV sudah mengundang Menko hukum HAM imigrasi dan pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dan juga mengundang Natalius Pigai sebagai Menteri Hak Asasi Manusia, namun keduanya belum memberikan respon.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran isu dari berbagai media yang kredibel, isu mengenai pernyataan Yusril Ihza Mahendra mengenai Kasus Pelanggaran HAM Tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM Berat sebagian benar, meskipun Yusril Ihza Mahendra mengklarifikasinya di selanjutnya hari.
Komnas HAM menyelidiki peristiwa 1998 dan menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut memenuhi kriteria pelanggaran HAM berat. Pernyataan tersebut dikeluarkan, mengingat skala kekerasan, pola kekerasan sistematis, dan dampaknya yang luas pada masyarakat. Namun, belum ada penetapan resmi dari pemerintah untuk mengakui dan memprosesnya secara hukum sebagai pelanggaran HAM berat, karena proses tersebut memerlukan persetujuan dari Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti ke pengadilan HAM.
Link web:
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/5/18/1407/merawat-ingatan-tragedi-mei-1998.html
(Tim Cek Fakta DinamikA)