Cerpen: Jeritan Yang Terbelenggu

Sumber Gambar: Pinterest.id

Oleh: Rahma Tazkia

Gelapnya malam, segelap hati Nilam saat ini. Entah sudah berapa tahun lamanya, Nilam gadis pendiam nan cantik yang selalu merasa terkungkung dalam rumahnya sendiri. Padahal dirinya meronta ingin menjelajah dunia luar dan ingin mengenal banyak hal.

Namun hidup dalam keluarga yang masih saja menganut budaya patriarki, dimana anak laki-laki dianggap lebih unggul dan mampu dalam segala hal, sedangkan perempuan dianggap sebagai makhluk lemah yang tidak bisa menjadi lebih unggul daripada kaum laki-laki.

Nenek Nilam, benar-benar sama sekali tidak peduli dengan kehadiran dirinya. Dia hanya benar-benar sibuk membanggakan dan mengurus kakak laki-laki Nilam, mas Kunto.

Mas Kunto selalu menjadi kebanggaan nenek dan ayah Nilam. Meskipun mas Kunto adalah seorang pemabuk dan juga sering bermain perempuan, membayar para perempuan-perempuan murahan untuk memuaskan hasrat bejatnya, tapi bagi nenek dan ayah Nilam perilaku tercela mas Kunto adalah hal yang biasa.

Memang mas Kunto sendiri sudah memiliki pekerjaan tetap yang bayarannya lumayan, bahkan biaya hidup sehari-hari Nilam, bergantung pada mas Kunto. Karena itulah mas Kunto jadi makin besar kepala.

Kendati demikian, sebenarnya Nilam sangat ingin melepaskan ketergantungan hidupnya pada mas Kunto. Ia ingin bekerja dan mencari uang sendiri untuk membiayai hidupnya, agar ayah dan neneknya tidak memandang sebelah mata dirinya terus menerus.

Entah kapan terakhir kali, Nilam merasa bahagia. Mungkin terakhir kali Nilam bahagia saat almarhumah ibu masih ada. Sejak ibu telah tiada, ayah, nenek, sekaligus mas Kunto sama sekali tidak pernah memberikan kebahagiaan apapun padanya.

“Nilam… Nilam, nduk sini, bapak mau bicara sama kamu,” panggil ayah Nilam, yang kala itu sedang sibuk membaca koran ditemani secangkir kopi hitam.

“Iya Pak, ada apa? Ada perlu apa bapak memanggil Nilam?” tanya Nilam lembut.

“Tidak usah basa-basi sepertinya nduk, bapak hanya mau bilang, kalo bapak sudah ada calon untukmu nduk,” ucap ayah Nilam santai.

Nilam langsung terkerenyit, mendengar perkataan ayahnya sendiri. Nilam benar-benar belum siap untuk menikah. Nilam bahkan saat ini, sangat engga menanyakan siapa calon yang dipilih ayahnya untuk dia.

Baru saja Nilam selesai berbicara dalam batinnya, ayah Nilam langsung mengatakan kalau calon Nilam adalah seorang juragan kelapa yang bernama juragan Hartadi, seorang duda yang hobinya bermain perempuan dan berjudi.

Nilam langsung merasa terkoyak hatinya, benar-benar tega ayahnya sendiri memilihkan calon yang seperti itu untuknya. Nilam benar-benar menangis dalam batinnya, saat itu.

Tiba-tiba nenek Nilam datang lalu mengatakan, “Jangan ditolak niat baik bapakmu itu, sudah seharusnya kamu bersyukur, masih ada yang mau dengan perempuan pemalas dan tidak berguna seperti kamu”.

Mendengar perkataan neneknya, hati Nilam semakin tergores. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia tidak mau menikah dengan seorang duda yang perilakunya sangat buruk seperti juragan Hartadi.
Nilam langsung berlari masuk ke kamarnya, dan menangis. Ia tidak tahu pada siapa harus bercerita. Tidak ada siapapun yang akan mendengarkannya bercerita, hanya almarhumah ibu yang selalu menjadi tempatnya mengadu.

Nilam tidak keluar kamarnya sampai malam hari. Karena belum tertidur dan merasa lapar, akhirnya ia pergi ke dapur untuk makan makanan sisa.

Saat sudah selesai makan, ia mendengar ada suara ketukan pintu yang datang dari pintu depan. Nilam pun bergegas untuk membukakan pintu, saat tahu yang datang adalah mas Kunto dengan keadaan mabuk ringan.

