Area parkiran Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (Febi) (Sumber Foto: Istimewa).
Oleh: Fadlan Naufal R
Selasa, 25 Februari 2025, Anton (bukan nama sebenarnya), kehilangan helmnya di area parkiran kendaraan roda dua Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Salatiga. Hal tersebut terjadi saat ia berada di dalam kelas. Ketika kelas usai dan ia kembali ke motor, helm miliknya sudah tidak ada: begitulah kemudian ia tidak tahu bagaimana aksi pencurian itu dilakukan. Kendati demikian, di parkiran FEBI memang belum ada closed circuit television (CCTV) yang terpasang, sehingga ciri-ciri pelaku tidak diketahui. Kasus ini pun mandek dan pihak kampus tidak bisa menyelesaikannya.
Anton awalnya tidak menyangka hal tersebut akan terjadi, sebab ia mempercayai keamanan di lingkungan kampus itu terjaga. Ia mengaku telah melapor ke Satpam, tapi tetap saja hasilnya nihil. Saat diwawancara oleh Reporter Klikdinamika.com, Ia menceritakan alur pra dan pasca kejadian. Bahkan Anton menyanyagkan jika ke depan ada kejadian serupa tetapi di parkiran FEBI belum terpasang CCTV.
“Jam 1 siang saya ke parkiran. Saya periksa motor kok tidak ada helmku. Setelah itu saya berinisiatif bersama teman-teman mencari di sekeliling dulu siapa tahu mungkin tertukar atau jatuh atau diamankan orang, tapi tidak ada juga. Nah setelah itu saya sama teman saya pergi ke pos satpam yang ada di depan FEBI itu. Pas sampai sana ternyata diarahkan kembali, ‘silahkan mas kalau lapor kehilangan pergi ke satpam Fakultas Dakwah (Fakda)’. Setelah itu, ke satpam Fakda saya lapor deh. Lapor kehilangan, cerita terkait kronologinya, cerita jenis helmnya, saya kasih fotonya. Tapi kata pak satpam, ‘maaf mas parkiran FEBI yang baru itu belum diberikan CCTV. Jadi kami tidak bisa membantu secara langsung karena tidak ada bukti rekaman atau apapun yang bisa menemukan pelaku’,” tuturnya (27/2/2025)
“Saya yang menyayangkan itu kenapa hal sekecil CCTV aja harus ditunda begitu. Apalagi banyak helm, banyak kendaraan, bila terjadi hal yang serupa apakah kita akan tutup mata lagi,” tambahnya.
Selain itu ia juga menepis pernyataan soal mengapa ia tidak mengamankan helmnya sendiri, sebab, sebelumnya ia percaya dan berekspetasi bahwa parkir motor di kampus tentu akan aman.
“Kemarin saya beberapa kali juga dibilangin gini: ‘kalo berangkat kuliah kenapa harus pake yang mahal-mahal helmnya’. Lah saya itu beli helm bukan karena mengincar gengsi atau gimana. Soalnya saya punya pengalaman kecelakaan, kalau enggak pakai helm bagus, bisa-bisa remuk mukanya,” katanya.
“Terus kalau disalahkan kenapa tidak dijaga dengan baik helmnya: karena saya itu merasa sudah percaya dengan UIN. Maksudnya gini, tidak seperti parkir di pasar, kalau parkir di pasar saya akan mengamankan dengan baik. Nah saya pikirnya itu kita parkir di dalam kampus, di lingkungan kampus, saya merasa itu pasti aman, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan,” tambahnya.
Anton tidak berharap helmnya akan diganti oleh pihak kampus. Ia hanya berharap bahwa kejadian seperti itu dapat diredam ke depannya dan tidak ada korban lagi.
“Berharap akan menjadi pembelajaran untuk orang lain agar lebih berhati-hati. Atau mungkin lebih ke pembelajaran pihak UIN agar bisa bertanggungjawab kepada para mahasiswanya juga,” harapnya.
Di sisi lain, Fahruddin, Kepala Subbagian Tata Usaha Perlengkapan dan Rumah Tangga UIN Salatiga, mengutarakan pendapatnya perihal kejadian tersebut. Ia mengatakan bahwa sebenarnya masalah keamanan helm dan barang pribadi adalah tanggung jawab bersama dan lebih di titik beratkan ke tanggung jawab pribadi−dalam hal itu mahasiswa itu. Fahrudin mengaku bahwa hal itu tidak bisa sepenuhnya langsung disalahkan ke kelembagaan, tapi mahasiswa juga harus berhati-hati.
“Ketika kita ditanya seperti itu: itu menjadi tanggungjawab siapa? Ya hemat saya ya tanggungjawab bersama. Tanggungjawab pemilik, tanggungjawab mahasiswa, tanggung jawab kita sebagai lembaga UIN Salatiga,” katanya.
“Kejadian seperti itu pembelajaran bagi kita semua. Bagi kami selaku pengelola UIN Salatiga untuk memberbaiki fasilitas yang ada, sedangkan bagi mahasiswa untuk menjaga barangnya sendiri. Simplenya kan gitu. Jadi barang anda itu kewajiban utama itu ke siapa, ke kami atau njenengan? Itu harusnya titik tumpunya adalah ke pemilik barang. Bagaimana dia merawat barangnya. Wong istilahnya ngeten: itu barang mahal. Ngerti mahal kok penjagaannya tidak ekstra. Ya akhirnya, hilang; hilang, kesalahan siapa, ya kesalahan semua,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan langkah konkret ke depan, terlebih setelah kejadian tersebut. Ia mengaku pihak kampus sudah mengkaji dan akan mengadakan plan pemasangan 10 CCTV dan 2 unit kamera dengan resolusi tinggi sampai 10x Zoom in 360 derajat. Ia berharap ke depannya hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi.
“Kurang bijak rasanya ketika itu hanya dilimpahkan terhadap kami. Kami langkahnya gimana, ya konkret kami: langsung menerjunkan anggota ke lapangan. Itu yang pertama. Yang kedua, pemasangan CCTV. Ini sudah proses perhitungan pemasangan CCTV. Rencana kita akan pasang 10 CCTV di outdoor untuk parkiran FEBI. Dan 2 kamera besar: ZTL 360 derajat. Itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fahruddin meminta maaf kepada mahasiswa yang terdampak dan menyampaikan ke depannya agar mahasiswa lebih memperhatikan barang miliknya sendiri supaya aman.
“Ya terkait dengan kehilangan, kami meminta maaf atas kurang maksimalnya dalam hal itu. Tapi kan ke depan tidak mungkin ketika kita memasang CCTV kemudian masalah itu selesai, tidak mungkin. Itu bisa selesai ya faktor utamanya apa, ya pemilik motor, pemilik helm, pemilik apapun bagaimana effort dia mempertahankan barang milik dia sendiri,” pungkasnya.