Mas Kunto menatap Nilam dengan senyuman yang terlihat seperti orang cabul pada Nilam. Nilam langsung was-was dengan mas Kunto. Mas Kunto tidak berhenti menatap badan Nilam dari atas sampai bawah.

Tiba-tiba saja, mas Kunto langsung mendekat ke tubuh Nilam dan memeluk Nilam sambil terus mengendus dan mencium badan Nilam. Nilam meronta, berusaha melepaskan dekapan mas Kunto yang semakin lama berani menyentuh bagian-bagian intim tubuh Nilam.

Mas Kunto yang keadaanya tidak sepenuhnya sadar, langsung menyeret Nilam ke kamarnya dan melucuti pakaiannya dan pakaian Nilam. Nilam menangis, dan terus berusaha mendorong mas Kunto yang mencengkeram tangan Nilam dengan kuat dan menindihnya.


Sudah seminggu sejak kejadian malam itu, membuat Nilam sangat ketakutan. Ia takut untuk bercerita pada ayah dan neneknya. Takut jika mereka justru membela mas Kunto.

Mas Kunto tanpa rasa bersalah terus mengungkit-ungkit kejadian malam itu saat rumah sedang sepi. Batin Nilam benar-benar sangat tersiksa pada saat itu. Akhirnya dengan berani ia menceritakan hal itu pada nenek dan ayahnya.

Dan ya, sudah bisa ditebak bagaimana reaksi dari keduanya. Reaksi dari keduanya benar-benar membuat hati Nilam yang paling dalam terkoyak-koyak.

“Masmu tidak salah, yang salah itu kamu, dasar kamu anak pelacur, masmu sendiri kamu goda,” ujar nenek Nilam.

“Memang sudah dari sananya, ibumu dulu pasti juga tukang menggoda laki-laki, bapak saja mungkin yang tidak tahu, memang sudah seharusnya kamu cepat pergi dari rumah ini,” ucap ayah Nilam.

Nilam tertunduk diam mendengar ucapan-ucapan ayah dan neneknya. Ia tidak tahu lagi sekarang harus bagaimana. Minggu depan adalah hari dimana ia akan menikah dengan seorang duda yang sifat dan perilakunya tidak menjamin Nilam akan hidup bahagia.

Seminggu kemudian…

Nilam sudah berdandan layaknya seorang pengantin perempuan, namun wajahnya sama sekali tidak menggambarkan perasaan seorang pengantin perempuan yang biasanya terlihat bahagia.

Nilam melihat, ayah dan neneknya mendapatkan beberapa gepok uang dari juragan Hartadi. Dengan kata lain, ayah dan neneknya dengan tega dan terang-terangan dihadapan Nilam, menjual dirinya pada juragan itu.


Setelah pernikahan selesai, malamnya, adalah malam pertama bagi Nilam dan Hartadi. Nilam masih sangat takut dan ia pun akhirnya menolak untuk disentuh oleh Hartadi.

Hal ini membuat Hartadi sangat marah pada Nilam. Malam itu Hartadi memukul Nilam dibagian wajah dan tubuh Nilam, sampai-sampai tubuhnya dipenuhi lebam.

“Dasar kamu ini memang perempuan pelacur, kurang ajar, kalau kamu tidak mau melayaniku, maka kamu harus mengganti uang yang sudah kuberikan pada bapak dan nenekmu yang bodoh itu,” bentak Hartadi.

Pada malam itu, Hartadi langsung menyeret Nilam, memakaikan pakaian yang sangat minim pada Nilam dan membawanya ke tempat hiburan malam, dan menjual Nilam.

Malam itu, benar-benar malam yang amat kelam bagi Nilam. Ia digilir oleh 5 orang pria-pria hidung belang secara bergantian. Hartadi pun juga ikut menggilir Nilam malam itu.

Tak tahu lagi kemana Nilam harus mengadu dan bercerita. Hanya ada rasa sedih, kecewa, dan trauma pada malam itu. Tubuhnya benar-benar sudah rusak dan tidak suci, jiwanya sudah benar-benar hancur, dihancurkan oleh keluarganya sendiri.

Kehidupan Nilam mungkin akan berubah, namun entah kapan? Nilam selalu percaya Tuhan ada disampingnya, mendengarkan semua doa-doa yang dipanjatkan dari lubuk hati.  Untuk sekarang, hanya setitik harapan, yang terbungkam dalam hati kecilnya. Ia tak bisa berkata, tak bisa juga menjerit.

Keluarga seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk memejamkan mata dan menata hati, namun hal itu tidak terjadi hanya karena menganut paham yang penuh ketidakadilan.

One thought on “Cerpen: Jeritan Yang Terbelenggu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *